Iklan
Iklan
Iklan
OPINI

Banjir dan Longsor Sering Terjadi, Ada Apa Ini?

×

Banjir dan Longsor Sering Terjadi, Ada Apa Ini?

Sebarkan artikel ini

Oleh : Nurhikmah J
Pemerhati Lingkungan

Penyebab banjir di Kalimantan Barat bukan hanya curah hujan tinggi. Tapi juga kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) serta maraknya konversi tutupan lahan.

Android

“Perubahan atau konversi lahan, menyebabkan jenis tutupan lahan berubah, hal ini juga merupakan salah satu penyebab terjadinya kerusakan daerah aliran sungai (DAS), sehingga hidrografi aliran pada DAS tersebut berubah menjadi tidak baik,” kata Ahli Teknik Sumber Daya Air Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Prof Dr Henny Herawati di Pontianak, Minggu (7/11).

Prof Henny mengatakan, faktor lain yang menyebabkan banjir adalah terjadinya konversi tutupan lahan seiring bertambahnya jumlah penduduk dan keinginan melakukan konversi lahan menjadi lahan budidaya.

Selain itu, faktor lain penyebab banjir juga dipengaruhi jenis tanah, tutupan lahan, dan pengolahan lahan. Dia menjelaskan, banjir adalah kondisi meluapnya muka air sungai akibat tingginya aliran sungai sehingga tidak mampu tertampung oleh penampang sungai yang ada.

Menurutnya, solusi yang harus dilakukan untuk mencegah banjir ini, harus adanya sinergi pemerintah, “stakeholder” serta masyarakat sekitarnya. Dalam hal ini, peran pemerintah dan “stakeholder” yang sigap mengatasi banjir sangat diharapkan, terutama sektor-sektor yang berwenang menangani masalah banjir.

“Harus adanya sinergi antar institusi baik Dinas Pekerjaan Umum, Kehutanan, Perkebunan, Pertanian, Lingkungan Hidup dan institusi lainnya, selain itu masyarakat harus tangguh untuk beradaptasi terhadap lingkungan,” ujar Prof Henny yang menyelesaikan gelar S2 di Institut Teknologi Bandung (ITB).

Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Garut, Nurdin Yana mengatakan bencana banjir bandang yang terjadi di wilayah Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Garut, Jawa Barat, salah satu pemicunya adalah kerusakan kawasan hutan. Dengan kondisi tersebut, menurutnya perlu dilakukan reboisasi.

“Ada penggundulan di situ (kawasan hutan), mau tidak mau harus dilakukan reboisasi, termasuk nanti penetapan tata letak betul, harus dengan kajian lingkungan. (bukan hanya di bagian hulu) sebetulnya di bawah juga ada yang rusak, akumulasi. Tapi poinnya adalah bagaimana kita menumbuhkan kembali (pohon tegakan), poinnya di situ,” kata Nurdin, Minggu (7/11).

Pangkal Penyebab Banjir dan Longsor

Banjir bandang dan tanah longsor menjadi bencana yang datang kala hujan bertandang. Sungguh memprihatinkan.

Padahal, hujan adalah rahmat yang Allah SWT turunkan bagi seluruh makhluk-Nya di muka bumi. Allah SWT berfirman, “Dialah (Allah) yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); dan kami turunkan dari langit air yang amat bersih, agar kami menghidupkan dengan air itu negeri (tanah) yang mati, agar kami member minum dengan air itu sebagian besar dari makhluk kami, binatang-binatang ternak dan manusia yang banyak”. (QS. Al Furqan : 48-49).

Deforestasi dengan mengalihfungsikan lahan hutan menjadi non hutan adalah satu dari sekian faktor penyebab bencana banjir bandang dan tanah longsor. Selain itu, ada faktor lain, Direktur Eksekutif WALHI Jabar Meiki Paendong menyampaikan bahwa banjir dan longsor di wilayah Bandung Raya adalah dampak pembangunan di kawasan Bandung Utara. (detik.news, 5/11/2021)

Pembangunan di kawasan Bandung Utara adalah pembangunan objek wisata, hunian mewah, dan perumahan kompleks. Juga kawasan komersial, seperti hotel dan apartemen yang terus terbangun. inilah faktor terbesar terjadinya banjir di kawasan cekungan Bandung. Ini juga yang menjadi salah satu penyebab ibu kota Jakarta selalu terkena banjir, yakni lantaran pembangunan kawasan di Bogor terus terjadi. Bahkan, saking buruknya drainase di perkotaan, banjir turut melanda Bandung Utara dan Bogor, padahal datarannya tinggi.

Hal tersebut karena tanah resapan telah menipis sehingga air yang seharusnya mengalir ke dataran rendah tercegat oleh bangunan-bangunan. Jadilah banjir dan longsor di mana-mana.

