Banjarmasin, KP – Sungai Kuripan di Kota Banjarmasin terlihat mendangkal akibat adanya endapan lumpur berwarna kuning kecoklatan yang terjadi di aliran sungai tersebut.
Usut punya usut, endapan lumpur tersebut rupanya datang dari limbah pengolahan air baku PDAM Bandarmasih yang masuk ke aliran sungai pemukiman.
Tak mudah hidup berdampingan limbah lumpur pengolahan air PDAM Bandarmasih. Selain menahan bau, warga juga mengeruk sendiri limbah yang mencemari anak Sungai Kuripan, itu.
Salah satu warga kawasan Komplek Cempaka Putih RT 5, RW 1, Kelurahan Kebun Bunga, Kecamatan Banjarmasin Timur, Suhandi mengaku kondisi tersebut sudah terjadi bertahun-tahun.
“Ini sudah terjadi bertahun-tahun. Paling parah, ketika banjir yang melanda awal Januari tadi. Limbah lumpurnya jadi masuk ke rumah,” ucapnya saat dibincangi awak media di kediamannya, Kamis (22/7) siang.
Pria berusia 72 tahun itu membeberkan, akar masalah ada pada pembuangan limbah lumpur dari pengolahan air PDAM Bandarmasih.
“Pembuangannya tak terurus. Lumpur pun mengalir ke sungai ini,” keluhnya.
Dari kediaman Suhadi, saluran pembuangan limbah lumpur itu berjarak tak jauh dari kediamannya. Tepatnya, di RT 9. Dilihat dari atas, limbah lumpur langsung menuju ke anak Sungai Kuripan.
Menjadikan air sungai yang semula bening berwarna kekuning-kuningan.
“Bila masuk ke selokan kecil, mau tak mau kami keruk sendiri. Limbah lumpur, kami masukkan ke karung-karung ini,” jelasnya seraya menunjukkan deretan karung di pinggir jalan yang berisi limbah lumpur itu.
“Tiap pekan kami bersihkan. Kalau tidak, air selokan ini bisa jadi bertambah bau,” tambah mantan pegawai PDAM Bandarmasih, yang sudah pensiun tahun 2000 lalu, itu.
Hal senada diungkapkan Ketua Rukun Tetangga (RT) 9, Syarif Jalaluddin. Ia menceritakan endapan limbah lumpur pengolahan air PDAM Bandarmasih itu sudah terjadi lebih dari lima tahun terkhir.
“Sempat dilakukan pembersihan di beberapa kawasan. Tapi, itu dahulu. Dan selama lima tahun belakangan, tak ada lagi pembersihan yang dilakukan,” ungkapnya.
Menurutnya, satu-satunya cara penanganan terbaik adalah dilakukan pengerukan dan perbaikan saluran limbah lumpur PDAM Bandarmasih. Kalau tidak, maka endapan limbah lumpur bakal terus kembali terjadi dan semakin meninggi.
“Kalau banjir, ya imbasnya limbah lumpur itu masuk rumah warga lagi,” tekannya.
Di sisi lain. Ketua RT 5 di kawasan tersebut, H Majedi menjelaskan bahwa jauh sebelum ada limbah lumpur itu, air anak Sungai Kuripan itu bisa dipakai untuk mandi dan keperluan lainnya. Tapi kini tak bisa lagi.
“Bertahun-tahun warga mengeluh dan mengadu, tak kunjung digubris. Kami harap hal ini bisa segera diatasi,” tutupnya.
Dikonfirmasi terpisah. Direktur Utama PDAM Bandarmasih, melalui Senior Manajer Produksi dan Distribusi, Walino membantah bahwa pihaknya membuang dengan sengaja limbah lumpur sisa bahan baku pengolahan air, itu.
Ia mengatakan, bahwa endapan lumpur itu merupakan limpasan dari penampungan atau instalasi yang tersedia di PDAM Bandarmasih.
“Seiring dengan meningkatnya jumlah produksi, bak penampungnya jadi meluber. Penampungan itu sudah dua kali dibenahi. Tapi belum mampu menangani luberan,” jelasnya, didampingi Humas PDAM Bandarmasih.
Walino juga mengatakan, bahkan pihaknya tak ada niatan membuang sisa produksi itu. Karena untuk mengambil bahan baku saja, pihaknya sudah dikenakan pajak Rp10 per meter kubiknya.
Disamping itu. Humas PDAM Bandarmasih, Nor Wakhid mengklaim, bahwa sebenarnya tidak ada permasalahan pada sisa limbah lumpur itu.
Pasalnya, di PDAM Bandarmasih sendiri sudah ada instalasi pengolah untuk lumpur atau sisa air buangan.
“Seperti yang dikatakan tadi. Kalau kami turunkan jumlah produksi air bersih, yang teriak masyarakat juga. Sementara bila dinaikkan, luberan akan terjadi,” tekannya.
Ia pun mengklaim bahwa hampir dua jam sekali pihaknya membuang lumpur di instalasi itu memakai tangki.
Lantas bagaimana terkait penanganan limbah lumpur di sungai itu yang diklaim warga tak pernah terjadi. Atau hanya sebatas omongan pihak PDAM Bandarmasih belaka.
Terkait hal itu, Nor Wakhid langsung membantahnya. Pun demikian dengan tudingan bahwa limbah lumpur itu mengeluarkan bau tak sedap.
“Dalam lima tahun tak ada tindakan rasanya kurang tepat. Karena di tahun ini saja di bulan Juli ada pengerukan. Nanti, di bulan Desember juga kembali dilakukan. Lumpur itu juga tidak bau. Yang membuat bau karena ada sampah-sampah di sungai,” ucapnya.
“Kami juga ada dana CSR untuk kegiatan normalisasi sungai,” timpalnya.
Lebih jauh. Ia juga mengatakan bahwa pihaknya masih berharap adanya penyertaan modal. Yang dananya, bisa dipakai untuk pengadaan atau pembangunan teknologi pembersihan limbah lumpur itu.
“Teknologinya ada, cuma dananya yang tidak ada. Kalau tahun ini ada biayanya, maka kami bisa menambah lagi instalasi atau alat de counter sehingga mengurangi luberan dan terbuang ke sungai,” jelasnya.
Ditanya terkait berapa dana yang diperlukan untuk pembangunan hingga pengadaan instalasi itu, kembali ke Walino, ia menyebut setidaknya dana yang dibutuhkan mencapai Rp4 miliar.
“Kami juga mengajak warga agar bersahabat dengan alam. Agar bahan baku air kian bersih,” tutupnya. (Zak/KPO-1)