Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Kumpul di Sekumpul

×

Kumpul di Sekumpul

Sebarkan artikel ini
Screenshot 2020 03 13 12 06 41 61

Oleh : M. Rezky Habibi R
Mahasiswa Magister Hukum ULM dan Peneliti Pusat Studi Hukum dan Demokrasi (Pusdikrasi)

Aroma wewangian bunga menjadi ciri khas di sekitaran kubah makam Syekh KH Muhammad Zaini bin Abdul Ghani Al-banjari atau yang lebih populer dengan sapaan Abah Guru Sekumpul di setiap peringatan haul beliau, sebagai seorang ulama kharismatik yang memiliki kebagusan akhlak dan kemuliaan iman kepada Allah SWT dan rasul-Nya menjadikan Abah Guru Sekumpul selalu memiliki tempat di hati masyarakat Kalimantan khususnya Kalimantan Selatan.

Baca Koran

Tepat beberapa hari yang lalu pada peringatan haul ke-15 Abah Guru Sekumpul, dimana haul tersebut dipimpin langsung oleh kedua putra beliau Muhammad Amin Badali dan Ahmad Hafi Badali serta dipandu oleh buyut pengarang maulid habsy, yakni Habib Muhammad bin Abdul Qadir Al Habsy dari Yaman (Banjarmasin Post 29/02/2020), memberikan keberkahan yang luar biasa terhadap para jamaah dan masyarakat Kalimantan Selatan. Apalagi haul Abah Guru Sekumpul kali ini bertepatan dengan bulan Rajab yang berdasarkan kalender Islam merupakan salah satu bulan yang penuh berkah.

Dari tahun ke tahun ratusan hingga ribuan bahkan sampai jutaan jamaah berbaur menjadi lautan manusia membludak tanpa perintah komando datang berbondong-bondong dengan ikhlas dari segala penjuru. Mulai dari jamaah Kalimantan Selatan sendiri hingga jamaah dari provinsi tetangga sampai jamaah nusantara, bahkan dari negeri tetangga dan Timur Tengah. Tidak berlebihan kiranya, jika haul abah guru sekumpul disebut-sebut sebagai kegiatan keagamaan (haul) terbesar se-Asia Tenggara.

Mulai dari pejabat negara sampai pejabat daerah, tokoh nasional sampai tokoh daerah hingga masyarakat dari pelbagai lapisan. Dari yang berkulit putih hingga yang berkulit hitam, mulai dari balita sampai yang sudah berumur, mulai dari pria hingga wanita berkumpul dalam satu balutan jama’ah atas dasar satu tujuan yang sama untuk ikut dan hadirdalam haul ke-15 Abah Guru Sekumpul guna mendapatkan keberkahan dari Allah Swt.

Fenomena yang mungkin jarang kita temukan, iring-iringan para jamaah di ruas jalan mulai dengan menggunakan kendaraan pribadi hingga kendaraan yang disediakan oleh pemerintah daerah menjadi pemandangan tersendiri di setiapruas jalan menuju Sekumpul sebagai titik kumpul.

Baca Juga :  HARTA

Bagi para jamaah yang melakukan perjalanan di malam hari menuju Sekumpul bak sedangan menikmati pemandangan kota metropolitan. Bagaimana tidak, pencahayaan lampu-lampu hias yang terpasang di setiap sisi ruas jalan seolah-olah sedang melambaikan cahaya sembari mengucapkan selamat datang kepada setiap para jamaah haul Guru Sekumpul yang melewatinya.

Lebih dari itu, menariknya di sepanjang jalan terdapat sejumlah rest area mulai dari Hulu Sungai hingga Martapura, mulai dari provinsi tetangga hingga Kota Banjarbaru tak terhitung berapa jumlah rest area yang dapat disinggahi para jamaah hanya untuk sekedar melepas lelah perjalanan dengan disuguhi sejumlah makanan dan minuman, tambal ban bahkan penginapan untuk para jamaah dan bensin gratis secara cuma-cuma yang berasal dari sumbangan sukarela masyarakat setempat untuk para jamaah guna mendapatkan keberkahan dari Allah SWT di Haul Guru Sekumpul.

