Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Ekonomi

Pakar Hukum : Tak Bisa IUP OP Perusahaan Tambang Disebut ‘Bodong’

×

Pakar Hukum : Tak Bisa IUP OP Perusahaan Tambang Disebut ‘Bodong’

Sebarkan artikel ini
20210329 171452 scaled

Banjarmasin, KP – Pemerintah daerah sangat mudah untuk melakukan pelacakan terhadap perizinan perusahaan tambang di Kalimantan Selatan. Sebab proses perizinan ada instrument publik yang melibatkan masyarakat dalam satu tahapan.

Baca Koran

“Saya kira tidak ada alasan pemerintah daerah tidak mengetahui sebuah perizinan, apalagi menyangkut persoalan Izin Usaha Pertambahan (IUP) Operasi Produksi (OP),” ujar Pakar Hukum Adminisrasi dan Hukum Lingkungan Fakultas Hukum (FH) Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Profesor Dr Hadin Muhjad, Senin (29/3/2021).


Hal tersebut disampaikan terkait adanya pernyataan ‘IUP Bodong‘ sejumlah pihak terhadap perusahaan tambang di Kalimantan Selatan.


Ia menegaskan, pemerintah daerah harusnya memiliki kewenangan dan pengawasan ketat dengan berkoordinasi terhadap pemerintah di atasnya seperti Pemkab Tanah Bumbu ke Pemprov Kalsel atau Pemkab Tanbu dan Pemprov Kalsel ke Pemerintah Pusat (Kementerian ESDM), dalam hal perizinan, seperti lingkungan.

“Ya, tidak mungkin lah ada kegiatan (pertambangan) di wilayahnya, namun pemerintah daerah tidak mengetahuinya. Artinya ada bagian tertentu yang bisa dimasuki oleh pemerintah daerah, walau persoalan pertambangan mengacu ke UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba),” tutur alumni Doktor Universitas Airlangga Surabaya ini.


Untuk Itu, Guru Besar Hukum ULM itu menegaskan, tak bisa IUP OP dikatakan ‘bodong’ mengingat semua instrument pemerintah terlibat.

“Yang berhak mengatakan IUP OP ‘bodong’ hanyalah pengadilan secara hukum pidana, sedang hukum administrasi bisa dikatakan cacat setelah dibuktikan kecacatannya di pengadilan,” ucap anggota Dewan Proper (Kelayakan Lingkungan) Kalsel ini.


Mengingat setiap sebutan ‘bodong’ atau dalam kapasitas dugaan, maka berdampak terhadap usaha artinya perusahaan tersebut terganggu usahanya. “Inti disebut dugaan ‘bodong’ pun teganggu usaha perusahaan tersebut,” tandasnya.

Baca Juga :  Komisi IX DPR-RI Dukung Sosialisasi Program BPJS Ketenagakerjaan Banjarmasin


Sementara itu, dosen FH ULM Dr Suprapto SH MH mengungkapkan, hukum administrasi dalam menyatakan suatu perizinan (KTUN) sah atau tidak merupakan wewenang tiga pihak.

“Yakni badan/pejabat yang menerbitkan KTUN, atasan pejabat yang menerbitkan KTUN dan PTUN,” sebut pakar hukum administrasi ini.


Sebab dalam hukum administrasi, tambah alumni doktor Universitas Brawijaya Malang ini, ada prinsip/asas praduga rechtmatin (vermoeden van rechtmatigheid, presumption iustea causa), asas ini menganggap setiap tindakan penguasa selalu harus dianggap rechtmatige (sesuai hukum) sampai ada pembatalan.

“Pembatalan atas izin hanya dapat dilakukan tiga pihak tadi,” katanya.


Prosedur yang tersedia bagi pihak yang dirugikan tehadap suatu KTUN sesuai hukum acara administrasi pasal 75-78 UU No 30/2014 yakni melalui upaya administrasi berupa pengajuan keberatan kepada pejabat yang membuat KTUN dan mengajukan banding administrative kepada atasan pejabat yang menerbitkan KTUN.

“Apabila ada perizinan termasuk perizinan pertambangan yang diduga tidak sah, maka hanya tiga pihak tersebut yang berwenang menyatakan tidak sah atau batal,” imbuhnya.


Karena itu, Suprapto memastikan selain ketiga pihak tersebut tidak berhak menyatakan suatu ijin tidak sah atau bodong.

“Bahkan, tidak dibenarkan menyebutkan identitas perusahaan secara lengkap karena masih berdasarkan dugaan. Hal itu dapat menimbulkan persoalan hukum lain. Dugaan mal administrasi diutamakan asas ultimum remedium yang mana upaya pidana merupakan jalur paling terakhir yang ditempuh ketika jalan lain, misalnya prosedur administrative sudah diupayakan,” tutupnya. (KPO-1)

Iklan
Iklan