Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
HEADLINE

“Ribuan Terpapar Covid-19 di Kalsel” Secara Matematis Keilmuan

×

“Ribuan Terpapar Covid-19 di Kalsel” Secara Matematis Keilmuan

Sebarkan artikel ini
1 1 klm dr dharma
dr IGB Dharma Putra

dr IBH Dharma Putra, sebut melihat model pertemuan manusia di Kalsel, satu orang jika keluar rumah rata-rata ketemu 18 sampai 20 orang dan jika 84 orang yang berkeliaran maka akan bertemu dan nularin 18–20 orang, perhitungannya sekitar 1.500 orang yang tertular juga.

BANJARBARU, KP – Kematian karena Covid-19 di Kalimantan Selatan (Kalsel) sudah terkonfirmasi dua orang.

Baca Koran

Jika dilihat dari matematis atau teoritis keilmuan jumlah Case Fatality Rate (CFR) atau angka kematian karena Covid-19 adalah 2 persen dari 100 persen.

Spesialis Epidiomology Kalsel, dr IGB Dharma Putra, menganalisai secara teoritis seharusnya ada 100 orang yang terpapar dan dua orang meninggal.

Dengan data saat ini baru 16 orang yang ditemukan.

Maka menurutnya secata perhitungan keilmuan masih ada 84 orang positif yang berkeliaran.

“Coba kita lihat model pertemuan manusia di Kalsel, satu orang jika keluar rumah rata-rata ketemu 18 sampai 20 orang. Jika 84 orang yang berkeliaran maka akan bertemu dan nularin 18–20 orang, perhitungannya sekitar 1.500 orang yang tertular juga,” katanya, Selasa (6/4).

Dibeberkannya, 1.500 yang berpotensi terpapar bisa ringan dan sembuh dan 1 persennya akan meninggal.

“Besok atau lusa 1.500 bertemu lagi antara 18–20 orang maka jumlahnya berlipat ganda lagi.

Begitu gawatnya daerah kita yang berada di luar rumah,” ujarnya.

Atas dasar itu ia mengajak seluruh masyarakat untuk tetap berada di rumah untuk memutus mata rantai penularan. Jika terpaksa keluar, ujarnya, gunakan masker dan sering cuci tangan.

Tidak dipungkiri Dharma, masih banyak orang yang terpaksa keluar rumah mencari nafkah, karena jika tidak keluar tidak ada pemasukan

Lantas bagaimana caranya agar orang mau tidak keluar rumah?.

Menurutnya perlu diberi bantuan sosial yang terkondisikan.

Ia menyarankan diberikan sembako yang cukup untuk 14 hari dengan aturan yang tegas.

“Jangan asal dikasih aja terus tidak ada aturan. Konsekuensinya misal jika sudah dibantu tapi tetap keluar rumah maka bantuannya dicabut atau akan didenda.

Perlu tindakah kondisional case transfer, bukan transfer begitu saja.

Mereka yang diberikan bantuan aman untuk hidup 14 hari sehingga tidak perlu lagi keluar rumah.

Jadi semua orang akan ada di rumah, maka penularan di rumah saja tidak kemana-mana, penyebaran bisa dikurangi. Jika demam segera diisolasi,” kata pria yang juga menjabat Direktur Utama Rumah Sakit Jiwa Daerah (Dirut RSJD) Sambang Lihum ini.

Ia juga menyebut, karantina atau isolasi harus melihat kondisi rumah.

Jika rumahnya memungkinkan maka isolasi tetap di rumah selama 14 hari.

Namun kalau rumah memung jika rumahnya tidak memenuhi syarat maka harus ditempatkan di tempat karantina khusus.

“Rumah misal kamar tidur satu, kamar mandi satu isinya 6 orang jelas tidak memenuhi syarat dijadikan tempat isolasi mandiri,” urainya.

Dimatakan Dharma, jika hal demikian sudah berjalan dengan baik maka pertahanan belakang yaitu rumah sakit tidak jebol.

Pertahanan awal adalah kesadaran masyarakat, jika pertahanan awal jebol maka pertahanan belakang membludak dan tidak bisa tertangani dengan baik.

“Sekarang pendekatan langsung rumah sakit, seolah-olah RS garda depan padahal harusnya garda belakang.

RS harusnya tidak terima pasien kalau garda depan tertangani dengan baik. Garda depan terapkan berdiam diri di rumah,” katanya.

Ia juga menyampaikan, penularan Covid-19 melalui mulut, hidung, dan mata.

Ia memastikan doplet tidak hidup di udara jika tidak ada bintik air baik air ludah maupun cairan hidung.

Ditanya bagaimana dengan pengidap Covid-19 tanpa gejala.

Dharma menerangkan hal demikian tidak bisa dikenali kecuali melalui uji swap. Biasanya hal itu terjadi terhadap anak-anak dan remaja.

Anak-anak kalau dibiarkan keluar mereka banyak yang sehat, supaya tidak bingung anak mana yang diperiksa maka harus di rumah saja.

“Yang tanpa gejala namanya asimtomatik carrier.

Ini yang susah karena terpapar tapi tanpa gejala, makanya paling aman di rumah saja,” imbaunya. (mns/K-2)

Baca Juga :  Mama Khas Banjar 'Memilih Mati'
Iklan
Iklan