Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Space Iklan
Space Iklan
Iklan
Opini

Shalat Memperkokoh Pondasi Tiang Agama

×

Shalat Memperkokoh Pondasi Tiang Agama

Sebarkan artikel ini
Iklan

Oleh : Ismail Wahid
Dosen dan Pemerhati Masalah Keagamaan

Dalam berbagai kesempatan di hadapan para shahabat, Rasulullah SAW senantiasa mengingatkan agar selalu berusaha sekuat tenaga untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Ketakwaan adalah nilai sejati diri kita dihadapan Allah SWT. Jika ketakwaan seseorang rendah, maka rendah pula nilainya di hadapan Allah, sebaliknya, jika ketakwaannya tinggi, maka tinggi jualah maqam seseorang di hadapan Allah SWT.

Baca Koran

Dalam sebuah hadlts yang diriwayatkan at-Tlrmidzl, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seseorang hambo pada hari kiamat adalah shalatnya. Maka, jika shalatnya baik, sungguh ia telah beruntung dan berhasil. Dan jika shalatnya rusak, sungguh ia telah gagal dan merugi . . . “.

Amal yang pertama kali akan dihisab dan menjadi penentu dari amal yang lain adalah shalat. Jika shalat kita baik, insyaallah kita sudah aman. Jika shalat kita jelek, kita patut khawatir karena amal yang lain bakal sullt menyelamatkan. Shalat adalah tiang agama, apakah guna sebuah rumah dengan genteng yang bagus, namun tiangnya roboh.

Oleh karena itu, sebelum kita membanggakan sedekah yang jumlahnya jutaan

rupiah, sebelum kita membanggakan aksi-aksi sosial kita yang hebat, sebelum kita membanggakan betapa balknya kita kepada sesama, sebelum kita membanggakan kontribusi kita yang luar biasa untuk berdakwah bagi umat lslam, karena itulah maka marilah periksa shalat kita sudahkan sesuai dengan syarat dan rukunnya. Marilah cek atau evaluasi bagaimana tiang agama yang ditegakan, adakah telah tegak berdiri atau masih miring atau bahkan roboh.

Untuk memudahkan dalam mengecek kualitas shalat, al-Imam lbnul Qoyim al-Jauziah membuat beberapa level shalat manusia, mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi. Dalam kitabnya al-Wabilush Shoyld min Kalimat Thoyib. Beliau membuat chart atau grafik level kualitas shalat manusia. Ada lima level, secara ringkas sebagai berikut : Level pertama dan terendah, adalah shalat yang secara lahiriyah saja sangat kurang.

Baca Juga :  Kebijakan Populis, Hidup Rakyat Tetap Miris?

Wudhunya tidak sempurna, waktu shalatnya telat, pakaiannya tidak pantas, bahkan sering melihat, ada yang shalat menggunakan celana dan kaos ketat, hingga saat sujud pakaian dalamnya terlihat. Dari segi rukun shalat dan sunnah-sunnahnya juga amburadul, gerakannya yang sangat cepat dan tidak tumakninah dan mengabaikan sunnah-sunnah Rasulullah SAW dalam shalat. Adapun secara bathiniah tak perlu ditanya, shalatnya benar-benar kosong dari khusyuk dan ini level terendah. Adapun shalatnya yang masih belong-bolong alias sering meninggalkan shalat, levelnya sudah diambang batas kekufuran. Level ini di luar pembahasan.

Level kedua, shalat yang secara lahiriyah sudah baik, wujudnya, waktupelaksanaannya, pakaiannya, juga rukun dan gerakan-gerakannya. Sayangnya, pikirannya masih sering melayang. Prosentasi kekhusyukan sangatlah minim dan pikirannya lebih banyak teralih oleh urusan-urusan duniawi. Usaha untuk mengembalikan kekusyukan pun hingga kualitas shalat pun jatuh. Shalat empat rakaat, khusyunya hanya setengah rakaat. Shalat lima menit khusyuknya hanya ketika takbir dan beberapa saat menjelang salam.

