Banjarmasin, KP – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Indonesia mengajak dan akan menggandeng Bank Kalsel untuk membuka peluang pembentukan perusahaan efek daerah (PED) ini.
Hal ini dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah serta mengakselerasi ekonomi dan pemerataan jumlah investor.
“Kenapa saya memilih Bank-Bank daerah, karena pada umumnya Bank Daerah jaringan dan pemegang obligasi terbesar dan hampir sama dengan perusahaan efek nasional, perusahaan efek daerah juga bisa menawarkan produk-produk perusahaan efek hingga pembukaan rekening efek,” kata Deputi Direktur Pengembangan Kebijakan Transaksi Lembaga Efek dan Manajemen Krisis Pasar Modal OJK Arif Safarudin Suharto, di Hotel Mercure Banjarmasin, Kamis (7/11).
Menurutnya, pengembangan perusahaan efek daerah dilatarbelakangi masih rendahnya tingkat inklusi dan tingkat pemahaman mengenai Pasar Modal Indonesia, yang tercermin dari terbatasnya jumlah investor Pasar Modal dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia.
Bahkan dari total penduduk Indonesia sekitar 262 juta jiwa pada akhir 2017, baru sekitar 1,3 juta jiwa atau 0,49 persen yang telah memanfaatkan pasar modal sebagai sarana investasi. Ia berharap perusahaan efek daerah dapat meningkatkan literasi dan inklusi pasar modal di daerah hingga mencegah investasi bodong yang sebagian besar terjadi di daerah.
Didampingi Perwakilan OJK Kalsel Abidin juga Kepala Unit PT Bursa Efek Indonesia Nunik Nuzulia juga dihadapan wartawan, Arif mengatakan layanan dapat diberikan PED berupa pelayanan masyarakat untuk investasi di pasar modal antara lain transaksi saham, bertindak sebagai agen penjual reksa dana, obligasi maupun produk pasar modal lainnya. Bahkan dalam kesempatan Focus Group Discussion Implementasi POJK Nomor 18/ POJK 04/2019 tentang Perusahaan Efek Daerah juga terungkap bahwa OJK berencana menerbitkan Peraturan OJK (POJK) terkait Perusahaan Efek Daerah (PED) sebelum akhir tahun 2018. Aturan ini memberi ruang lebih luas bagi investor di daerah untuk mengakses pasar keuangan.
Jadi, sebuah PED bisa bekerja sama dengan anggota bursa dan kliring untuk beroperasi di daerah. PED juga dianggap sebagai upaya penetrasi pasar keuangan ke daerah-daerah yang sebelumnya belum terjangkau literasi mengenai pasar modal.
Selain itu, masyarakat di daerah nantinya bisa dengan mudah berperan sebagai investor, dengan cara membuka rekening di PED yang didirikan di daerah. Berbeda dengan perusahaan efek non-anggota bursa yang tak bisa nerima nasabah, PED diberi wewenang untuk menerima nasabah.
“Filosofinya, perusahaan efek ini dimiliki oleh putra daerah dan dimanfaatkan oleh investor daerah,” ucap Arif lagi.
Bahkan dalam menjangkau nasabah lebih luas, PED diberi izin untuk menjalin kerja sama dengan Agen Perantara Pedagang Efek berupa Lembaga Jasa Keuangan lainnya maupun perseorangan di daerah. Contoh sederhana, PED di Sumetara bisa bekerja sama dengan Bank Nagari sebagai Bank BPD setempat untuk menjangkau calon investor di daerah.
Bahkn, OJK akan membagi PED ke dalam tiga kategori berdasarkan modal kerja yang disetor. kategori pertama adalah PED dengan modal disetor minimal Rp 7,5 miliar. PED level 1 ini dapat melayani transaksi efek dan melakukan pemasaran efek untuk kepentingan perusahaan efek lain. (Adv)