Banjarmasin, KP – Kapolda Kalimantan Selatan, Irjen Pol Rikhwanto meminta Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) membuat narasi untuk mengkonter paham radikalisme dan intoleransi.
Hal ini disampaikan mantan Kadiv Humas Mabes Polri ini di ruang kerjanya saat menerima kunjungan audensi pengurus FKPT Kalsel, Rabu (7/4).
Menurutnya, banyak aspek yang menggambarkan makna jihad dengan ayat yang ditafsirkan salah, sehingga banyak pemahaman dengan mudah memberikan pengecapan kafir terhadap golongan-golongan yang tidak sepaham dengan mereka.
Disebutkannya, banyak narasi positif yang bisa mengkonter narasi radikal. “Dengan demikian, masyarakat semakin sadar bahwa ajaran agama yang benar mengajarkan nilai toleransi, kepedulian, kasih sayang dan kelembutan dengan sesama manusia,” katanya.
Disebutkan, Al Quran sendiri tidak pernah mendefinisikan konsep jihad hanya berperang secara fisik. Islam mengajarkan konsep jihad secara beragam, positif dan membawa kemaslahatan bagi umat. “Bikin narasi-narasi yang singkat untuk mengkonter dokrin bahwa pemerintah dikatakan thaghut,” katanya, tentu dengan konter bahasa atau kata berasal dari ilmu, logika dan iman.
Rikhwanto menyampaikan bagaimana FKPT Kalsel melakukan pencegahan yang paling tepat, mulai dari sosialisasi radikalisme, intoleren. “Lalu kenapa mereka mau jadi pengantin mati syahid, seperti apa kajiannnya,” paparnya.
Sementara itu, Ketua FKPT Kalsel, Aliansyah Mahadi mengatakan audensi ini untuk meningkatkan sinergisitas berbagai kegiatan dalam pencegahan terorisme. “Pencegahan terorisme tidak bisa ditangani satu instansi, tetapi harus keterlibatan semua pihak,” kata Didit, panggilan Ketua FKPT Kalsel.
Ditambahkannya, penyebaran gerakan radikalisme di tanah air, dengan berbagai cara atau propoganda-propoganda mereka lakukan untuk merekrut masyarakat, diantaranya melalui media sosial.
Oleh karena itu dibutuhkan kewaspadaan dini dari seluruh komponen anak bangsa untuk bersatu padu, baik umara (pemerintah), ulama/tokoh agama maupun warga masyarakat sendiri dalam menangkal setiap pergerakan atau propoganda-propoganda dari gerakan radikalisme tersebut.
Dengan mengenali berbagai ciri-ciri teroris khususnya yang bekerja di media sosial. Adapun salah satu cirinya yaitu suka menyalahkan aparat hukum bila terjadi tindakan terorisme.
Padahal aparat hukum adalah garda terdepan membendung tindakan teroris. Akan tetapi oleh para teroris media sosial, mereka memutarbalik keadaan. Teroris pengebom bunuh diri dianggap korban konspirasi, sedangkan aparatlah yang menjadi sutradaranya. (vin/K-3)