Level ketiga, adalah shalat yang secara lahiriyah sudah baik. Secara bathiniyah, pikiran dan hati senantiasa berjuang untuk khusyuk. Selama shalat berlangsung, hati terus saja berperang melawan bisikan setan dan kelebatan-kelebatan urusan duniawi yang berusaha mencuri konsentrasi. Sesaat khusyuk, sesaat kemudian lalai, begitu terus hingga shalat selesai.

Level keempat, adalah shalat yang secara lahiriyah sempurna dan secara bathiniyah sudah khusyuk. Mulai dari takbir hingga salam, hatl dan piklran sukses menyelami bacaan shalat dan terus menjaga kekhusyukan, selama shalat hati dan jiwanya hanya kepada Allah, hilang segala urusan duniawi.

Level kelima, level tertinggi adalah shalat yang mampu membuat pelakunya serasa meletakan hati dan pikirannya di hadapan Allah yang Maha Agung. Hati secara benar-benar hadir menghadap Allah dan meninggalkan raga. Inilah level shalat para muttaqin dan siddiqin, semisal para shahabat Nabi. Maka jangan heran jika saat shalat, anak panah yang menancap di tubuh dicabutpun, mereka tidak merasa sakit. Ada hewan buas yang hendak menerkam pun, tubuh tetap bergeming, kokoh berdiri tanpa peduli.

Baca Juga :  Guru di Tengah Kompleksitas Persoalan Pendidikan dan Kualitas Generasi

Itulah lima level shalat menurut lbnul Qoyim al Jauziyah. Kemudian, Beliau berkata mengenai kelima level tersebut bahwa level pertama adalah mu’aqob, yaitu akan dikenai sanksi. Orang yang melaksanakan shalat tanpa menyempurnakan wiidhu dan abai terhadap segala aturan dan adab shalat, malah akan dijatuhi hukuman. Maka jangan tanya lagi yang shalatnya bolong bolong apalagi yang tidak shalat.

Level kedua muhasab, akan dihisap. Artinya, pelakunya akan ditanya secara detail mengenai shalatnya, mengapa blsa kosong dari kekhusyuan. Dan Rasulullah SAW bersabda, “Setiap yang dihisab akan diazab”. Sebab mustahil seseorang yang bisa lolos begitu saja dari dakwaan dakwaan detail mengenai amalnya, sementara yang menanyai adalah Dzat yang Maha Melihat dan yang mencatat dan menjadi saksi adalah malalkat yang selalu bersamanya.

Level ketiga, mukaffar. Artinya, kekhusyukannya dapat menutup kelalaiannya. Impas, tidak untung tidak rugi. Tidak berpahala tetapi kesalahannya tertutupi.

Level keempat, mutsabun ‘alaih, diberi pahala secara sempurna. Yaitu shalat yang khusyuknya sempurna dari awal takbir sampai akhir ia salam. Adapun yang terakhir adalah muqorrubun ilahi. Tidak hanya diganjar pahala, namun pelakunya juga akan didekatkan ke sisi Allah Ta’ala.

Dari sini kita menilai, maka di manakah maqom kita. Penilaian yang akurat adalah penilaian yang dilakukan dengan jujur dan tidak memanipulasi diri sendiri. Karena itu, marilah periksa dan teliti agar kita benar benar tahu diri tentang kualitas kita. Dimulai dari penyempurnaan lahiriyah seperti wudhu, waktu shalat, pakaian dan adab, juga dalam gerakan dan bacaan bacaan shalat kita, kemudian berusaha untuk memperbaiki kekhusyukan shalat.

Tidak bisa tidak, kita harus melakukan ini, karena seperti disebut di awal, bahwa shalat adalah amal penentu dan merupakan tiang agama. Jika shalat baik, baiklah seluruh amal ibadah dan jika rusak atau jelek, maka jelek pula seluruh amal.

Iklan
Iklan