Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Sekolah di Saat Wabah Makin Parah, Mungkinkah?

×

Sekolah di Saat Wabah Makin Parah, Mungkinkah?

Sebarkan artikel ini

Oleh : Normaliana, S. Pd
Pengajar di MTsN 2 HSU

Kebijakan pemerintah untuk menjalankan New Normal juga diikuti dengan rencana pelaksanaan tahun ajaran baru. Berdasarkan kalender akademik, Tahun Ajaran Baru 2020/2021 akan dimulai sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan seperti tahun sebelumnya yaitu pada pertengahan Juli 2020. Hal ini ditandai dengan adanya penerimaan peserta didik baru tahun 2020. Rencana membuka sekolah di wilayah dengan status zona hijau adalah salah satu kebijakan yang akan disiapkan pemerintah ditengah kondisi New Normal di saat korban pandemi masih belum benar-benar teratasi.

Baca Koran

Kemendikbud kini telah merancang panduan asismen yang berisi syarat dan mekanisme pembukaan sekolah di zona hijau. Pemerintah mengatakan asismen akan dilakukan secara ketat dan berorientasi pada keamanan dunia pendidikan. Pemerintah daerah harus betul-betul memastikan bahwa tidak ada kasus covid 19 diwilayah tersebut sebelum membuka sekolah. (Kompas.com 5/6).

Mekanisme dan syarat pembukaan sekolah di masa New Normal rencananya akan diumumkan pada pekan ini oleh Menteri pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim. Hanya sekolah yang di zona hijau yang dapat membuka sekolah dengan tatap muka, kapan diberlakukannya masih menunggu pengumuman Kemendikbud, ujar Plt Direktur Jendral PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Hamid Muhammad. (Kontan co.id, 4/6 2020).

Hamid juga mengaskan bahwa kembalinya siswa ke sekolah tetap dengan penerapan protokol keshatan yang ketat, jaga jarak, pakai masker jaga kebersihan, maksimal 15-18 siswa per kelas (Liputan 6.com).

Berdasarkan data Sekretariat Nasional Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) per 27 Mei menunjukan bahwa satuan pendidikan yang terdampak covid 19 sebanyak 646, sedangkan siswa yang terdampak mencapai 68.801.708 siswa yang melaksanakan kegiatan belajar. Dan sebanyak 30.8 % mengalami kendala belajar (SFH). Sejumlah pihak masih menunggu keputusan tegas dari Mendikbud terkait dengan kebijakan pendidikan yang belum ada kepastian. Satriawan Salim sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menagih janji Nadiem selaku pimpinan kementerian perihal keputusan pembukaan sekolah ditengah wabah covid 19 yang masih menjadi masalah. Apakah sekolah akan dibuka di zona hijau dengan protokol kesehatan? Atau perpanjangan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sampai desember? Atau bagaimana? ujar Satriawan melalui keterangn pers (Jum’at, 5/6 2020).

Sementara itu, ada beberapa daerah yang mengambil keputusan berbeda-beda. Misalnya, Pemerintah kota Bukit Tinggi Sumatra Barat mengatakan, rencana akan membuka sekolah pada pertengahan Juli dengan sejumlah ketentuan yang akan diberlakukan. Sedangkan Ridwan Kamil selaku Gubernur Jawa Barat telah mengatakan belum ada rencana pembukaan sekolah pada tahun ini.

Jika Mendikbud tidak segera mengambil sikap tegas, Satriawan pun menilai daerah akan terkesan jalan masing-masing.

Sejumlah persoalan lain dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) pun juga masih menjadi momok yang harus dipikirkan dan diberikan solusinya. Sejak diberlakukannya program belajar di rumah pada bulan Maret 2020 yang lalu, terlihat belum ada kesiapan sekolah secara sistemik, baik guru maupun perangkatnya yang membuat pembelajaran berlangsung nyaman dan menyenangkan. Akibatnya, banyak keluhan orang tua murid terhadap sekolah atau guru yang hanya melulu memberi tugas dan tugas yang terus menerus tanpa ada feedback dan evaluasi. Juga kurangnya ikatan emosional antara guru dengan murid karena tidak adanya bimbingan pembelajaran. 

