Banjarbaru, KP – Selama ini pemerintah banyak bergantung pada skaner pendeteksi suhu panas di bandara untuk mengantisifasi masuknya virus corona atau Covid-19 ke Indonesia.
Namun ternyata pengidap corona bisa lolos dari scanner pendeteksi suhu tubuh.
Hal ini belajar dari lolosnya Warga Negara (WN) Jepang yang positif menderita covid-19 dan menularkannya kepada dua warga Indonesia.
Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) I Banjarmasin, Ruslan Fajar, juga mengakui penderita covid-19 bisa lolos dari deteksi scanner yang dipasang di Bandara Syamsudin Noor.
Dibeberkannya, bagi seseorang yang kontak dengan pengidap covid-19 tidak serta merta di hari itu langsung sakit. Jika kondisi fisiknya bagus, sistem imunitasnya masih bagus, maka gejala yang tampak akan timbul bisa di hari ke lima, ke enam, dan seterusnya.
“Scanner tidak bisa mendeteksi apabila suhu panasnya belum tinggi.
Misal orang yang terdampak baru sehari dua hari bisa lolos di alat deteksi,” katanya.
Ditanya lebih jauh bagaimana langkah antisifasi selain scanner pendeteksi suhu tubuh.
Menurut Ruslan, untuk sementara protapnya hanya scanner.
Diuraikannya, deteksi suhu tubuh jika sedang panas tinggi di atas 38 derajat celcius maka langsung diambil tindakan. Tindakan yang diambil tersebut menggali informasi berapa hari melakukan kontak dengan orang yang flu atau batuk, dari mana daerah asal, dan lain sebagainya.
Jika pernah kontak dengan orang yang sakit flu atau batuk, maka baru dibawa ke pemeriksaan yang lebih lengkap dengan status di bawah pengawasan.
“Kalau suhu panas masih rendah meskipun dia mengidap covid-19 ya bisa bebas masuk melewati skaner,” tegasnya.
Menurut Ruslan seharusnya dari awal wabah virus corona, setiap orang yang masuk bandara dari negara terjangkit meskipun tidak terdeteksi panas tubuh tetap dilakukan pengawasan.
Kepada yang bersangkutan diberikan health card atau kartu pengawasan dan pemantauan.
Jika memiliki kartu pemantauan itu bisa dilakukan identifikasi terjangkit.
Pada saat berobat ke rumah sakit juga diberlakukan khusus.
Diakui Ruslan pihaknya tidak berwenang untuk melakukan penindakan lebih jauh, sebab kewenangan itu berada di instansi wilayah dalam hal ini pemerintah daerah.
“Yang berbahaya mereka yang diduga terindikasi berobat tidak membawa kartu pengawasan, di tempat pelayanan dikira orang sakit biasa.
Kalau dia bawa kartu itu teman-teman (petugas medis, red) langsung tanggap bahwa ini perlu penanganan khusus,” katanya.
Ruslan mengakui Bandara Syamsudin Noor, selama ini tidak ada yang direct luar negeri.
Sehingga yang diterima hanya limpahan dari bandara lain.
Atas dasar itu pihaknya sulit mendeteksi.
“Beda bandara yang langsung luar negeri bisa diketahui penumpang bersangkutan dari mana,” bebernya.(mns/K-2)