Palangka Raya.KP. Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah bersama sejumlah provinsi produsen Minyak Sawit Mentah (CPO) upayakan dana bagi hasil eksport nabati itu didukung anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kalteng.
Kepada awak media, Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Tengah Fajar Hariadi, Selasa (14/1) menyatakan sangat mendukung sikap Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalteng menunttut dana bagi hasil (DBH) perkebunan ke Pemerintah Pusat.
Pasalnya, selama ini Kalteng merupakan daerah penghasil terbesar ke-3 minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
Karena permasalahan ini sebelumnya sudah pernah dibahas di dalam pertemuan Provinsi Penghasil Kelapa Sawit se Indonesia pada 11 Januari 2020 di Provinsi Riau pekan lalu, ungkapnya.
Perjuangan melalui loby dengan Menteri terkiat, maupun melalui amandemen perundang-undangan yang berlaku disebutkan salah satu kewajaran jika Kalteng menuntut DBH, sebagai penghasil CPO ke- 3 terbesar di Indonesia.
Dipaparkan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan dan Sumatra terus berkembang pesat, terutama di Kalimantan Tengah, untuk menghasilkan devisa yang cukup besar bagi negara mencapai Rp 250-300 trilyun pertahun.
Diakui semua pajak perkebunan dan pungutan ekspor CPO selama ini di kelola pusat. Padahal kita di daerah yang menanggung dampak sosial dari sekian banyaknya perkebunan kelapa sawit dan itu tidak adil buat daerah.
Di sisi lain, terang Fajar, pemerintah daerah terus mendapatkan tekanan dan permasalahan dari aspek lingkungan, sosial dan ekonomi yang memerlukan biaya dalam penanggulanganya.
Sementara sesuai data perkebunan kelapa sawit di Kalteng diperkirakan hampir mencapai 2 juta hektar, dan produksi CPO lebih dari 5 juta ton perbulan.b
Kita berharap ke depan potensi perkebunan kelapa sawit dengan hasil hulu dan hilirnya menjadi salah satu primadona untuk pengembangan ekonomi dan penerimaan daerah kita Kalteng, tandasnya. (drt)