Data Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) piutang pajak itu diantaranya bersumber dari pajak reklame yang nilainya Rp 202 juta lebih perlu ditagih
BANJARMASIN, KP – Komisi II DPRD Kota Banjarmasu meminta agar Pemko untuk tetap melakukan penagihan terhadap wajib pajak yang belum memenuhi kewajibannya.
Menurut Ketua Komisi II DPRD Kota Banjarmasin HM Faisal Hariyadi mengatakan, upaya tersebut harus dilaksanakan dalam kerangka memenuhi target Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Dihubungi KP Minggu (9/8//2020), Faisal Hariyadi mengungkapkan, hingga saat ini wajib pajak yang belum memenuhi kewajibannya membayar pajak nilainya miliaran rupiah.
Data yang diungkap Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) saat rapat kerja dengan komisi II ujarnya, piutang pajak itu diantaranya bersumber dari pajak reklame yang nilainya Rp 202 juta lebih.
“Rincian piutang pajak reklame per 31 Desember 2019 ini sampai sekarang belum dibayar oleh 17 pemilik advertesing,” ujarnya.
Menurutnya, piutang pajak lainnya yang belum dibayarkan adalah, bersumber dari pajak parkir yang nilainya sebesar Rp 1,7 miliar.
Ia mengusulkan, upaya yang dilakukan Pemko Banjarmasin melalui dinas terkait salah satunya adalah bisa dilakukan dengan pendekatan persuasif.
“Jangan dulu ada kebijakan penghapusan pajak, sebab untuk pajak reklame bando yang bermasalah sebesar Rp622 juta, sudah dikembalikan Pemko ke pengusaha advertising masing-masing,” katanya.
Sebagaimana diketahui kata Faisal, uang itu tidak bisa masuk ke kas daerah Pemko Banjarmasin karena reklame bando itu sudah tidak memenuhi persyaratan perizinan atau izin sudah habis dan tidak diberikan perpanjangan lagi.
Lebih jauh ia mengemukakan , selain piutang pajak, tunggakan lainnya adalah terkait retribusi sewa kios/toko milik Pemko yang sempat membengkak hingga mencapai Rp 15 miliar. Tunggakan total sebesar itu sudah berlangsung selama kurun waktu dari tahun 2000.
” Terakhir tunggakan atau piutang retribusi ini khabarnya cukup siginifikan karena Pemko Banjarmasin dengan bekerjasama dengan pihak Kejaksaan dan Kepolisian beberapa waktu lalu melakukan penyegelan terhadap kios dan toko yang menunggak,” ujarnya.
Dijelaskan, APBD tahun anggaran 2020 ditetapkan sebesar Rp 1,7 miliar. Seluruh APBD itu bersumber dari penerimaan PAD yan awalnya ditargetkan sebesar Rp 367 miliar, namun karena pandemi virus corona (Covid-19) diturunkan menjadi Rp 250 miliar.
Selain PAD ujarnya, sumber penerimaan lainnya yaitu dari dana perimbangan yang ditargetkan Rp 1.070.439.346.000, sedangkan lain-lain pendapatan yang sah ditargetkan sebesar Rp 293.626.928.553.
Bahkan dalam postur APBD tahun anggaran 2020 ini lanjutnya, Belanja Daerah diproyeksikan Rp 2.066.777.302.763 atau mengalami defisit sekitar Rp 114 miliar. Meliputi Belanja Langsung dianggarkan sebesar Rp 1.363.527.198.749, sedangkan Belanja Tidak Langsung dianggarkan sebesar Rp 702.250.104.014.
Jika dihitung, maka proyeksi kebutuhan Belanja Langsung mencapai sekitar 65 persen dari total APBD tahun 2020 yang telah ditetapkan sebesar Rp 1, 7 triliun lebih ,
kata Faisal Hariyadi.
Menurut Faisal Hariyadi , untuk mengatasi menurunnya pendapatan khususnya dari transper dana dari pemerintah pusat itu, maka Pendapatan Asli Daerah harus terus diupayakan dan ditingkatkan secara optimal sesuai peluang serta potensi yang dimiliki.
” Seperti dalam menyikapi tunggakan atau piutang pajak dan retribusi yang belum dibayar oleh wajib pajak,” ujarnya.
Faisal Hariyadi mengakui, hingga kini belum ada sanksi dan tindakan tegas dari dinas terkait lainnya dalam menghadapi wajib pajak dan retribusi yang tidak memenuhi kewajibannya.
Kondisi ini tambah diperparah masih belum jelasnya data para penunggak pajak dan retribusi, sehingga dinas terkait tidak ada upaya dan kesulitan melakukan penagihan.
” Seperti piutang pajak reklame yang khabarnya, tidak bisa tertagih sejak 2012, karena wajib pajaknya atau perusahaan reklame bersangkutan sudah tidak diketahui lagi,” demikian kata Faisal Hariyadi. (nid/K-3)