Tata Ruang Kapitalistik

Walhi mengatakan Pemerintah masih saja mengizinkan pembangunan di kawasan Bandung Utara, padahal para pakar telah membeberkan dampak buruknya bagi lingkungan. Apalagi dengan adanya Omnibus Law yang memberikan celah pembangunan tanpa adanya Amdal dan IMB, makin menambah risiko kerusakan lingkungan.

Sistem kerja korporatokrasi telah menjadikan poros kerja pemangku kebijakan pada terakomodasinya kepentingan pengusaha, bukan terselesaikannya urusan rakyatnya. Oleh karenanya, lobi pengusaha sering kali terdengar jelas daripada teriakan warga yang terdampak akibat pembangunan yang tidak bermanfaat buat mereka. Inilah pembangunan yang kapitalistik. Tata ruang bukan berdasarkan maslahat bagi rakyat, tetapi pada yang korporasi inginkan.

Kawasan Bandung Utara dan Bogor yang sejuk memang berpotensi besar mengundang para konglomerat untuk membeli hunian mewah di sana. Begitu pun alamnya yang indah, menjadi daya pikat para wisatawan dalam maupun luar negeri.

Sudah tentulah, hal demikian mengundang para investor sehingga para pebisnis kakap tidak akan melewatkan hal itu. Walaupun pembangunannya harus menggusur pemukiman warga, atau area persawahan dan perkebunan rakyat beralih fungsi, tidak menjadi soal selama cuan ada di sana. Oleh sebab itu, selain merusak lingkungan, pembangunan ala kapitalistik juga membuat manusia sengsara.

Pengaturan Islam tentang Pengelolaan Lingkungan

Berbeda secara diametral dengan sistem kapitalisme yang merusak lingkungan, sistem Islam justru sangat menjaga lingkungan karena itu merupakan tempat hidup manusia. Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya, dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya, rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS Al-A’raf: 56).

Oleh karenanya, pembangunan kawasan dan perlakuannya pada hutan akan mengikuti maslahat manusia kebanyakan, bukan segelintir elite yang memiliki kuasa dan harta. Syariat telah mengatur secara sangat terperinci mengenai hal tersebut. Misalnya, dengan mengategorikan kepemilikan hutan pada kepemilikan umum, sehingga tidak boleh ada yang menguasainya. Adapun negara hanya bertugas mengelola hutan dan mengembalikan kebermanfaatannya pada umat. “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput (hutan), air dan api”. (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Pemerintah tidak boleh memberikan hutan kepada swasta untuk menjadikannya perkebunan kelapa sawit. Hal ini karena selain hutan tidak boleh dimiliki swasta, alih fungsi lahan hutan secara besar-besaran pun bisa menyebabkan banjir.

Begitu pun negara, tidak boleh mengubah hutan menjadi perkebunan sawit walaupun hal tersebut mendatangkan devisa negara. Selain hal tersebut berpotensi menciptakan banjir dan longsor, negara telah memiliki sumber pemasukan yang melimpah dari fai, kharaj, dan kepemilikan umum lainnya, seperti tambang, gas, batu bara, dan lainnya yang semuanya tak boleh diprivatisasi.

Untuk Kesejahteraan

Pembangunan infrastruktur dan juga hunian adalah semata untuk kemaslahatan umat. Oleh karena itu, pembangunan akan memperhatikan daerah resapan, seperti kawasan utara Bandung dan bogor yang menjadi penyangga. Negara harus memiliki banyak pertimbangan ketika membuat hunian di sana. Tidak boleh ada pembangunan jika merusak lingkungan, walaupun mengundang banyak investor.

Pembangunan infrastruktur pun semata untuk kemaslahatan umat sehingga lahan perkebunan dan persawahan milik rakyat—sebagai sumber penghasilan—akan benar-benar terjaga. Jika harus membangun seperti rumah sakit atau sekolah, negara akan menggantinya dengan sepadan, tidak akan ada polemik pembebasan lahan yang marak terjadi saat ini. Negara akan sangat memperhatikan betul hak rakyatnya.

Sektor pariwisata pun demikian, pembangunannya semata untuk makin menunjukkan keagungan Allah SWT. Dengan melihat kemegahan ciptaan-Nya, keimanan umat akan makin bertambah. Pembangunan objek wisata juga tidak akan merusak alam karena keindahan alam bisa menjadi jalan agar dakwah Islam makin menghunjam di dada-dada kaum muslim.

Dengan demikian, kerusakan alam, baik itu deforestasi dan juga pembangunan ala kapitalistik yang menyebabkan bencana banjir bandang dan tanah longsor, hanya akan bisa terhenti ketika tata kelola negara ini berlandaskan pada Al-Qur’an dan Sunah. Walhasil, umat akan menemui kemuliaan dan kesejahteraannya. Wallahu a’lam

Iklan
Iklan