BANJARMASIN, KP – Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ulin Banjarmasin dr Hj Suciati “dicecar” (banyak pertanyaan) oleh hakim baik soal diskon, manfaat alkes (alat kesehatan), prosedur pelaksaan proyek dan lainnya.
Itu pada sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin, Senin (13/1).
dr Hj Suciati, duduk sebagai saksi atas terdakwa Misrani, yang juga anak buahnya selaku PPTK (Pejabat Pelaksana Tehnis Kegiatan) pada proyek pengadaan alat kesehatan di RSUD Ulin.
“Coba anda jelaskan bagaimana soal diskon, apakah anda menerima juga dan apa ada hasil dan manfaat dari diadakan alkes itu dan apakah anda tahu soal ada kesempakatan sebelum lelang,” cecar Dana Hanura, salah satu hakim anggota pada sidang tersebut serta ditanya masalah lainnya.
Saat itu, dr Suciati menyatakan tidak pernah menikmati diskon yang dituduhkan kepada terdakwa.
Diskon yang disebut sebesar lima persen tersebut bukannya diterima pihaknya, tetapi itu merupakan hubungan dagang antara kontraktor dengan pihak distributor alat kesehatan tersebut. Proyek pengadaan alat kesehatan ini merupakan proyek Tahun 2015 dengan dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Kalimantan Selatan (APBD Kalsel).
Soal pertanyaan hakim lainnya menanyakan manfaat alat yang dibeli.
Suciati katakan sangat bermanafaat sampai sekarang banyak digunakan dalam menunjang kesehatan pasien.
Hal terkait dengan beberapa pertanyaan yang diajukan para pihak, yang dijawab saksi sudah lupa.
Dalam pelaksanakan pekerjaan ini, saksi sepenuh menyerahkan kepada terdakwa, karena ia yakin kalau terdakwa mampu dalam melaksanakan pekerjaan ini.
Dibagian lain ia mengakui kalau HPS (Harga Perkiraan Sendiri) dibuat lebih dahulu baru melakukan survei harga di pasar.
Pada persidangan lanjutan dengan majelis hakim yang dipimpin hakim Purjana tersebut, Jaksa Penuntut Umum yang dikomandoi Arief Ronaldi juga menghadirkan saksi Subhan dari bagian perencanaan rumah sakit terbesar di Kalsel ini.
Saksi Subhan menyatakan bahwa ia diperintahkan Direktur RSUD Ulin untuk melakukan survai ke distributor. Sedangkan menetapkan HPS adalah PPTK yang disetujui direktur.
JPU dari Kejaksaan Negeri Banjarmasin mendakwa kalau yang terdakwa diduga telah melakukan perbuatan korupsi pada proyek pengadaan alat kesehatan tahun anggaran 2015.
Korupsi yang dilakukan terdakwa tersebut dalam pengadaan alat kesehatan, dimana terdapat diskon dari pemenang lelang yang tidak dikembalikan kepada negara.
Jaksa beranggapan dalam penetapan harga barang alat kesehatan yang ditetapkan tidak wajar sehingga berdasarkan perhitungan dari BPKP Kalsel ada kerugian mencapai Rp3,1 miliar lebih dari anggaran Rp12,8 miliar.
Terdakwa oleh JPU didakwa melanggar pasal 2 jo serta pasal 18 Undang Undang RI Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah pada Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, untuk dakwaan primairnya.
Sedangkan dakwaan subsidair di patok pasal 3 jo serta pasal 18 Undang Undang RI Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah pada Undang Undang nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara menurut H Agus Pasaribu, pengacara terdakwa, kepada wartawan, dari keterangan saksi di persidangan tidak ada yg memberatkan kliennya.
“Karena itu kami mempertanyakan apa dasarnya jaksa mendudukan kleinnya jadi terdakwa dalam pengadaan alkes ini,” katanya saat itu didampingi Jasvandy dan Jhon dari Law Firm Pasaribu Silaban Farthers. (hid/K-2)