Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Politika

Pilkada Tak Langsung Dinilai Hanya Pindahkan Arena Transaksi Politik

×

Pilkada Tak Langsung Dinilai Hanya Pindahkan Arena Transaksi Politik

Sebarkan artikel ini
IMG 20251231 WA0039 e1767179959107
Dr. Muhammad Uhaib As’ad. (Kalimantanpost.com/ist).

BANJARMASIN, Kalimantanpost.com — Wacana penggantian mekanisme pemilihan kepala daerah (Pilkada) dari pemilihan langsung oleh rakyat menjadi dipilih melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kembali menuai kritik.

Perubahan tersebut dinilai tidak menyentuh persoalan mendasar dalam praktik demokrasi dan justru berpotensi memindahkan arena transaksi politik ke ruang yang berbeda.

Kalimantan Post

Pengamat politik dan kebijakan publik Dr. Muhammad Uhaib As’ad menegaskan, rencana tersebut pada hakikatnya hanya mengganti “casing” atau bungkus sistem semata.

Menurutnya, persoalan utama Pilkada bukan terletak pada siapa yang memilih, melainkan pada konstruksi politik yang masih sarat praktik menyimpang.

“Masalahnya bukan dipilih langsung atau lewat DPRD. Selama konstruksi politiknya tidak dibenahi, hasilnya akan tetap sama. Orang masih menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan politik,” ujarnya.

Ia menekankan, praktik politik uang tidak akan berhenti hanya karena cara dan sistem pemilihan diubah.

Menurutnya, tanpa pembersihan akar persoalan, politik uang justru akan terus beradaptasi mengikuti pola baru.

“Kalau hanya memindahkan mekanisme, politik uang tidak akan hilang. Ia hanya berpindah ruang dan cara. Yang harus dibersihkan itu akarnya,” tegas Uhaib.

Selain politik uang, ia juga menyoroti kuatnya relasi kuasa dengan oligarki serta penggunaan kampanye hitam (black campaign) yang dalam sejumlah kasus masih dijadikan strategi untuk menjatuhkan lawan politik. Kondisi ini dinilai semakin merusak kualitas demokrasi dan menutup ruang kompetisi yang adil.

Lebih lanjut, Uhaib menilai partai politik saat ini juga mengalami degradasi fungsi. Alih-alih menjalankan peran kaderisasi dan pendidikan politik, partai justru kerap bertindak layaknya pedagang politik.

“Siapa yang memberi keuntungan, dialah yang diunggulkan. Politik pragmatis seperti ini jelas tidak baik untuk masa depan negeri,” katanya.

Dengan situasi tersebut, ia memandang wacana perubahan sistem Pilkada hanya akan memindahkan praktik transaksi politik dari satu arena ke arena lain. Tanpa reformasi menyeluruh terhadap etika politik, pendanaan pemilu, serta penegakan hukum yang tegas dan konsisten, perubahan mekanisme dinilai tidak akan membawa perbaikan substansial.

“Kalau isinya tetap sama, maka ganti sistem hanya sebatas ganti bungkus. Isinya tetap saja ulat bulu dan belatung,” pungkasnya. (sfr/KPO-4)

Iklan
Iklan