Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Ada Apa Diantara Perempuan dan Pernikahan Dini?

×

Ada Apa Diantara Perempuan dan Pernikahan Dini?

Sebarkan artikel ini

Oleh : Airin Elkhanza
Aktivis Mahasiswa

Angka pernikahan usia dini di Kalimantan Selatan masih sangat tinggi. Untuk menurunkannya Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menggelar kuliah umum di Universitas Lambung Mangkurat (ULM), yang tidak hanya diikuti mahasiswa setempat tetapi lintas kampus seperti UIN Antasari serta beberapa PTS di Banjarmasin. Tidak hanya itu, sosialisasi inipun bermaksud untuk menekan angka stunting yang masih tinggi. (kalimantanpost.com, 19/03/2020)

Baca Koran

Mereka menyasar kaum milenial, karena mereka sadar kaum milenial-lah yang nantinya memegang estafet kemajuan negeri ini. Apalagi diprediksi Indonesia akan mendapat bonus demografi yang pada tahun 2030. (kalimantanpost.com, 19/03/2020)

BKKBN dalam hal ini berusaha menekan pernikahan dini untuk menciptakan generasi yang berkualitas. Lalulah, BKKBN mencoba untuk membentuk para mahasiswa sebagai remaja agar siap dalam merencanakan kehidupan berkeluarga, salah satunya dengan sosialisasi terkait program pencegahan pernikahan dini ini.

Dan yang dianggap siap berkeluarga dan berkualitas, adalah pemuda-pemudi yang diamenyelesaikan pendidikannya dengan baik, lalu memiliki karier yang sukses dulu, setelah itu baru menikah atau berkeluarga.Yang pada intinya menekankan agar bekerja dulu, sukses karir, baru menikah.

Sepintas masuk akal dan tak ada yang salah, maka dari itu disini kita perlu jeli. Terkhusus bagi kaum hawa yang kerap dibawa-bawa dalam persoalan ini. Misalnya menikah setelahlulus kuliah yang dianggap tidak menguntungkan bagi perempuan. Karena potensi dan karirnya terhambat. Atau dengan bahasa lain, perempuan tidak bisa sukses dengan jalan hidup seperti itu.

Cap masyarakat banjar pun berbunyi, “teduduki ijazah” (artinya duduk diatas ijazah). Sebagai ungkapan menyayangkan para ibu-ibu muda yang lulus kuliah lalu menikah, tanpa sempat bekerja atau tidak bekerja. Mereka menyayangkan, karena uang sudah banyak-banyak dikeluarkan untuk kuliah, tapi ujung-ujungnya hanya di dapur.

Pandangan ini jelas keliru, karena sebenarnya mendidik anak itu juga perlu dan harus seorang ibu yang cerdas dan berilmu. Karena mendidik anak tidak sembarang, macam beternak ayam, yang cuma ngasih makan atau kebutuhan, dan kalau mau dibahas lebih jauh sedikit beternak ayam pun perlu ilmu juga

Baca Juga :  Ekologi Emosional, Ketika Merawat Bumi Sama dengan Merawat Diri Sendiri

Lalu, masalah stunting. Mari kita cari dulu pengertian stunting itu apa!

“Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama” (sardjito.co.id, 22/07/2019)

Dari sini kita dapati bahwasanya, permasalahan utama adalah masalah gizi yang kurang. Lalu katanya stunting karena hamil pada usia muda. Padahal sebenarnya pun tak masalah hamil ketika usia muda, karena organ reproduksi sudah siap ketika anak sudah memasuki fase baligh. Jadi,ini adalah masalah pemenuhan gizi juga persiapan mental anak.

Tampak keliru jika mengatakan banyaknya kasus stunting akibat dari menikah muda. Justru sebenarnya ini kaitannya dengan negara, yang harusnya mampu menyediakan bahan makanan yang tak hanya halal namun juga harus thayyib dan murah. Kemudian juga pemerintah harus menciptakan lapangan kerja yang banyak bagi kaum pria, agar bisa menafkahi dan memenuhi kebutuhan gizi keluarganya dengan baik. Apalagi ditengah harga bahan pokok yang meroket ini, karena membeli makanan pokok apalagi yang sesuai gizi, itu tidak pakai daun, namun duit. Maka dari sini, kontrol dan peran pemerintah teramat penting.

