Oleh : Salasiah, S.Pd
Founder Rumah KeCe Ahmad
Darurat Banjir sudah dua kali menjadi status yang viral di Kalsel. Pada Januari 2021, kejutan di awal tahun belum terhapus dari ingatan, bencana banjir besar yang belum pernah terjadi selama 50 tahun telah menerjang Kalimantan Selatan yang menelan korban sebanyak 54.363 rumah dan 76.962 warga mengungsi.
Peringatan dari laman resmi BMKG (18/10/2021), Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati telah menyampaikan peringatan dini untuk mewaspadai datangnya La Nina menjelang akhir tahun setidaknya hingga Februari 2022, terutama di wilayah Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali hingga NTT, Kalimantan bagian selatan dan Sulawesi bagian selatan. Hal ini pun masih berlangsung. Masyarakat sedang merasakan kondisi banjir yang melanda sejumlah kawasan di provinsi Kalimantan Selatan.
Data terbaru Tagana Kalsel, lima kabupaten masih terendam banjir (apahabar.com,30/11/2021). Kawasan terparah adalah HST. Banjir merendam 5.892 rumah tingga. Merusak 89 fasilitas umum dan 6 jembatan putus. korban terdampak 6.918 KK, 16.045 jiwa dan 3.452 jiwa mengungsi.
Jika Pemprov mengklaim bahwa banjir disebabkan faktor La Nina sehingga air sungai meluap. Pegiat lingkungan di Kalsel, Berry Nahdian Furqan(mantan direktur Walhi Nasional), menilai La Nina hanyalah salah satu dari sederet faktor banjir yang menjadi alarm untuk Bumi Lambung Mangkurat, justru diperparah oleh kondisis DAS dan sub-DAS yang kritis.
Bahkan, munculnya fenomena La Nina atau perubahan iklim sendiri ternyata terkait dengan aktivitas manusia yang tidak terkendali. Diakui atau tidak, arus deforestasi dan alih fungsi lahan akibat pembangunan yang jor-joran di Indonesia terutama kawasan penyangga air terbilang sangat tinggi.
Sebab utama banjir yang merendam Kalsel setinggi 3-4 meter bukanlah banjir biasa. Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono menyebutnya sebagai darurat ruang dan darurat bencana ekologis. Kisworo mengatakan, sejak beberapa tahun terakhir, Kalsel mengalami degradasi lingkungan. Dari catatan Walhi, di provinsi tersebut terdapat 814 lubang milik 157 perusahaan tambang batu bara.
Sebagian lubang berstatus aktif, sebagian lain telah ditinggalkan tanpa reklamasi. Lebih lanjut, menurut Kisworo, dari 3,7 juta hektar total luas lahan di Kalsel, hampir 50 persen di antaranya sudah dikuasai oleh perusahaan tambang dan kelapa sawit. (Cnbcindonesia.com, 16/1/2021)
Pegunungan Meratus bagi Kalimantan Selatan diperjuangkan untuk dilindungi, meski upaya para cukong kapital terus berusaha untuk mengeksploitasinya. Meratus ibarat atap bagi masyarakat Kalsel. Saat atap itu dirusak lalu bocor, maka terjadilah bencana besar yang bisa menyapu seluruh wilayah Kalsel seperti banjir kali ini.
Ekosistem Meratus merupakan kawasan pegunungan yang membelah provinsi Kalimantan Selatan menjadi dua, membentang sepanjang ± 600 km² dari arah tenggara dan membelok ke arah utara hingga perbatasan Kalimantan Timur.
Daya rusak kapitalisme terhadap alam, manusia, dan kehidupan ini sudah sangat tinggi. Jika banjir Kalsel karena intensitas hujan tinggi, mengapa banji itu menenggelamkan hampir seluruh wilayah Kalimantan Selatan? Ini berarti bukan salah hujannya, tapi kesalahan ulah manusia yang mengeksploitasi alam secara ugal-ugalan. Habis manis sepah dibuang. Setelah puas mengeruk kekayaan alam, rakyat merana menanggung ulah mereka.
Pengalihan fungsi hutan menjadi lahan pertanian, perkebunan, dan pemukiman menjadi penyebab terjadinya banjir dan longsor. Ini terjadi disebabkan oleh sistem kapitalisme yang menjadi dalang dari segala kerusakan. Seharusnya, sumber daya alam diserahkan untuk dikelola oleh negara, tapi justru diberikan kepada para penguasa kapitalis yang sangat menjunjung tinggi keuntungan pribadi. Mereka terus mengeksploitasi hutan sebagai salah satu SDA tanpa memikirkan dampak bagi masyarakat. Korban jiwa dan kesengsaraan manusia disebabkan banjir akan terus dirasakan apabila sistem kapitalis tetap berlangsung. Sebab, sistem ini membuat manusia berpikir untuk menghalalkan segara cara dalam meraih keuntungan karena sistem ini menempatkan materi di atas segalanya.
Sejatinya, Allah telah memberi rahmat bagi negeri ini berupa kekayaan alam yang tak terhitung. Tidakkah kita menginginkan rahmat dan berkah itu berpadu dalam negeri ini? Allah berfirman, “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan”. (QS. Al A’raf : 96)
Bencana datang bersusulan seiring kezaliman terhadap alam yang kian menguat. Bukankah ini alarm keras untuk menghentikan segala kemaksiatan dan kezaliman akibat sistem sekuler kapitalis ini? Wallahu’alam bishshawab.