Iklan
Iklan
Iklan
OPINI

Intervensi Asing

×

Intervensi Asing

Sebarkan artikel ini

Oleh : Maryam, S.Pd
Pemerhati Sosial

Sebanyak 330 tentara AS dilaporkan tiba di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang pada Sabtu (24/7/2021). Mereka akan mengikuti latihan bersama TNI AD pada 1-14 Agustus 2021 di tiga daerah latihan tempur Baturaja, Amborawang dan Makalisung. (news.detik.com, 24/7/2021)

Android

Latihan ini disebut menjadi latihan terbesar dalam sejarah kerja sama antara TNI AD dengan tentara AS. Latihan ini akan diikuti oleh 2.246 personel TNI AD dan 2.246 personel tentara AD AS dengan materi latihan Staff Exercise, Medical Exercise dan Aviation.

Kedatangan tentara AS di masa pandemi mengundang banyak pertanyaan warga. Apalagi kedatangan mereka tepat di saat PPKM level IV masih diberlakukan, walaupun telah dipastikan semua menerapkan prokes.

Sebenarnya, Latihan gabungan TNI dengan tentara AS sudah beberapa kali dilakukan. Namun, menjadi kontroversi kala latihan ini dilakukan saat pandemi dan media massa mem-blow up dengan berlebihan. Pasalnya, pemerintah sedang kewalahan menanggulangi pandemi dan kini harus menjamu tamu dari luar.

Pakar Politik dan Dosen Hubungan Internasional, Budi Mulyana menyampaikan, setidaknya ada beberapa poin yang bisa dibahas mengenai hal tersebut, berdasarkan perspektif konstelasi perpolitikan internasional.

Pertama, latihan gabungan TNI AD dan AS lagi-lagi sedang menegaskan bahwa Indonesia merupakan sekutu dari AS, bahkan Indonesia disebut-sebut sebagai sekutu kuat AS di Asia Tenggara. Pada realitasnya, latihan gabungan ini tak pernah terjalin antara TNI dengan tentara Rusia atau dengan tentara Cina. Sehingga, dalam konstelasi global, Indonesia bisa dikatakan lebih dekat dengan AS daripada dengan Rusia dan Cina. Walaupun kerja sama Indonesia dengan kedua negara tersebut juga banyak. Seperti kerja sama ekonomi dengan Cina dan kerja sama pembelian alutsista dengan Rusia.

Kedua, adanya potensi bahaya terhadap pertahanan dan keamanan. Sebab, dengan adanya latihan di lapangan akan memberikan gambaran sejauh mana kondisi militer di Indonesia.

Ketiga, infiltrasi sosial atau adanya interaksi antara tentara akan menciptakan jalinan relasi. Akhirnya bukan sesuatu yang tidak mungkin jika ada oknum dari TNI yang menjadi perpanjangan tangan kepentingan AS, misal dalam bisnis pembelian alutsista.

Keempat, dalam konstelasi perpolitikan global, AS sebagai negara adidaya menjadi sponsor penuh terhadap pelatihan tersebut. Indonesia hanya menyediakan tempat dan sarana. Tentu tak akan ada makan siang yang gratis. Sponsor penuh yang diberikan AS pastilah menuntut imbalannya.

Walhasil, intervensi kebijakan pun sangat niscaya terjadi. Penguasa akan makin tak berdaulat terhadap kebijakan politik dalam dan luar negerinya. Kebijakan luar negeri misalnya, dengan menjadikan Indonesia sebagai “penjaga” kepentingan AS dalam konflik Laut Cina Selatan.

Sementara kebijakan dalam negeri terkait dengan kebijakan penanggulangan pandemi diarahkan sesuai dengan kepentingan asing. Sebut saja kebijakan new normal untuk menyelesaikan pandemi yang dulu digaungkan sebagai solusi penyelamatan ekonomi akibat adanya pandemi. Lalu meminta negara-negara berkembang untuk memberlakukannya di tengah wabah yang masih parah. Padahal, kebijakan tersebut semata untuk menyelamatkan ekonomi korporasi milik mereka.

Akhirnya, pascapemberlakuan kebijakan tersebut, kasus Covid-19 membludak dengan pesatnya. Ditambah kebijakan utang untuk membiayai penanggulangan pandemi yang makin menyetir kebijakan Indonesia.

Negara yang menerapkan Islam secara kafah, sangat berhati-hati dalam kebijakannya terkait dengan militer. Latihan militer tidak dilakukan bergabung bersama dengan negara asing, apalagi bersama negara-negara adidaya yang telah jelas memusuhi Islam dan kaum muslim. Pelatihannya berlangsung mandiri tanpa intervensi asing.

Pelatihan mandiri bukan berarti berlatih seadanya. Negara dalam Islam akan mengerahkan segala sumber daya untuk terlaksananya pelatihan operasional para tentara. Dalam pandangan Islam, militer adalah institusi pertahanan dan ketahanan yang penting dalam sebuah negara, sehingga keuangan Baitulmal—yang stabil dan kebijakannya yang bebas dari kepentingan asing—akan mampu mewujudkan pelatihan yang berkualitas.

Kedudukan militer adalah sangat penting. Bukan sekadar untuk melindungi warga saja, tetapi lebih dari itu, fungsi militer dalam Islam adalah untuk membela dan meninggikan kalimat Allah SWT agar syariat Islam terpelihara dan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Negara wajib mempersiapkan kekuatan pasukan militer dengan maksimal.

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”. (QS. Al Anfal : 60).

Dari ayat di atas, tampak jelas bahwa Allah SWT memerintahkan kepada kaum muslim untuk mempersiapkan dalam menghadapi musuh sampai taraf menggetarkan. Mulai dari pelatihan militer hingga segala perlengkapannya.

Ada beberapa keunggulan militer dalam Islam. Pertama, pelatihan maksimal dari diri para tentara akan menjadikannya sebagai pasukan yang tangguh. Motivasi ruhiyah adalah motivasi tertinggi untuk membangkitkan semangat jihad dalam dada-dada pasukan muslim. Dalam berlatih, tentara Allah SWT itu akan bersungguh-sungguh demi tercapainya kemenangan.

Kedua, pelatihan yang terus menerus akan mengantarkan kepada keahlian perang yang tinggi. Motivasi mereka bukanlah gaji yang besar, melainkan pahala besar yang Allah berikan pada hamba-Nya yang bersungguh-sungguh disertai ancaman bagi yang meninggalkannya.

Nabi SAW bersabda, “Barang siapa diajari memanah kemudian meninggalkannya maka dia tidak termasuk golonganku”.

Selain itu, untuk menggetarkan musuh, Negara dalam islam harus mampu menciptakan senjata yang mutakhir. Maka, sains dan teknologi Negara harus terdepan, bukannya terbelakang dan mengikuti arahan negara adidaya.

Begitu pun peran sentral negara sebagai pelindung umat. Pendanaan terhadap pasokan alutsista harus benar-benar diperhatikan. Demikian juga keamanan pasukan, baik saat berperang, misalnya dengan membuat baju perang yang memudahkan untuk bergerak, ringan namun tidak tembus pedang; maupun saat berlatih, negara harus memperhatikan keamanan tentara saat berlatih.

Wahai kaum muslim, ancaman intervensi asing di balik latihan gabungan telah nyata adanya. Sehingga, dibutuhkan segera suatu sistem pemerintahan kuat yang mampu membebaskan diri dari cengkeraman negara adidaya. Wallahu A’lam Bish Shawab.

Iklan
Iklan