Jadi, pernikahan dini bukanlah akar masalahnya. Tapi, ini adalah akibat buah sistem kapitalisme. Kalaupun berhasil ditangani angka pernikahan dini, maka ini tetap saja tidak mensejahterakan perempuan pada khususnya, dan masyarakat pada umunya. Jika banyak perempuan yang mengutamakan kerja, ini justru perempuan lari dari fitrahnya. Walaupun secara materi terpenuhi. Dilansir dari republika.co.id (04/01/2017) secara mental wanita karier lebih mudah mengalami stress akibat tekanan dalam pekerjaan, dan hal ini dibuktikan oleh studi ilmiah.

Selain itu, bagi yang dia berumah tangga, ini bagaikan duet maut. Meninggalkan anaknya bekerja. Maka anaknya akan tubuh tanpa belaian kasih sayang dan perawatan penuh dari seorang ibu. walaupun dititipkan atau di urus baby sitter misal, tetap beda dengan hasil jika ibunya langsung yang merawat anaknya. Datang bekerja pun tidak bisa bercengkerama lama dengan anak, karena beban-beban akibat bekerja menuntut istirahat segera, ditambah misal ada pekerjaan yang juga dibawa pulang ke rumah.

Baca Juga :  Indonesia Mantap Menuju Swasembada Pangan

Dalam Islam ini semuasudah dibahas dengan jelas dan rinci. Pernikahan sah-sah saja jika kedua mempelai masih muda pada kacamata Islam, asalkansecara fisik dan mental sudah siap. Islam juga betul-betul mendudukkan peran, fungsi, dan tanggung jawab perempuan pada yang seharusnya.

Istri sebagai ummu wa rabbatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga),yang sangatlah penting demi mencetak generasi hebat. Jangan kemudian diartikan, Islam mengekang wanita atau menghambat kesuksesan wanita, wanita dilarang di dalam wilayah publik, dilarang cerdas, ataupun dilarang bekerja misal. Tidak, tentu tidak. Islam membolehkan, tapi harus dengan panduan syara.

Masalah pendididkan hak semua orang, baik bagi laki-laki atau perempuan dan juga digratiskan oleh negara Daulah Islam atau Khilafah. Ketika perempuan nantinya juga akan menjadi ibu rumah tangga, bukan bermakna perempuan tidak perlu atau tidak harus cerdas. Tambahan, Khilafah nanti juga akan memenuhi kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan papan. Lalu, juga menjamin keamanan dan kesehatan.

Dalam ranah publik, contohnya seorang perempuan bisa dan memang wajib berdakwah ke tengah masyarakat. Kemudian bekerja, ini hukumnya mubah dalam Islam. Tapi tetap, prioritas adalah ‘karier’ di rumah alias menjadi seorang ibu dan pengatur rumah tangga karena itu merupakan kewajiban. Jangan sampai meninggalkan yang wajib untuk yang mubah.

Kesimpulannya, dalam Islam peran perempuan nantinya kelak ketika menikah sebagai ummu wa rabbatul bait, sangatlah muliauntuk mencetak generasi terbaik. Dan tak pernah dikatakan bahwa pernikahan akan menghambat kemajuan suatu negeri. Pengecualian dalam negeri Kapitalisme, ketika peran wanita justru cenderung ke rumah tangga akibat menikah, dianggap tidak produktif karena tidak bisa menghasilkan materi. Justru pernikahan dalam Islam akan menciptakan ketentraman bagi kehidupan masyarakatnya. Para muslimah kembali pada fitrahnya, berada pada garis yang sudah ditetapkan Allah Swt. Karena, jadi ibu rumah tangga itu adalah kewajiban yang diperintahkan-Nya agar para muslimah sukses dunia dan juga akhirat. Wallahu ’alam biashshawab.

Iklan
Iklan