Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Banjarmasin

Kisruh Surat Pernyataan Penaganan CoVID-19 di Rumah Sakit Merebak

×

Kisruh Surat Pernyataan Penaganan CoVID-19 di Rumah Sakit Merebak

Sebarkan artikel ini
Hal 10 3 KLm Covid
SHOLAT JENAZAH – Ditengah pademi banyak warga khawatir karena semua pasien yang mau dirawat di rumah sakit baik itu memilki indikasi CoVID-19 atau tidak harus menandatangi surat pernyataan dan mereka setelah meninggal langsung menggunakan protak covid. (KP/Wawan)

Apakah semua pasien yang mau dirawat di rumah sakit baik itu memilki indikasi CoVID-19 atau tidak harus menandatangi surat pernyataan tersebut

BANJARMASIN, KP – MS (35) tak henti memikirkan nasib yang dialami pamannya. Menderita penyakit ganas, hingga akhirnya meninggal tanpa mendapat penanganan medis yang selayaknya.

Kalimantan Post

Kisah ini bermula pada Ramadhan lalu. Saat kabar penularan CoVID-19 atau virus corona sedang gempar-gemparnya di Banjarmasin. 

Paman MS saat itu dirujuk ke rumah sakit karena penyakit yang dideritanya. Meski penyakit tak mengarah ke CoVID-19, tapi protokol kesehatan harus tetap dilakukan. 

Rapid test pun beberpa kali dilakukan, namun hasilnya selalu menunjukan non reaktif. Maklum saja, sekali lagi, penyakitnya bukan mengarah ke CoVID-19. Hanya diabetes dan komplikasi. 

Selang beberapa waktu, kondisi paman MS memburuk, tepatnya pasca lebaran ia harus kembali dilarikan ke rumah sakik. Kali ini memang parah, dan harus menjalani perawatan intensif. 

Paman MS pun harus menjalani opname, tapi sebelum itu dilakukan pihak keluarga harus menandatangi surat pernyataan yang disodorkan oleh pihak runah sakit. Agar sang paman ditangani dengan protokol COVID-19.

Di situ salah seorang perawat meminta surat itu secara seksama. Khusunya di poin ketiga. “Poin ketiga, isinya ternyata jika meninggal, maka akan diterapkan protokol COVID-19,” ucap MS, Selasa (30/06/2020).

Pihak keluarga otomatis meneloak, karena sejak awal paman MS tak ada memiliki riwayat penyakit yang mengarah ke CoVID-19. Dan hasil rapid test yang sebelumnya dilakukan beberpa kali menyatakan non reaktif. “Karena hasil rapid test berkalai-kali non reaktif,” jelas MS.

Dengan berat hati, pihak keluarga akhirnya membatalkan niatnya Dan memilih membawa paman MS pulang kerumah. Hingga akhirnya pada Minggu (28/06/2020) di usia 60 tahun paman MS pun berpulang tanpa mendapat perawatan yang sewajarnya.

“Saya khawatir jika penanganan RS berlebihan seperti itu, masyarakat akan segan untuk datang,” imbuhnya MS.

Kisah keluarga surat pernyataan penanganan CoVID-19  ini juga dialami LG (48) warga Kapuas Kalimantan Tengah yang saat ini istrinya harus mendapat perawatan di rumah sakit Banjarmasin karena mengalami stroke. 

Namun berbeda dengan keluarga MS. LG mau tak mau harus menandatangani surat pernyataan itu agar sang istri bisa mendapat penangan medis.

“Kemarin juga ada tandatangai surat pernyataan itu. Kalau tak mau tanda tangan nggak boleh masuk. Jadi mau tidak mau ya ditandatangani,” ujar LG saat ditemui di rumah sakit tempat istrinya dirawat.

Namun sayang LG tak bisa menerangkan secara rinci isi surat yang disodorkan pihak rumah sakit. Namun yang jelas Ia juga mendapat informasi bahwa jika sang istri meninggal harus ditangani secara protokol CoVID-19.

“Waktu di rapid test memang reaktif. Tapi istri saya sakit karena terserang stroke. Dan saat ini sudah sembilan hari dirawat. Tak ada gejala demam, batuk, flu, atau sesak napas,” beber LG.

LG mengaku pihak rumah sakit memang sempat menunjukan hasil foto rontgen bagian paru-paru istrinya, dan disitu dikatakan ada plak. “Lalu katanya ada indikasi mengarah ke CoVID-19, ” jelas LG.

Lantas apakah semua pasien yang mau dirawat di rumah sakit baik itu memilki indikasi CoVID-19 atau tidak harus menandatangi surat pernyataan tersebut? 

Kepala Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin, Machli Riyadi dengan tegas mengatakan tidak demikian. Sebab ujarnya prosedur operasional standar rumah sakit terkait penanganan CoVID-19 sudah sangat jelas.

“Pasien yang terindikasi gejala CoVID-19 ditangani sesuai dengan protokol. Sementara pasien non COVID-19 juga mendapatkan penanganan sesuai penyakit yang diderita,” bebernya.

Di samping itu, Machli juga memberkan bahwa di rumah sakit ada dua formulir yang disediakan. Satu formulir untuk pasien yang bergejala CoVID-19, dan yang satu lagi untuk pasien umum. Hal ini berlaku di seluruh rumah sakit.

“Karena IGD yang disediakan tiap rumah sakit itu ada dua. IGD untuk CoVID-19 dan IGD umum. Tidak bisa dicampur adukkan keduanya. Formulir yang umum, ya sesuai penanganan secara umum. Tidak bisa dimasukkan ke penanganan CoVID-19,” jelasnya.

Dalam hal ini, Machli juga mengimbau agar masyarakat bisa mengontrol betul-betul surat pernyataan yang disodorkan apabila hendak memasukkan keluarga yang sedang sakit.

Dan apabila masyarakat tidak menerima pelayanan kesehatan yang tidak semestinya dari RS, maka masyarakat berhak menyampaikan pengaduan terhadap pelayanan tersebut.

“Mekanismenya, biasanya di tiap RS itu ada instalasi pengaduan masyarakat. Jadi memang prosesnya diselesaikan di internal RS dahulu. Kemudian, kalau tidak selesai maka dia bisa lapor ke dinas kesehatan untuk kami tindaklanjuti,” pesannya. (sah/K-3)

Baca Juga :  Antusiasme Tinggi, Peserta Sertifikasi Halal Banjarmasin Naik Tiga Kali Lipat
Iklan
Iklan