Oleh : Muhammad Firhansyah
Kepala Keasistenan PVL Ombudsman RI Perwakilan Kalsel
Salah satu problem Kabupaten dan perkotaan yang sering diabaikan di Indonesia adalah Pengelolaan Air, Sanitasi dan Limbah .
Padahal program Sustainable Depelovment Goals (Sdgs) memberikan target kepada negara negara dunia termasuk Indonesia bahwa di tahun 2030 nanti akses terhadap sanitasi dan kebersihan harus memadai dan merata bagi semua.
Realitas saat ini banyak negara negara yang khawatir atau resah dengan perubahan alam/iklim, budaya, dan tata kelola negara dan warganya. Disebabkan mulai banyak terjadi bencana alam, kerusakan struktur ozon di langit, polusi udara, kekeringan, kerusakan hutan, kelangkaan air bersih, tidak termanagenya sanitasi dan yang utama problem pembuangan limbah baik rumah tangga maupun pabrik perusahaan
Hal ini dipicu dengan sejumlah temuan bahwa lingkungan sekitar kita yang mengalami pencemaran baik air, tanah, udara sudah membuat gangguan ketidaknyamanan terutama kesehatan
Contohnya saja limbah udara atau polusi yang di sebabkan oleh asap kendaraan bermotor atau rokok tanpa disadari apabila terus terhirup akan mengakibatkan gangguan paru-paru dan gagal jantung , pada limbah sampah berpotensi memicu beberapa jenis kanker, air dari tempat pembuangan akhir (TPA) sampah akan beresiko mengundang penyakit hepatitis,kolera dan Blue baby. Sedangkan Limbah dari pencemaran air dan sungai akan menimbulkan berbagai penyakit seperti diare, penyakit infeksi, bahkan bagi ibu hamil akan kena resiko bayi lahir cacat.
Maka dari itu sangat benar bahwa pembangunan air minum , pengelolaan limbah/sampah, dan sanitasi sangat erat kaitannya dengan ikhtiar untuk meningkatkan kualitas kesehatan rakyat, mencegah stunting,menghapus kemiskinan , meningkatkan produktivitas dan kualitas SDM serta membangun ekonomi yang mensejahterakan dan berkelanjutan semua itu syarat peradaban pelayanan publik yang baik di suatu negara.
Untuk itu, abad 21 ini salah satu program pelayanan publik yang mesti segera diprioritaskan oleh negara yakni penyelenggaraan pelayanan publik di bidang pengelolaan air sanitasi dan limbah.
Saya ambil contoh pengelolaan PD PAL Kota Banjarmasin yang merupakan salah satu perusahaan daerah yang terbaik melakukan pengelolaan Limbah di Indonesia. Faktanya cakupan layanan PD PAL dari data Desember 2019 hanya berkisar 5.09 persen dari jumlah total penduduk Banjarmasin (data BPS 2018 penduduk kota banjarmasin sebesar 700.869 Jiwa)
Padahal kota yang berjuluk seribu sungai ini potensi timbulan sampahnya sebesar 483,89 ton/hari atau 176.619,23 ton/tahun, sedangkan Potensi produksi tinja 207 ton/hari atau 75.694 ton/tahun dan dalam Kebutuhan Air Bersih (mandi, masak dll) 99.543 m3/hari. Bisa kita bayangkan antara potensi produksi tahunan yang ada hanya disadari oleh 5 persen saja jumlah warganya.
Dari diskusi penulis dengan jajaran PD PAL Banjarmasin terungkap bahwa selain terbatasnya edukasi kepada publik atau warga, yang utama adalah ketidakseriusan pemerintah baik eksekutif maupun legislatif untuk mendukung secara maksimal misi mulia dari pengelolaan air, sanitasi dan limbah kota ini. Mulai dari anggaran, partisipasi mensosialisasikan peduli sanitasi serta dukungan kebijakan masih jauh api dari panggang
Akhirnya pemahaman dan dukungan publik akan program ini masih sangat minim bahkan sampai ada masyarakat yang melakukan penolakan saat difasilitasi gratis oleh PD PAL untuk layanan sanitasi. Selain itu penulis miris mendengar bahwa para wakil rakyat tersebut tidak pernah berkunjung ke PD PAL Banjarmasin padahal suasana kantornya sangat asri, bagus dan layak menjadi contoh perkantoran perkotaan belum lagi cara mereka menjalankan core bisnis yang jauh dari kesan “pengelola limbah tinja” bau, kotor dan sebagainya.
Sudah seharusnya pemerintah baik dari pusat hingga daerah terkhusus Kota Banjarmasin sadar bahwa target Sdgs merupakan keniscayaan yang harus dipenuhi sebelum kota ini dipenuhi limbah dan sampah, sebelum warganya kehilangan air bersih dan sehat, sebelum masyarakatnya menjadi sakit dan akhirnya sengsara akibat tata kelola air, limbah dan sanitasi yang buruk
Untuk itu, perlu ada langkah konkrit seperti perlindungan dan restorasi ekosistem sumber daya air, meningkatkan kualitas air, menghilangkan pembuangan, dan meminimalkan pelepasan material dan bahan kimia berbahaya, membangun program desa/kota Open Defecation Free (ODF) Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS), pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dan membangun infrastruktur air limbah dengan sistem terpusat skala kota, kawasan dan komunal bahkan bila perlu membuat pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).
Dari itu semua yang menjadi pendorong utama adalah dukungan dan langkah nyata dari pemerintah dan partisipasi publik yang baik. Bukan hanya janji politik manis di dengar tapi jauh dari kenyataan dan harapan.