Banjarmasin, KP – Komisi II DPRD Kalsel menilai hutan merupakan modal pembangunan yang memiliki banyak manfaat bagi kehidupan dan penghidupan, terutama untuk ekologi, sosial budaya serta sosial ekonomi.
“Jadi hutan harus diurus dan dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat,” kata Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalsel, Hj Dewi Damayanti Said.
Hal tersebut diungkapkannya penjelasan pengantar Raperda tentang Pengelolaan Hutan di Kalsel yang merupakan inisiatif dewan pada paripurna, Kamis (6/8/2020), di Banjarmasin.
Menurut Hj Dewi, menjaga kelestarian hutan merupakan sebuah keharusan, karena hutan memiliki fungsi sebagai sistem untuk menyangga kehidupan, baik untuk saat ini maupun generasi mendatang.
“Inilah yang menyebabkan Komisi II berinisiatif untuk mengajukan Raperda tentang Pengelolaan Hutan,” tambah Hj Dewi, pada paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Kalsel, H Supian HK dan dihadiri Sekdaprov Kalsel, H Abdul Haris Makkie.
Selain itu, dalam rangka pengelolaan hutan untuk memperoleh manfaat yang optimal dari hutan dan kawasan hutan bagi kesejahteraan masyarakat, maka pada prinsipnya semua hutan dan kawasan hutan di Kalsel harus dikelola.
“Namun tetap memperhatikan sifat, karakteristik dan keutamaannya, serta tidak dibenarkan mengubah fungsi pokoknya yaitu fungsi lindung dan produksi yang menjadi kewenangan Pemprov,” jelasnya.
Berdasarkan data, Kalsel memiliki luas wilayah sekitar 3,7 juta hektare (ha) dan kini terbagi 13 kabupaten/kota itu terdapat kawasan hutan lebih kurang 1.779.982 ha.
Sementara data Badan Pusat Statistik (BPS) Kalsel sampai tahun 2019 lahan kritis tercatat seluas 286. 041,00 ha dan lahan sangat kritis 225. 552,80 ha.
Padahal Pemprov Kalsel di bawah kepemimpinan Gubernur H Sahbirin Noor melakukan berbagai upaya rehabilitasi hutan dan lahan secara ekstensif dan intensif. Namun pertambahan luas lahan kritis tetap berlangsung.
Dalam konteks pemantapan kawasan hutan, permasalahan yang dihadapi penggunaan lahan untuk pembangunan non kehutanan yang semakin meningkat, mengakibatkan perubahan tata ruang wilayah yang berimplikasi pada berubahnya kawasan hutan.
“Selain itu, terdapat perbedaan peta dasar yang digunakan oleh sektor-sektor terkait serta intensitas perambahan hutan masih relatif tinggi,” ujar politisi Partai Golkar. (lyn/KPO-1)