Baca Juga :  DASAR KEBOHONGAN

Lalu, Bagaimana pula pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di tengah pandemi ini? Jika saja keputusan pembukaan sekolah benar-benar harus dijalankan, tentu saja para guru dan siswa akan semakin dilematis karena kekhawatiran akan keselamatan dirinya. Dalam hal ini, apakah Mendikbud bisa memastikan protokol kesehatan akan selalu dijalankan oleh para murid mulai tingkat PAUD hingga perguruan tinggi? Jangan sampai apa yang terjadi di negara-negara lain yang sudah terlebih dahulu memberlakukan sekolah new normal akan terjadi juga di Indonesia. Na’udzubillahi mindzalik.

Jika berkaca pada beberapa negara seperti Inggris, Finlandia, dan Korea Selatan yang juga terdampak pandemi, pembukaan sekolah dimulai setelah kasus positif Covid-19 menurun drastis bahkan sudah nol kasus. Namun ternyata masih ditemukan kasus baru penularan Covid-19 yang menyerang guru dan siswa. Inggris telah memberlakukan sekolah-sekolah di tengah New Normal. Sejak dibuka 1 Juni 2020 dan baru seminggu sudah teridentifikasi puluhan siswa yang dinyatakan positif Covid-19 baru, padahal mereka sudah menerapkan protokol kesehatan. Akhirnya, Inggrispun memutuskan untuk menutup kembali sekolah-sekolah.

Kasus covid 19 di Indonesia, sampai saat ini kurva belum melandai bahkan semakin hari semakin meninggi. Karenanya, sudah tepatkah rencana pemerintah membuka kembali sekolah-sekola di tengah wabah yang makin parah dan membuat gelisah? Mengingat masih tingginya angka kasus positif Covid-19 di Indonesia, bahkan paling tinggi se Asia untuk kasus Covid-19 pada anak-anak. Sebagaimana yang dirilis secara Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada 18 Mei 2020, bahwa tak kurang dari 584 anak dinyatakan positif mengidap Covid-19 dan 14 anak di antaranya meninggal dunia. Sementara itu, jumlah anak yang meninggal dunia dengan status pasien dalam pengawasan (PDP) Covid-19 berjumlah 129 orang dari 3.324 anak PDP tersebut (VoaIslam.com).

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti, meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Agama (Kemenag) untuk terus mengkaji langkah pembukaan sekolah pada Juli 2020 nanti. Hal ini dikhawatirkan akan mengancam kesehatan anak karena penyebaran virus Corona belum menurun. (Okezone.com)

Pemerintah disarankan untuk tetap menerapkan metode pembelajaran jarak jauh pada tahun ajaran baru. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Prof Unifah Rosyidi.

“PGRI meminta agar tahun ajaran baru dapat dimulai pada Juli 2020 tetapi dilaksanakan dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ) dalam bentuk daring, luring, dan campuran keduanya dengan mempertimbangkan beragam aspek,” ujar Unifah, Sabtu (6/6/2020).

Unifah juga meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berhati-hati dalam mengambil keputusan demi keselamatan para siswa dan guru. “Pemerintah juga perlu berhati-hati dalam penetapan zona, karena ada zona sekolahnya hijau namun zona tempat tinggal guru atau muridnya di zona merah,” ujar Unifah. Pemerintah juga diminta mempertimbangkan relokasi anggaran untuk penyediaan infrastruktur pendukung kegiatan belajar di sekolah yang aman dari penularan COVID-19.