Dalam haul ke-15 ini tercatat setidaknya terdapat sekitar 600 ekor sapi yang berasal dari sumbangan masyarakat disiapkan untuk para jamaah (republika.co.id 29/02/2020) belum termasuk sumbangan dalam bentuk daging potongan dan sumbangan berupa uang, telor dan lain-lain.

Di sisi lain terdapat sejumlah relawan bergotong-royong dengan ikhlas tanpa mengharap materi rela meluangkan waktu dari pagi hingga menjelang subuh, mulai di bawah terik panasmatahari sampai diselimuti dinginnya udara malam merelakan dirihanya untuk sekedar mengatur lalu lintas jalan di sekitar Sekumpul untuk setiap para jamaah yang melewatinya.

Mencermati fenomena tersebut dengan melihatumat manusia saling bantu-membantu hanya untuk dapat hadir dan mengikuti Haul Guru Sekumpul membuat bergetar hati bagi setiap mereka yang melihat dan menyaksikannya, seolah-olah ada kekuatan besar di luar nalar umat manusia yang menggerakan hati mereka yang hadir dan menyisihkan sedikit rezeki untuk para jamaah yang begitu banyaknya.

Pengalaman penulis ketika berangkat dari Banjarmasin menuju haul Guru Sekumpul, di tengah perjalanan mengalami kebocoran ban, belum sempat bibir berucap baru terlintas dalam pikiran untuk mencari bengkel terdekat. Subhanallah, sudah datang sejumlah relawan menghampiri penulis dengan wajah ramah sambil mendorong motor ke rest area untuk memperbaiki alias mengganti ban dalam sembari menawarkan makan dan minuman beraneka-ragam secara gratis. Bahkan ketika penulis mau melanjutkan perjalanan dibekali oleh relawan sejumlah roti dan air mineral. Fenomena yang mungkin tidak kita temukan di hari biasa atau kegiatan lainnya.

Baca Juga :  Kepemimpinan dan Program Ketahanan pangan Polda Kalsel (Sebuah Catatan Lapangan)

Merajut Persatuan Di Sekumpul

Rest area, posko-posko, para relawan dan masyarakat yang membagikan makanan dan minuman secara gratis disejumlah ruas jalan menuju sekumpul serta jutaan umat manusia yang hadir di Haul Guru Sekumpul menjadi satu bukti atau setidak-tidaknya menjadi gambaran tentang budaya Islam yang ramah, Islam nan damai dan Islam yang mengajarkan tolong-menolong kepada sesama umat manusia, tentu saja banyak lagi pelajaran tentang islam yang dapat kita petik pada acara haul Guru Sekumpul.

Sehingga menjadi momentum untuk mempererat persatuan dan kesatuan umat Islam dalam bingkai keindonesiaan, dengan demikian makamenjadi tidak relevandan keliru jika belakangan ini muncul soal tentang pernyataan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi yang menyebut agama merupakan musuh terbesar Pancasila (detik.com12/02/2020) yang sempat membikin gaduh anak bangsa Indonesia hingga menimbulkan pro-kontra.

Apabila ditelisik sejarah ketatanegaraan Indonesia khususya di awal kemerdekaan dan lahirnya Pancasila sebagai staat fundamental norm tersebut, ketika para pendiri bangsa merumuskan Pancasila pada sila pertama dalam Piagam Jakarta berbunyi “Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, kendatipun belakangan rumusan sila pertama tersebut dirubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dengan mendasarkan pada argumentasi yang dibangun oleh para pendiri bangsa bahwa agama yang ada di Indonsesia tidak hanya Islam, akan tetapi paling tidak histori pergulatan suasana kebathinan yang muncul ketika dirumuskannya Pancasila menjadi gambaran tentang Islam dan nilai-nilai yang terdapat dalam sila-sila Pancasila apabila ditelusurisalah satunya bersumber dari nilai-nilai ajaran agama Islam.

Iklan
Iklan