Perlahan, keberadaannya mulai tergantikan dengan munculnya teknologi baru, seperti kepingan compact disc (CD), Digital Video Disc (DVD), layanan streaming di internet yang menyajikan film-film baru, hingga hadirnya bioskop mewah.
BANJARMASIN, KP – Di era tahun 1980 hingga 1990an, merupakan masa keemasan bisnis cinema di Banjarmasin. Beberapa buah bioskop menjadi langganan masyarakat di kota Seribu Sungai sebagai pilihan hiburan keluarga kala itu.
Namun, perkembangan zaman tak bisa dihindari, kemajuan teknologi semakin tak terbendung, menggilas semua ruang dan waktu yang di laluinya.
Kemegahan bioskop-bioskop tersebut akhirnya harus kalah. Ada yang tinggal nama dan menjadi bangunan tua, hingga berganti fungsi menjadi gudang atau perkantoran.
Memasuki awal tahun 2000-an, eksistensi bioskop-bioskop rakyat tersebut mulai tergerus. Perlahan, keberadaannya mulai tergantikan dengan munculnya teknologi baru, seperti kepingan compact disc (CD), Digital Video Disc (DVD), layanan streaming di internet yang menyajikan film-film baru, hingga hadirnya bioskop mewah.
Salah satu bioskop yang dulu ramai didatangi warga, yakni Bioskop Cempaka, yang terletak di jalan Niaga, Banjarmasin Tengah. Ruangan bioskopnya terletak di lantai tiga, menyatu dengan pertokoan Cempaka Indah. Komplek pertokoan ini pun, dulunya menjadi pusat perdagangan dan bisnis yang ramai.
“Saat masih remaja, saya pernah beberapa kali nonton di Bioskop Cempaka. Harga tiketnya lumayan murah dan filmnya juga bagus-bagus,” kata Uzi (50), seorang pedagang di Pasar Blauran, kepada Kalimantan Post, Minggu (17/1).
Tak hanya itu, lanjut Uzi, di pertokoan Cempaka Indah yang menjual berbagai barang konveksi dan elektronik selalu ramai didatangi pembeli. Begitu pula saat malam hari, pedagang-pedagang yang berjualan di pasar malam Blauran selalu tak pernah sepi pembeli.
“Perputaran ekonomi saat itu sangat hidup, pengunjung banyak yang datang ke kawasan pertokoan dan bioskop Cempaka ini,” kenangnya.
Menurutnya, saat itu harga tiket hanya Rp 1.000. Namun, sekitar tahun 97-an, televisi mulai banyak menayangkan film-film. Alhasil, orang pun mulai jarang untuk menonton ke bioskop.
Sementara, Anang (55), yang dulu pernah menjaga di Bioskop Cempaka menceritakan, bioskop yang dibangun sekitar tahun 1950an ini selalu ramai. Orang yang datang menonton sangat banyak, karena tempatnya di kawasan Pasar.
“Penontonnya selalu banyak. Film yang diputar macam-macam. Awalnya, lebih banyak film-film India, kemudian terus menyusul jenis film lainnya. Seperti film Indonesia hingga film Barat (luar negeri; red).
Hanya saja, lanjut Anang, memasuki tahun 2000-an, jumlah penonton mulai mengalami penurunan yang cukup drastis, hingga akhirnya tak beroperasi lagi.
“Perkembangan teknologi telah menggeser zamannya bioskop kelas menengah ke bawah seperti Bioskop Cempaka ini,” ucap Anang.
Di Banjarmasin, saat ini bukan hanya bioskop Cempaka saja yang tinggal cerita, tapi ada juga bioskop Kamajaya di jalan Lambung Mangkurat, yang kini menjadi Kantor DPRD Provinsi Kalimantan Selatan.
Lalu, ada Bioskop Dewi di jalan Hasannudin HM, Bioskop Ria dan Bioskop Presiden di kawasan Pasar Sudimampir dan Bioskop Merdeka yang letaknya dekat Pasar Lama, Banjarmasin. (opq/K-1)