Banjarmasin, KP –Perkara dugaan korupsi pemasangan sambungan baru ke pelanggan PDAM Intan yang bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin kembali digelar. Kali ini, Selasa (04/02/2020) sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.
Hadir sebagai saksi Mantan Kepala Dinas (Kadis) Perumahan dan Pemukiman (Perkim) Banjar Boyke Wahyu Tristiano selaku Penguna Anggaran pada proyek sarana dan prasarana penunjang air bersih di pedesaan, menyebutkan, sudah menandatangani 80 Surat Permintaan Membayar (SPM) sebagai tanda pembayaran kepada kontraktor.
Menurutnya, puluhan SPM ditandatangani setelah persyaratan terpenuhi, seperti pemeriksaan yang dilakukan oleh tim pemeriksa yang diketuai Sekretaris Daerah Kabupeten Banjar.
“Karena sudah ditandatangi tim pemeriksa, maka saya selaku penguna anggaran harus menandatangani SPM tersebut,’’ kata salah satu saksi yang yang diajukan JPU Syaiful Bahri.
Di hadapan majelis hakim yang dipimpin hakim Yusuf Pranowo, Kadis Lingkungan Hidup Banjar ini mengakui, tidak ada aturan mengenai pemecahkan proyek menjadi beberapa paket, dalam pelaksanaannya menjadi 46 paket, dengan nilai Rp3.250.000/setiap penyambungan sebuah rumah.
Dana sendiri menurutnya, berasal dari dana alokasi khusus (DAK) yang disalurkan berasal dari APBN 2015.
Walau begitu, ia tak mengetahui secara persis harga pemasangan tersebut, sebab semua diserahkan kepada PPK yakni salah satu terdakwa, serta koordinasi dengan PDAM juga dilakukan pejabat pembuat komitmen (PPK).
Diketahui, perkara dugaan korupsi proyek sarana dan prasarana penunjang air bersih di pedesaan ini mendudukan lima terdakwa, yakni Harniah ST, Eddy Mulyono, Mahmud Sidik dan Boy Rahmat Noor dan Langgeng Sriwahyuni.
Dari dakwaan yang disampaikan JPU Syaiful Bahri, pada intinya para terdakwa dalam mengelola proyek tersebut melakukan mark up atau penggelembungan harga.
Akibatnya berdasarkan perhitungan BPKP, dalam dakwaan tersebut terdaoat unsur kerugian negara yang mencapai Rp4 miliar lebih dari pagu sebesar Rp9 miliar lebih.
Atas perbuatan para terdakwa ini, JPU mematok pasal 2 jo pasal 18 UURI No 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah pada UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, untuk dakwaan primair.
Sedangkan dakwaan subsidair pasal 3 jo pasal 18 UURI No 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah pada UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (hid/K-2)