Dari pihak sekolah pun tentu perlu persiapan yang sangat matang dengan protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Bagaimana faktor kebersihan sarana dan prasarana sekolah, bagaimana pengaturan rasio jumlah siswa per kelas dan segala prosedural lainnya. Jika tidak menyiapkan seluruh faktor pendukungnya, dan jika pemerintah tetap konsisten dengan kebijakannya dan masuk sekolah di tahun ajaran baru ini tetap dipaksakan tentunya sekolah akan menjadi mata rantai baru penularan Covid-19. Maka tidak mustahil penularan wabah akan semakin parah, karena sekolah akan berpotensi menjadi klaster baru pada peningkatan angka pasien positif Covid-19 dari kalangan anak-anak. Seharusnya kebijakan pemerintah mempertimbangkan keamanan dan keselamatan rakyatnya. Terlebih persoalan pendidikan  dan keselamatan generasi masa depan harapan bangsa karena wabah corona ini bukanlah perkara biasa. Karenanya, solusi masalah pandemi ini harus benar-benar solutif agar tidak semakin banyak lagi korban berjatuhan. 

Baca Juga :  Sebuah Seni dari Limbah Plastik untuk Jaga Bumi

Lalu, bagaimana dengan nasib anak-anak sebagai aset bangsa yang sangat berharga? Bila anak-anak harus dituntut untuk tetap masuk sekolah saat wabah, tentu tidak ada jaminan anak-anak akan selalu tertib memakai masker sepanjang waktu di sekolah dan disiplin mengganti maskernya tiap empat jam pemakaian atau setiap kotor dan basah, bagaimana anak menjaga kebersihan diri, bagaimana interaksinya dengan teman-teman dan para guru serta orang-orang yang ada di lingkungan sekolah? Padahal, sudah hampir 1000 anak terinfeksi Covid, baik karena tertular orang tua, keluarga atau lingkungannya. Jadi, Rencana tahun ajaran baru dengan sekolah New Normal akan menghadapi kerawanan. Sehingga kebijakan membuka kembali sekolah-sekolah di tengah wabah hanya akan menambah masalah karena secara tidak langsung kebijakan ini akan menjadi pertaruhan besar bagi keselamatan generasi.

Di sisi lain, dengan School From Home (SFH) anak-anak juga terancam bahaya amoralitas dan pemikiran. Pasalnya, SFH lewat stasiun televisi nasional, TVRI yang selama ini bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk menayangkan program “Belajar dari Rumah”, dengan Direktur Utama yang baru yang sebelumnya memiliki rekam jejak negatif, seorang kontributor majalah pria dewasa yang juga kolektor buku berhaluan sosialisme. Sehingga ide sosialisme juga turut mewarnai program pembelajaran SFH yang akan memudahkan propaganda ide-ide yang merusak pemikiran, bahkan akidah, anak-anak dan para generasi. Apa jadinya jika pihak kementerian melalui sekolah masih mengharuskan anak-anak mengikuti program SFH dari stasiun televisi tersebut? Inilah delima yang dihadapi anak-anak di era wabah.

Wacana membuka kembali sekolah-sekolah di tahun ajaran baru, sepertinya tak sepenuhnya mempertimbangkan dampak lanjutan. Negara terkesan begitu abai dengan penjagaan akidah dan target akhlaqul karimah para peserta didik yang harus tetap belajar di rumah selama pandemi lewat saluran TVRI.

Penguasa seakan lepas tangan dalam menghadapi pandemi, dan ini merupakan penghancuran generasi secara sistematis karena terakumulasinya berbagai informasi rusak dalam benak anak-anak negeri dari tayangan televisi selama SFH, sehingga yang tercipta hanyalah generasi yang amoral dan krisis akidah serta menjadi sampah peradaban. Dengan pemberlakuan PJJ pun pemerintah terkesan masih belum mampu memberikan fasilitas yang dibutuhkan untuk mempermudah proses pembelajaran secara daring.

Solusi pandemi Covid-19 saat ini sungguh sangat tidak solutif, karena menyelesaikan masalah dengan menambah masalah, jauh dari koridor tata laksana yang solid dan sistematis. Kondisi ini jelas menunjukkan bahwa penguasa tidak pernah serius untuk mengurusi rakyatnya. Sangat berbeda dengan konsep Islam dalam menyelesaikan masalah khususnya saat wabah.

Nabi Muhammad SAW diutus Allah SWT untuk menyampaikan risalah Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam dengan diterapkan aturan-aturan sang pencipta secara sempurna dalam sebuah negara adidaya “Khilafah”.

Iklan
Iklan