Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan
Opini

Wudlu Menurut Pandangan Sufi
(Kajian Kitab Lathoifu At-Thoharoh Wa Asroru Assholah Karya Mbah Sholih Darat Assamarony)

×

Wudlu Menurut Pandangan Sufi<br>(Kajian Kitab Lathoifu At-Thoharoh Wa Asroru Assholah Karya Mbah Sholih Darat Assamarony)

Sebarkan artikel ini

Oleh : Mushofa
Khodim di PP Daarul Ishlah Assyafi’iyah Batu Meranti dan PCNU Tanah Bumbu

Wudlu adalah serangkaian ibadah yang menjadi pintu diperbolehkannya sholat, karena sholat membutuhkan suci dari hadats kecil, sedang wudlu adalah ibadah yang fungsinya secara syari’at adalah dapat menghilangkan hadats kecil. Allah tidak akan menerima sholat seseorang ketika ia berhadats sehingga berwudlu, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW : “Allah tidak akan menerima sholat salah satu diantara kalian ketika berhadts sehingga ia berwudlu”. (HR. Bukhori : 6954, HR. Muslim : 225)

Baca Koran

Wudlu dalam pandangan syariat itu akan sah jika pelakunya memenuhi syarat dan rukun yang telah ditetapkan. Namun akan berbeda dalam pandangan hakikat. Dalam pandangan hakikat wudlu itu tidak sekedar membasuh bagian-bagian tertentu yang telah diatur secara formal oleh syari’at namun ada nilai-nilai yang harus dipahami oleh muslim sehingga wudlunya bermakna yang nantinya akan membawa ke efek tidak cuma pada keafsahan wudlu dan sholatnya melainkan kepada kekhusu’an sholat, karena khusu’ adalah ruh dari sholat.

Dari sinilah saya ingin mengkaji wudlu dalam pandangan sufi, karena para sufi adalah orang-orang pilihan Allah yang memandang sesuatu tidak hanya secara dhohir melainkan jauh kedepan mereka memandang semua ibadah secara batin. Diantara kajian sekian ulama’ saya mencoba mengkaji kitab “Lathoifu At-Thoharoh Wa Asroru Assholah” karya ulama Nusantara yang menjadi gurunya ulama-ulama Indonesia, yaitu Syeikh Muhammad Sholih bin Umar Assamarany atau masyhur dengan sebutan Mbah Sholeh Darat Semarang. Beliau tulis kitab ini dengan aksara arab pegon dengan menggunakan bahasa jawa. Diantara ajaran beliau tentang wudlu dalam pandangan hakikat adalah sebagai berikut : 1. Basuhlah wajahmu dengan air thobat dan istighfar

Syeikh Sholih Darat berkata : “Hai mukmin tatkala kamu bangun dari naumul ghoflah (kelalaian kepada Allah yang diserupakan dengan tidur) dan bangun dari naumul furqoh (kelalaian kepada Allah yang diserupakan dengan perpisahan) karena hendak melaksanakan sholat maka basuhlah wajah kalian yang sudah terus-terusan menghadap dunia dan perhiasannya dengan menggunakan air thobat dan istighfar”.

Baca Juga :  KEJUJURAN YANG DIUJI

Berdasarkan penjelasan di atas Syeikh Sholih Darat mengajarkan kepada kita bahwa ketika kita wudlu membasuh wajah itu tidak semata-mata membersihkan wajah secara dhohir melainkan membersihkan dosa-dosa yang dominan dilakukan oleh wajah yaitu mengahdap dunia fana ini. Secara hakikat ketika kita sudah bisa membersihkan dosa-dosa wajah, maka saat sholat menghadap Allah SWT, tidak lagi memandang kelezatan dunia tetapi benar-benar yang dipandang adalah Dzat Yang Maha Agung maka diungkapkan sebuah doa dalam sholat : “Saya menghadap kepada Dzat yang menciptakan langit dan bumi dengan hati yang condong dan pasrah, dan saya bukan golongan orang-orang musyrik. Sesungguhnya sholatku, ibadahku, mati dan hidupku kuserahkan kepada Allah Tuhan semesta alam, tidak ada sekutu baginya, dan dengan itu aku diperintah (menyembahnya) dan aku adalah golongan orang-orang muslim”. (HR. Muslim : 771)

