Banjarmasin, KP – Media harus menjadi penyeimbang pada pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 ini, dimana bisa berperan sebagai pendingin saat panas dan penghangat pada saat beku.
“Jadi media harus bisa berperan sebagai pendingin maupun penghangat pada Pilkada, sehingga suasana kondusif tetap terjaga,” kata Ketua Dewan Pers, Muhammad Nuh kepada wartawan, usai membuka Seminar Hari Pers Nasional (HPN) `Media Berkualitas untuk Pilkada Damai’, Jumat (07/02/2020), di Banjarmasin.
Menurut Nuh, media harus bisa menjaga suasana Pilkada tetap kondusif, sehingga ide-ide yang dimiliki para kandidat bisa disampaikan ke ranah publik. “Media mengalirkan ide dan program apa yang bisa dilakukan kandidat ke depan, sehingga masyarakat bisa memilih kandidat mana yang layak memimpin daerahnya,” tambahnya.
Kalau suasananya beku, maka masyarakat tidak bisa mengetahui ide atau gagasaran apa yang dimiliki kandidat tersebut, dan sebaliknya jika terlalu panas dan melampaui batas kewajaran justru malah meledak dan menimbulkan masyarakat.
“Kita minta agar media itu pekerjaannya di antara, untuk mengalirkan ke ranah publik. Tidak boleh menempel pada satu kandidat dan menolak kandidat lainnya,” tegas Nuh, pada seminar yang menghadirkan Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo, Widodo Muktiyo.
Jika media sampai menempel pada satu kandidat, maka ia akan kehilangan esensi fungsi media sebagai mediator, yang menghubungkan kandidat satu dengan yang lain ke ranah publik.
Nuh mengakui, media saat ini memang kadang-kadang melebihi batas kewajaran, jarang beku dan lebih banyak panasnya. Ini memiliki resiko tinggi munculnya konflik dan lainnya.
“Kita tidak ingin gara-gara Pilkada setiap lima tahun sekali bisa mengorbankan persaudaraan,” ungkap Nuh.
Lebih lanjut Nuh mengingatkan agar media bisa memegang teguh prinsip dasar, yang berbasis data dan fakta, serta tidak menimbulkan fitnah. Juga mengacu pada prinsip obyektivitas dan independent.
“Insya Allah, berita yang disajikan tetap aman,” tambahnya, seraya mengingatkan media yang baik adalah yang tahu batas kewajaran sesuai Kode Etik, mana yang boleh atau tidak tanpa harus menunggu diberi teguran.
Hal senada diungkapkan anggota Dewan Pers Agus Sudibyo, dimana propaganda politik pada Pilkada nanti banyak menggunakan teknologi internet, terutama media social, sehingga akan muncul banyak hoax. “Ini sudah terlihat pada Pilpres dan Pemilu 2009 lalu, dan dipastikan terulang pada Pilkada 2020 ini, terutama di kota-kota besar,” tambah Agus.
Hal ini perlu diantisipasi media konvensional, dengan mampu menyajikan informasi yang berbeda dari yang diterima masyarakat melalui medsos, agar tetap bertahan. (lyn/K-7)