Oleh : MHD. Natsir
Dosen Jurusan PLS FIP UNP Padang
Sampai saat ini pembelajaran tatap muka belum sepenuhnya bisa dilaksanakan. Meskipun pemerintah sudah memberikan lampu hijau untuk pelaksanaan pembelajaran pada semester genap ini, namun melihat peningkatan jumlah pasien yang terpapar Covid-19, maka akhirnya hanya beberapa daerah saja yang betul-betul siap melaksanakan pembelajaran tatap muka. Kekhawatiran terhadap penyebaran Covid-19 begitu massif, sehingga cara aman adalah tetap belajar secara daring dan menunda pelaksanaan pembelajaran tatap muka.
Jika ditelisik pembelajaran daring yang sudah dijalankan belum sepenuhnya bisa menjawab kebutuhan belajar dari siswa. Evaluasi terhadap pelaksanaan pembelajaran daring terbukti belum efektif. Berbagai kendala ditemukan, baik itu dari segi materi, sumber belajar, maupun metode yang digunakan dalam pembelajaran. Bahkan ditemukan pembelajaran daring selama pandemi ini telah menimbulkan disparitas (kesenjangan) dalam dunia pendidikan. Hal ini terungkap dari temuan KPAI dalam diskusi di sebuah TV swasta yang mengungkapkan bahwa belajar daring sesi pertama telah menimbulkan disparitas antara yang kaya dan yang miskin.
Bagi si kaya, membeli kuota untuk belajar daring bukanlah masalah. Berbeda dengan si miskin yang harus berjuang untuk bisa membeli HP, dan membeli kuota yang terkadang tidak mencukupi untuk semua mata pelajaran yang dipelajari. Karena kuota yang dibeli sangatlah terbatas. Selanjutnya belajar daring juga telah menimbulkan disparitas antara mereka yang hidup di desa dan di perkotaan. Bagi yang tinggal di perkotaan seperti Jakarta dan ibu kota provinsi lainnya, belajar daring tidak menjadi masalah. Karena selain sudah terbiasa dengan teknologi digital, mereka juga dimudahkan dengan sinyal yang bagus. Kondisi ini tentu saja berbeda dengan mereka yang berada jauh di pelosok desa.
Disparitas tidak hanya terlihat pada peserta didik, tetapi juga pada orang tua. Orang tua dengan ekonomi terbatas, tidak bisa memenuhi kebutuhan belajar anak yang setiap hari harus belajar dengan internet. Keterbatasan ekonomi menjadikan orang tua hanya memberikan fasilitas seadanya kepada anak. Bantuan kuota yang diberikan pemerintah terkadang tidak begitu membantu, karena kartu kuota internet yang diberikan tidak memiliki sinyal di daerah setempat.
Lalu bagaimana dengan guru? Ternyata disparitas pun terjadi pada guru. Tidak semua guru yang siap untuk membelajarkan anak secara daring. Mereka menyiapkan materi ajar sekedarnya saja. Hanya untuk mencukupi terselenggaranya pembelajaran, bukan tercapainya tujuan belajar. Bukan mereka tidak mau, tetapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk membuat konten-konten yang dapat menarik minat belajar anak.
Namun ini tidak menjadi masalah bagi guru yang sudah siap menggunakan teknologi digital. Mereka begitu siap dengan perubahan cara belajar selama pandemi ini. Berbagai konten belajar disiapkan secara kreatif dan dapat dipahami dengan mudah oleh peserta didiknya. Karena bagi peserta didik, lebih mudah memahami apa yang disampaikan guru dari pada konten-konten youtube yang tidak ada kaitannya dengan materi belajar. Melalui sistem belajar daring guru dituntut untuk bisa menyesuaikan diri dengan memenuhi kebutuhan belajar dari peserta didik.
Apabila dulunya disparitas seringkali diasosiasikan dengan sekolah unggulan dan non unggulan. Tetapi pada pembelajaran daring saat ini, disparitas yang mungkin akan terjadi tidak pada lembaga tetapi lebih kepada individu pelaku dalam pendidikan. Baik itu gurunya, orang tua, dan anak yang sedang belajar.
Oleh sebab itu berbagai disparitas yang muncul dalam pembelajaran daring harus bisa dicegah. Karena sampai saat ini pembelajran daring masih menjadi pilihan yang tepat untuk mencegah penyebaran Covid-19 di lembaga pendidikan.
Ada beberapa catatan yang perlu dipertimbangkan untuk mencegah terjadinya disparitas dalam pendidikan selama pandemi ini. Pertama persoalan kesenjangan dalam dunia pendidikan disebabkan kondisi geografis bukanlah hal baru di negara kita. Karena mengefektifkan pembelajaran daring dengan memanfaatkan teknologi digital seharusnya kondisi geografis tidak menjadi masalah lagi. Perkembangan teknologi digital telah menghapus jarak, waktu dan tempat dari setiap peserta didik dalam menjalankan proses belajarnya. Mereka bisa melaksanakan proses belajar dari rumah dan mendapatkan berbagai materi interaktif lainnya secara daring.
Kedua, memberikan pendampingan pada orang tua dalam membelajarkan anak. Hal ini bisa dilakukan melalui komite sekolah atau kelompok lainnya yang mampu dan siap memberikan pelatihan. Karena dalam proses belajar daring saat ini, orang tua merupakan garda terdepan yang sangat menentukan berhasil atau tidaknya proses pembelajaran. Orang tualah yang setiap hari mendampingi dan memberikan arahan pada anak selama proses belajar di rumah. Sehingga dalam hal ini kesiapan orang tua dalam proses pembelajaran daring sangat diharapkan. Baik itu siap dalam memahami kegiatan pembelajaran maupun kesiapan mental. Tidak stress dan merasa tertekan dalam membelajarkan anaknya di rumah.
Ketiga, memberikan pelatihan kepada para guru mata pelajaran dalam membuat konten-konten pembelajaran yang interaktif. Sehingga meskipun belajar daring, anak masih merasakan kehadiran gurunya. Pelatihan ini penting, agar tidak ada lagi guru yang tidak siap dalam menyediakan materi belajar anak. Akhirnya mencari link-link youtube atau yang lainnya sebagai materi yang harus dipelajari anak. Hal ini sebenarnya hanya memecah konsentrasi anak dalam belajar. Karena link youtube yang diberikan guru menjadi salah satu alasan mereka untuk beralih dari materi yang harus dipelajari. Mereka malah menonton konten-konten yang tidak ada kaitannya dengan pelajaran.
Sebenarnya sesederhana apapun materi yang disiapkan oleh guru lebih berarti bagi anak dan lebih mengikat emosional anak dengan gurunya. Anak bisa merasakan kehadiran gurunya dan menambah motivasinya dalam belajar. Konten-konten materi pelajaran di link youtube atau yang lainnya seharusnya hanya sebagai pelengkap dari materi yang sudah disiapkan guru.
Keempat, meningkatkan kerjasama antara guru dan orang tua dalam membelajarkan anak. Karena saat ini guru dan orang tua tidak hanya sebagai mitra, tetapi lebih dari itu sudah menjadi tim yang harus selalu berbagi tentang perkembangan anak dalam memahami pelajarannya.
Semoga saja kita bisa mengambil hikmah dari pandemi ini. Sehingga keadaan ini tidak membuat kita hanya mengeluh, sebaliknya lebih kreatif dalam membelajarkan anak dan mampu mencegah kemungkinan terjadinya disparitas dalam pendidikan selama pandemi ini. Wallahu ‘alam bish shawab.