Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan
Opini

Ancaman Besar di Balik PSBB

×

Ancaman Besar di Balik PSBB

Sebarkan artikel ini

Oleh : Mariana, S.Pd
Guru MI. Al Mujahidin II Banjarmasin

Saat ini beberapa kota di Indonesia, termasuk Banjarmasin memberlakukan PSBB. PSBB dianggap program pemerintah yang paling tepat untuk memutus rantai persebaran virus corona atau Covid-19 yang jumlah orang yang terinfeksi terus meningkat

Baca Koran

Dalam PSBB, sejumlah kegiatan dibatasi. Salah satunya adalah kegiatan perkantoran. Bagi perusahaan atau pelaku usaha yang bersikukuh beroperasi selama masa PSBB, dipastikan bakal mendapatkan sanksi. Hukuman tersebut tercantum dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Saksi terberat bagi pelanggar tertulis dalam Pasal 93 yaitu denda Rp 100 juta dan kurungan penjara selama satu tahun.

Seiring dengan semakin gencar-gencarnya strategi pemerintah dalam menanggulangi penyebaran virus corona Covid-19 yang masih mewabah hingga saat ini, istilah PSBB sepertinya juga sudah mulai familiar di telinga masyarakat Tanah Air. untuk dapat ditetapkan sebagai PSBB, maka suatu wilayah provinsi/kabupaten/kota harus memenuhi dua kriteria. yaitu pertama jumlah kasus atau kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan secara cepat ke beberapa wilayah. kriteria kedua adalah bahwa wilayah yang terdapat penyakit juga memiliki kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa yang terdapat di wilayah atau negara lain.

Dari kedua kriteria itulah pada nantinya Menkes dapat menentukan apakah wilayah atau daerah tersebut layak untuk diterapkan PSBB atau tidak. Tak hanya sekadar melarang, pemerintah juga menyiapkan sanksi tegas bagi masyarakat yang nekat melakukan perjalanan pulang ke kampung halaman, yakni berupa ancaman hukuman penjara selama satu tahun dan denda sebesar Rp100 juta.

Banjarmasin resmi menerapakan PSBB pada tanggal 24 April 2020. Walikota Banjarmasin sebelumnya menyampaikan bahwa persediaan pangan telah disiapkan, begitu pula peraturan lainnya untuk mendukung pelaksanaan PSBB. Namun, ada bahaya besar mengancam di balik pelaksanaan PSBB ini, yaitu pengangguran yang semakin bertambah dikarenakan banyaknya para pekerja yang di PHK. Aktivitas ekonomi terhenti dan masalah ekonomi akan muncul ke permukaan.

Di masa normal saja banyak yang miskin dan kelaparan apalagi dimasa pandemic Covid-19. Wabah corona ini akan membuat Negara miskin menjadi lebih miskin dan Negara kaya akan mengalami masalah yang serius.

Baca Juga :  Strategi Kendalikan Inflasi Dampak Kenaikan Harga Bahan Pokok

Para kepala daerah juga memiliki hak untuk mengajukan permohonan PSBB yang didasari oleh data kasus Covid-19 yang terjadi di daerahnya masing-masing. Apabila suatu wilayah telah disetujui oleh Menkes, maka PSBB akan diberlakukan selama masa inkubasi terpanjang, yaitu 14 hari. Namun, apabila setelah 14 hari tersebut masih terlihat adanya penyebaran, seperti ditemukannya kasus baru, maka masa PSBB akan diperpanjang selama 14 hari kedepan hingga kasus terakhir ditemukan.

Pandemi Covid-19 tidak hanya membuat warga khawatir akan virus yang belum ada vaksinya ini. Namun kebutuhan ekonomi yang terpuruk juga menjadi masalah dihampir disemua lapisan masyarakat. Hal inilah yang menyebabkan semakin banyaknya ditemukan orang miskin baru, nampak dibeberapa sisi jalan pemulung semakin bertambah.

