Dana tersebut digunakan sebagai uang transport Rp50 ribu/perhari serta uang makan Rp30 ribu/hari, serta uang pulsa Rp10 ribu/hari
BANJARMASIN, KP – Mantan Kepala SMPN 12 Banjarmasin Drs Hairan bersama bendahara BOS Agustina Wahidah, yang menjadi terdakwa perkara dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) mengakui perbuatannya dan menyesal dengan yang sudah dilakukannya.
Hal ini terungkap ketika kedua terdakwa saling bersaksi, pada sidang lanjutan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, Rabu (9/9/2020).
Hairan mengakui bersama bendahara menerima dana BOS pertriwulan. Kemudian ia selalu meminta dana untuk keperluan operasional selaku pimpinan dengan kisaran antara Rp15 sampai Rp20 juta per triwulannnya.
Dana tersebut digunakan sebagai uang transport Rp50 ribu/perhari serta uang makan Rp30 ribu/hari, serta uang pulsa Rp10 ribu/hari.
“Di samping itu sebagian uang tersebut diberikan untuk makanan bagi murid yang kurang mampu, karena murid tersebut dari rumah belum makan,’’ kata terdakwa Hairan.
Sementara terdakwa Agustina untuk mempertanggungjawabkan uang yang diambil Kepala Sekolah tersebut dibuatlah laporan rekayasa dengan membuat stempel perusahaan yang dipalsukan.
Sementara Hairan berdalih uang yang diambilnya tersebut tentunya pihak bendahara yang harus menyelesaikan pertanggungjawaaban tertulisnya, ia juga menyatakan telah berhasil mengembalikan duit yang dipakainya sebanyak Rp300 juta dari Rp500 juta lebih yang digunakannya.
Majelis hakim dipimpin Jamser Simanjuntak didampingi Fauzi dan A Gawi, memberikan kesempatan kepada JPU pada sidang mendatang untuk mempersiapkan tuntutannya.
Kedua terdakwa yang disidang secara terpisah tersebut didakwa sama, yakni sejak 2016-2018 tidak dapat mempertanggungjawabkan keuangan yang diterimanya.
Dalam dakwaannya JPU, keduanya dinilai menggunakan dana BOS serta tidak dapat pertanggungjawaban sesuai peruntukan sehingga terdapat unsur kerugian negara sekitar Rp500 juta lebih.
Kedua terdakwa dalam mengelola keuangan dana BOS di sekolah tersebut memang berdasarkan kesepakatan, tetapi dalam pengelolaan tidak sesuai kesepakatan baik oleh dewan guru maupun Komite Sekolah.
Keduanya didakwa melanggar pasal 2 jo pasal 18 UURI No 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah pada UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, untuk dakwaan primairnya.
Sedangkan dakwan subsidair kedua terdakwa melanggar pasal 3 jo pasal 18 UURI No 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah pada UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (hid/K-4)