Ketika di dalam wudlu kita benar-benar bisa bertobat dari dosa-dosa wajah, maka bekas wudlu akan terpancar dari wajah dengan pancaran illahiyah baik dunia maupun di akhirat. Oleh karenanya para ulama mengajarkan doa ketika membasuh wajah. Sebagaimana doa yang diajarkan oleh Imam Nawawi dalam kitab Al-Adzkar halaman 24: “Ya Allah putihkanlah wajahku di hari dimana wajah-wajah menjadi putih dan menjadi hitam (maksudnya hari kiamat).

  1. Basuhlah tanganmu yang selalu kamu gunakan untuk berpegangan dan bergantung kepada makhluk dengan basuhan air thobat dan Istighfar.

Syeikh Sholih Darat berkata: “Dan basuhlah kedua tanganmu dari bekas berpegangan dan bergantung kepada makhluk yaitu juga dibasuh dengan air thobat dan istighfar”.

Syeikh Sholih Darat mengajarkan untuk berpegang dan bergantung kepada makhluk itu dosa. Memang benar dalam kenyataan kehidupan sehari-hari bergantung kepada makhluk, buktinya bergantung dengan uang, pekerjaan, jabatan, tabungan, ladang, toko, perusahaan, dan lain sebagainya. Maka ketika wudlu harus bertobat dan membersihkannya sehingga ketika sholat tidak lagi membawa urusan duniawi ke dalam sholat.

Baca Juga :  KELULUSAN DAN PERPISAHAN
  1. Usaplah kepalamu dengan dengan air tawadlu. Syeikh Sholih Darat berkata : “Dan usaplah kepalamu dengan air tawadlu’ kepada Tuhanmu maksudnya rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhanmu”.

Kepala adalah anggota badan yang letaknya paling tinggi. Sehingga banyak istilah di lingkungan kedudukan tinggi itu menggunakan kata kepala, seperti kepala desa, kepala sekolah, kepala daerah, kepala Negara dan lain sebagainya. Namun sejatinya tidak ada yang tinggi kecuali yang Maha Tinggi yaitu Allah SWT. Maka di sini Syeikh Sholih Darat mengajarkan di saat mengusap kepala, harus mempunyai niat membuang sifat-sifat kesombongan, karena akan menghadap dzat yang Maha Agung. Maka kalau wudlu benar, akan menjadi manusia yang tawadlu. Sebab manusia tidak akan bisa masuk surga jika di dalam dirinya masih ada kesombongan, sebagaimana mana Nabi SAW bersabda : “Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya ada kesombongan sebesar dzarroh (semut pudak)”. (Ibnu Mas’ud)

  1. Basuhlah kakimu dengan perbuatan yang terpuji. Syeikh Sholih Darat berkata: “Dan basuhlah kedua kakimu beserta kedua mata kakimu dari bekas watakmu yang berbangsa thin (lumpur; endut) dengan basuhan perbuatan terpuji”.

Sarana berjalan adalah kaki. Kaki bergerak sesuai dorongan hati pelakunya. Maka harus berusaha semaksimalkan mungkin mempunyai qobun salim, agar hati mampu mendorong kaki melangkah di atas jalan kebenaran, yaitu jalannya orang-orang yang yang diberi nikmat bukan jalannya orang-orang yang sesat. Sebagaimana Allah SWT berfirman : “Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”. (QS. Al-Fatihah : 6-7)

Maka para ulama’ mengajarkan doa membasuh kaki ketika wudlu sebagaimana diterangkan dalam kitab Al-Adzakar halaman 24 : “Ya Allah tetapkanlah telapak kakiku (pijakan jalanku) di atas jalan kebenaran”.

Iklan
Iklan