Banjarmasin, KP – Setiap tahunnya, kasus kekerasan terhadap perempuan di Kota Banjarmasin terus mengalami peningkatan. Kondisi serupa juga terjadi pada kasus kekerasan terhadap anak.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Banjarmasin, Iwan Fitriadi membeberkan, per Juli 2021, sudah ada 55 laporan yang masuk ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Banjarmasin .
“Jumlah ini kemungkinan besar akan terus bertambah. Karena di tahun 2020 kemarin pihaknya hanya menangani 77 kasus dalam setahun,” ungkapnya saat ditemui awak media di lobi gedung Balai Kota, Jumat (23/07) siang.
Disamping itu. Kasus yang ditangani pihaknya tidak hanya dalam bentuk kekerasan fisik saja, namun juga kekerasan seksual yang dialami perempuan dan anak di Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan ini.
Kendati demikian, ia menyebut kondisi sekarang ini lumrah terjadi, baik di Banjarmasin maupun di daerah lain. Ditambah dengan keadaan yang serba sulit di masa pandemi saat ini.
“Jika dibandingkan dengan masa pandemi sekarang dengan sebelum pandemi, kasus kekerasanterhadap anak di seluruh indonesia terus meningkat.
Lantas apa yang menyebabkan kondisi ini sampai terjadi di Banjarmasin?
Terkait hal itu, Iwan masih menyebutkan alasan klasik, yakni faktor ekonomi yang menjadi penyebab meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Banjarmasin.
“Yaa seperti yang sudah diketahui, banyak orangtua yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi. Jadi faktor ekonomi ini yang dijadikan alasan oleh sebagian besar kasus yang kita tangani,” ujarnya.
Iwan mengibaratkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Banjarmasin ini seperti fenomena gunung es.
“Karena laporan yang masuk ke kita tidak menggambarkan kondisi sebenarnya. Misalnya yang masuk ke kita sekitar 10, yang terjadi di masyarakat bisa jauh lebih dari itu, tetapi tidak dilaporkan,” imbuhnya.
Hal tersebut terjadi karena kekerasan perempuan dan anak, baik fisik maupun seksual masih dianggap tabu dan malu untuk melaporkannya ke P2TP2A Kota Banjarmasin.
Itu sisi negatifnya. Tapi ada sisi positif, masyarakat makin percaya dan peduli dengan kesehatan anak saat laporan yang masuk ke kita semakin bertambah banyak,” ujarnya.
Disamping itu, Iwan mengklaim bahwa pihaknya sudah menyelesaikan seluruh laporan yang masuk, yang secara umum diselesaikan secara kekeluargaan dan hukum pidana.
“Kota tetap mengutamakan mediasi untuk penyelesaian. Tapi kalau tak bisa menemukan jalan keluar, otomatis kasusnya diambil alih penegak hukum,” ungkapnya.
Kemudian, Iwan juga mengaku ingin menghapus dua anggapan yang masih melekat kuat di masyarakat terkait kasus kekerasan perempuan dan anak ini.
Yani menghapus budaya enggan melapor jadi fokus P2TP2A saat ini. Karena tak dipungkiri masih banyak warga yang menganggap kasus kekerasan adalah sebuah aib keluarga.
Selain itu pihaknya juga ingin menghilangkan pola berpikir yang tak ingin mencampuri urusan orang lain ketika terjadi kekerasan.
“Misalnya ada tetangga yang sering memukul anaknya, tapi kita tidak ada rasa peduli karena dipandang sebagai aib keluarga. Itu anggapan yang harus kita hapus,” tuksnga.
Iwan berharap pandemi kali ini membuat perayaan Hari Anak Nasional lebih bermakna bagi setiap keluarga. Karena, semakin sering berkumpul di rumah karena ada pembatasan kegiatan, semakin paham dengan kebutuhan keluarga. Terutama anak.
“Untuk anak-anak kita harap jangan sampai lemah karena ada pembatasan untuk pembelajaran di sekolah, mereka harus tetap riang walaupun hanya bisa belajar di rumah,” harapnya. (Zak/K-3)