Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

TAKUT HANYA KEPADA ALLAH

×

TAKUT HANYA KEPADA ALLAH

Sebarkan artikel ini

Oleh : ADE HERMAWAN

Dalam kehidupan dunia yang fana ini, seringkali hati manusia diombang-ambingkan oleh dua kekuatan emosional yang berlawanan, yaitu ketakutan (khawf) dan harapan (raja’). Kita takut akan kegagalan, kemiskinan, kehilangan, atau hukuman manusia. Di sisi lain, kita berharap pada kekayaan, jabatan, pujian, atau bantuan dari sesama makhluk.

Kalimantan Post

Namun, sebagai seorang Muslim yang beriman, akidah kita menuntut sebuah paradigma yang jauh lebih mendalam, yaitu memposisikan takut dan berharap itu hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata. Inilah inti dari tauhid dan pilar utama dalam menyempurnakan ibadah seorang hamba.

Ketakutan yang hakiki bukanlah takut akan makhluk yang lemah, melainkan takut jika tergelincir dalam dosa dan maksiat yang dapat menjauhkan kita dari rahmat Allah.

Rasa takut kepada Allah akan melahirkan sikap wara’ (hati-hati) dalam bertindak, menjauhkan diri dari syubhat, dan memacu kita untuk bersegera dalam amal kebaikan.

Ketakutan seorang Mukmin terhadap Allah bukanlah ketakutan akan monster atau bencana alam, melainkan sebuah bentuk rasa hormat yang mendalam terhadap keagungan Allah dan kesadaran akan konsekuensi dari pelanggaran perintah-Nya. Takut tergelincir dalam dosa dan maksiat adalah manifestasi paling praktis dari takut ini. Ia berakar dari beberapa aspek penting. Dosa dan maksiat, sekecil apa pun, adalah bentuk penentangan terhadap kehendak Sang Pencipta. Rasa takut ini muncul dari kesadaran bahwa Dosa dapat menyebabkan Allah mencabut petunjuk dan kemudahan-Nya dalam melakukan kebaikan, membuat hati terasa berat untuk beribadah. Setiap dosa meninggalkan noda hitam pada hati. Jika noda ini menumpuk, hati akan mengeras, sulit menerima nasihat, dan akhirnya mati dari rasa takut dan harap. Puncak dari ketakutan ini adalah murka Allah, yang konsekuensinya bukan hanya di akhirat (siksaan neraka), tetapi juga di dunia (hilangnya keberkahan, kesempitan rezeki, dan kegelisahan jiwa).

Baca Juga :  BANJIR DI KOTA SUCI

Su’ul khotimah adalah ketakutan yang paling menghantui hati seorang Mukmin. Seseorang yang terbiasa hidup dalam maksiat memiliki risiko besar untuk mengakhiri hidupnya dalam keadaan yang tidak diridhai Allah. Ada kaidah spiritual bahwa seseorang akan dimatikan sesuai dengan kebiasaannya. Ketakutan ini mendorong individu untuk selalu memperbaiki amal hariannya, sebab ia tidak pernah tahu kapan waktu kematiannya tiba. Dikhawatirkan, pada saat kritis menjelang kematian, setan akan datang menggoda dan mengalihkannya dari keimanan. Rasa takut ini membuat seorang hamba berusaha keras menjaga kebersihan hati sepanjang hidupnya.

Seorang mukmin tidak hanya takut berbuat buruk, tetapi juga takut jika amal baiknya menjadi sia-sia karena Dosa tersembunyi seperti pamer atau ingin dipuji dapat membatalkan pahala ibadah. Ketakutan ini mendorong introspeksi dan pemurnian niat. Merasa diri sudah suci dan baik adalah dosa hati yang berbahaya. Takut tergelincir dalam ujub membuat seseorang selalu merendah dan memohon penerimaan amal dari Allah.

Rasa takut tergelincir dalam dosa ini membuahkan perilaku positif dalam kehidupan sehari-hari, antara lain Menjauhi hal-hal yang samar (syubhat) meskipun belum jelas keharamannya, demi menjaga diri agar tidak terjatuh pada hal yang haram. Berusaha keras menjauhi lingkungan atau pergaulan yang dapat menyeret pada maksiat. Rutin mengevaluasi perbuatan hariannya sebelum tidur, sebagaimana pedagang yang menghitung laba dan rugi, demi segera bertaubat dari kesalahan.

Kita takut bukan karena Allah itu Dzat yang kejam, melainkan karena keagungan dan keadilan-Nya yang mutlak. Kita takut jika ternyata amal kita tidak diterima, takut jika hati kita mengeras dan lupa akan kematian, dan takut jika hari berakhir dalam keadaan yang tidak diridhai-Nya. Ketakutan ini bersifat membangun, mendorong ketaatan, bukan ketakutan yang melumpuhkan hingga berputus asa.

Baca Juga :  AROGAN

Siapa pun yang menambatkan ketakutan dan harapannya pada selain Allah, ia akan selalu diliputi kekecewaan dan kegelisahan. Ketakutan kepada manusia akan menjadikannya budak pujian atau hinaan. Mari kita kembalikan poros hati ini pada Sang Pencipta semata. Jadikan takut sebagai rem yang mencegah kita dari maksiat, dan harap sebagai gas yang mendorong kita menuju ketaatan. Dengan begitu, hati akan menemukan ketenangan yang hakiki, karena ia telah menemukan tempat sandaran yang paling kokoh, Dzat Yang Maha Kuat, Maha Mengampuni, dan Maha Memberi Harapan.

Iklan
Iklan