Sebagai gambaran jaminan yang diberikan pemerintah, seperti 2,6 juta jiwa atau 1,2 juta KK di DKI yang mendapat bantuan perlindungan sosial berupa sembako Rp600.000/bulan selama 3 bulan. Karena itu agar beban negara makin ringan, Presiden meminta para pengusaha mempertahankan para pekerjanya. Demikianlah cerminan negara gagal. Gagal memenuhi kebutuhan kalangan terdampak Covid-19. Jangankan memenuhi seluruh kebutuhan primer, mencukupi sembako selama wabah saja tak akan sanggup. Sistem kapitalisme telah meminggirkan mereka dari peran sosial-ekonomi-politik hanya karena penghasilan mereka yang pas pasan, hanya cukup mengganjal perut.

Januari 2020 laporan Bank Dunia berjudul Aspiring Indonesia Expanding the Middle Clas menilai masyarakat Indonesia sudah keluar dari garis keturunan masih rentan untuk kembali miskin. Mereka mencapai 45% dari penduduk Indonesia atau sebanyak 115 juta orang. Jika pandemik ini berlangsung lebih lama maka jumlah pengganguran terbuka pada triwulan II-2020 mencapai 9,35 juta dan dipastikan akan menambah jumlah 24,7 juta penduduk miskin.

Pemerintah jelas makin mumet. Tanpa kondisi ini krisis saja, kinerja ekonomi rezim hari ini morat-marit, apalagi saat ini. Sekalipun Presiden mengeluarkan Perppu untuk menambah alokasi belanja APBN 2020 sebesar Rp110 triliun untuk jaring pengaman sosial melalui kartu sembako, kartu pekerja dan subsidi listrik. Karena tatanan kapitalisme mengaharamkan Negara untuk menanggung kebutuhan hidup seluruh warga sekalipun dalam kondisi krisis.

Baca Juga :  ARTI WAKTU

Pemerintah tidak mampu mencukupinya karena hajat hidup publik tidak berada di tangannya. Tetapi telah diserahkan sebagian atau keseluruhan pada swasta, untuk menjalankan privatisasi milik umum sebagai “amanah” lembaga rente dunia. Peran pemerintah hanya berhenti sebagai regulator: mengeluarkan peraturan dan memberi sanksi seadanya pada korporasi yang membisniskan hajat publik.Akibatnya, tidak hanya keuntungan penjualan minerba (mineral dan batubara, ed.) dan beragam SDA yang tidak pernah kembali ke rakyat –pemilik sah semua kekayaan negeri ini-, tetapi terkumpul pada rekening gendut bos-bos korporasi.

Hanya Islam lah satu satunya solusi atas kemiskinan dan pandemic covid-19 ini yang mana ketika Negara islam berdiri seorang Pemimpin selalu menyadari bahwa mereka itu di-bai’at rakyat untuk menjalankan perannya sebagai pemimpin yang bersedia melindungi dan mengayomi rakyat, tanpa memandang status rakyatnya. Bahkan Pemimpin meniscayakan rakyat untuk melakukan amar makruf nahi mungkar jika urusan mereka tak dipenuhi Pemimpin. Salah satu episode apik kekhilafahan Umar bin al-Khaththab mengisahkan seorang warga mengajukan protes ketika Khalifah terlihat mendapat bagian kain lebih panjang untuk postur beliau yang lebih tinggi. Kisah itu menjadi bukti bahwa sandang –kain dari Yaman- dibagikan untuk seluruh rakyat, termasuk Khalifah.

Justru dengan menanggung seluruh kebutuhan primer rakyat –termasuk pendidikan, kesehatan, keamanan, dan transportasi umum- dana negara tidak dibiarkan mengendap, tetapi digunakan sebesar-besarnya bagi kemaslahatan rakyat. Bukan seperti pemerintahan kapitalistik hari ini yang membuat dana negara mengendap atau diputar untuk menghidupkan ekonomi nonriil. Hanya dengan penerapan Islam secara Kaffah bisa terwujud akan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dan tidak ada lagi kemiskinan yang berkepanjangan dan adanya jaminan kesehatan. Wallahu ‘alam bishawab.

Iklan
Iklan