BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Pemerintah Kota Banjarmasin lewat Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disbudporapar) menggelar Forum Konsultasi Publik (Public Hearing) untuk merampungkan penyusunan standar pelayanan. Kegiatan ini berlangsung di Pendopo DKP3 Banjarmasin, pada Kamis (11/12/2025) dan diikuti sejumlah perangkat daerah serta perwakilan masyarakat.
Sekretaris Daerah Kota Banjarmasin, Ikhsan Budiman, yang membuka forum ini menekankan layanan publik hanya bisa berjalan baik jika informasi yang diterima masyarakat jelas dan tidak berubah-ubah. Ia mengingatkan agar setiap persyaratan, alur, dan ketentuan disampaikan apa adanya, tanpa celah tafsir.
Menurut Ikhsan, masyarakat harus tahu dari awal apa saja yang wajib mereka siapkan dan satu hal yang sering memicu masalah adalah informasi yang tidak konsisten.
“Kalau syaratnya tiga, ya tiga, jangan nanti di lapangan jadi lima. Masyarakat berhak tahu secara lengkap sebelum mereka mengakses layanan,” ujarnya.
Ia juga menyoroti soal tenggat waktu penyelesaian. Durasi pelayanan tidak boleh dibuat samar. “Kalau selesai sehari, bilang sehari, kalau butuh seminggu, sampaikan dari awal. Pengguna layanan butuh kepastian supaya mereka bisa mengatur jadwalnya,” ujarnya.
Ikhsan ikut mengingatkan komponen biaya layanan harus dituliskan secara terbuka. Ia tidak mau ada ruang yang dapat memunculkan dugaan pungutan liar.
“Kalau gratis, tulis nol rupiah, kalau ada biaya, sebutkan angkanya, jangan ada yang menggantung,” tegasnya.
Selain itu, Ikhsan meminta agar ruang partisipasi masyarakat tidak sekadar formalitas. Masukan pengguna dianggap penting sebagai bahan evaluasi, karena merekalah yang bersentuhan langsung dengan pelayanan sehari-hari.
“Kita butuh kritik yang jujur supaya standar ini bukan cuma di atas kertas,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Disbudporapar Ibnu Sabil menjelaskan forum ini digelar berdasarkan SK Nomor 038 Tahun 2025 tentang penyusunan standar pelayanan publik di lingkungan Disbudporapar. Regulasi tersebut menjadi dasar pembahasan teknis dan perbaikan alur layanan.
Ia menerangkan ada empat jenis layanan yang menjadi fokus penyusunan standar. Mulai dari pemakaian lapangan olahraga dan sarana pendukung, rekomendasi perizinan usaha pariwisata, izin keramaian atau kegiatan, hingga penetapan atau pengesahan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis).
“Empat layanan ini yang paling sering diakses, jadi harus dibenahi dulu,” katanya.
Sabil menilai forum ini penting sebagai ruang dialog antara pemerintah, pengguna layanan, dan berbagai pemangku kepentingan. Dari sini, katanya, pemerintah bisa menguatkan prosedur, menutup celah permasalahan, dan memastikan standar yang dihasilkan benar-benar bisa diterapkan. (nug/KPO-3)














