Oleh : Rahimullah
Alumni FISIP Universitas Lambung Mangkurat
Mahasiswa Pascasarjana FISIP Universitas Airlangga
Kartu pra kerja merupakan salah satu program andalan Presiden Joko Widodo yang ia dengungkan pada saat kampanye pemilihan presiden 2019 yang lalu.Saat kampanye, hampir setiap daerah yang dikunjungi Joko Widodo selalu memamerkan kartu pra kerja kepada masyarakat.
Dalam orasi kampanye tentang kartu pra kerja, Joko Widodo mengatakan “kalau belum dapat kerjaan, kartu itu juga akan memberikan kayak honor, kayak gaji. Lulusan sekolah menengah atas (SMA), sekolah menengah kejuruan (SMK), perguruan tinggi, hingga karyawan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) akan mendapatkan pelatihan dengan kartu pra kerja serta mendapat intensif honor”.
Kartu pra kerja yang ditawarkan waktu itu sebenarnya sudah menjadi polemik dan tidak sedikit kalangan yang mempertanyakannya. Karena menciptakan ketergantungan serta tidak sedikit anggaran yang dikeluarkan pemerintah. Sehingga terkesan tidak “masuk akal” program yang ditawarkan kepada masyarakat. Namun ada juga pihak yang mengapresiasi khususnya kalangan yang terdampak pada tawaran program tersebut.
Relevansinya di Tengah Pandemi Covid-19
Presiden Joko Widodo melalui konferensi videonya pada saat rapat terbatas bersama para menteri 7 April 2020 mengatakan kartu pra kerja dianggarkan sebesar 20 triliun rupiah serta penerima manfaatnya 5,6 juta orang terutama yang terkena PHK, pekerja informal, UMKM Yang terdampak Covid-19.
Penerima manfaat dari rilis prakerja.go.id tertulis anggaran sebesar Rp3,55 juta per orang, di bagi lagi anggaran itu untuk dana pelatihan sebesar Rp1 juta, sisanya insentif psca pelatihan Rp600 ribu per bulan selama empat bulan dan insentif surver kebekerjaan sebesar Rp50 ribu per survei untuk tiga kali survei totalnya menjadi Rp150 ribu.
Rencana pengimplementasian kartu pra kerja tersebut yang menuai polemik dikalangan masyarakat, yang diantaranya berkaitan dana pelatihan Rp1 juta per orang yang di jumlah secara keseluruhan jumlah 5,6 juta orang penerima manfaat menjadi Rp5,6 triliun. Anggaran sebesar itu tidak sedikit dan sangat berarti bagi masyarakat khususnya yang memerlukan bantuan kebutuhan pokok hidupnya akibat dampak dari Covid-19.
Lagi pula, pelatihan yang dianggarkan sebesar Rp5,6 triliun itu bekerja sama dengan 8 platform digital yang diantaranya Tokopedia, Bukalapak, Skill Academy by Ruangguru, MauBelajarApa, HarukaEdu, PijarMahir, Sekolah.mu dan Sisnaker.
Kedelapan platrorm digital itu yang ada diantaranya juga dimiliki salah satu staf khusus kepresidenan bertanggungjawab memberikan pelatihan. Pelatihan yang diberikan hanya dilakukan secara daring/online yang mirip dengan konten yang ada di Youtube dan bisa diakses secara gratis, sehingga sulit dihindari adanya kesan bagi-bagi “uang proyek” di tengah penderitaan rakyat.
Begitu juga pendaftaran kartu pra kerja dilakukan secara online, yang melakukan pendaftaran sesuai kriteria yang layak menerima manfaat pun belum tentu berhasil mendapatkan kartu pra keja. Bagaimana juga dengan masyarakat yang tidak mempunyai smartphone dan akses internet yang terbatas di daerahnya.
Kalaupun juga pendaftaran berhasil dilakukan dan mengikuti pelatihan, apakah ada jaminan setelah selesai pelaksanaan pelatihan bisa mendapatkan pekerjaan dan membangun usaha secara mandiri di saat situasi pandemi Covid-19 yang masih berlangsung.
Program kartu pra kerja yang dijalankan seharusnya memberikan transparansi, kesetaraan, adanya kemudahan akses serta berdampak nyata bagi masyarakat, apalagi di tengah situasi dampak dari Covid-19 yang dirasakan masyarakat.
Sekarang ini negeri yang sedang berduka akibat pandemi Covid-19 yang kian hari penyebarannya tak terbendung seyogyanya pemerintah lebih memprioritaskan anggaran dan lebih berfokus pada penanganan pencegahan Covid-19, alokasi bantuan tunai maupun kebutuhan pokok masyarakat khususnya yang sedang memerlukan uluran tangan dari pihak pemerintah untuk menunjang keberlangsungan hidupnya, serta akses internet bagi kalangan pelajar. Sehingga kebijakan kartu pra pekerja di tengah pandemi Covid-19 belum relevan untuk diimplementasikan di waktu sekarang.
Kalaupun program kartu pra kerja sudah di implementasikan kebijakannya dan tetap dilanjutkan oleh pihak pemerintah, sebaiknya program tersebut dikaji ulang kebijakannnya.