Banjarmasin, KP – Belum dibebaskannya tiga lahan bangunan di kawasan proyek Jembatan HKSN, membuat pembangunan jembatan tak bisa diselesaikan tahun ini.
Kendati demikian, Kepala Bidang Jembatan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Banjarmasin, Thomas Sigit Mugianto mengatakan bahwa pihaknya sudah mengantisipasi hal itu.
“Kami sudah merapatkan hal itu. Hasilnya, penyedia (kontraktor) diberi kesempatan selama 50 hari kalender. Terhitung sejak kontrak utama berakhir,” ungkapnya saat ditemui awak media di ruang kerjanya, Kamis (23/12) siang.
Ia membeberkan, kontrak utama pengerjaan proyek itu berakhir pada Kamis (23/12). Jika diberikan waktu selama 50 hari tambahan, maka artinya pengerjaan ditarget rampung pada tanggal 11 Februari 2022.
“Kemudian, kita berharap di bulan Maret 2022, hasil pembangunan sudah bisa dinikmati bersama,” targetnya.
Disinggung terkait progres pembangunan, pria dengan sapaan Sigit itu menjelaskan bahwa progres dari sisi Kuin Utara, pembangunan jembatan sudah mencapai 90 persen.
Sedangkan dari sisi Kuin Selatan, sudah mencapai 68 persen.
“Yang jelas, kami tetap pada koridor. Meski di sisi tiga lahan bangunan belum bisa kita kerjakan, kami masih bisa memprioritaskan pengerjaan di sisi lain,” ungkapnya.
Lebih jauh, Sigit menekankan, material pembangunan menurutnya sudah sangat siap dan cukup jumlahnya.
Menurutnya, ketika lahan sudah clear and clean, maka pengerjaan bisa langsung dilakukan.
Seperti diketahui, pengerjaan proyek Jembatan HKSN masih menyisakan polemik. Sejumlah warga menolak membebaskan lahan bangunan miliknya.
Alasannya, karena harga yang ditawarkan pemko dianggap terlalu murah.
Tak ingin pengerjaan proyek jembatan jadi terhambat, pemko pun menitipkan biaya ganti rugi (konsinyasi) di Pengadilan Negeri Banjarmasin.
Terlepas dari tiga lahan bangunan yang hingga kini masih berpolemik itu, di sisi lain, Dinas PUPR Kota Banjarmasin juga berencana membebaskan satu lahan bangunan lagi di kawasan pengerjaan proyek Jembatan HKSN.
Namun, bukan untuk keperluan pengerjaan proyek jembatan. Melainkan, lebih pada keperluan administrasi pelepasan hak tanah.
“Di tahap pertama pembebasan lahan, pemilik lahan sudah terdampak. Kalau bangunan milik warga yang memiliki sertifikat hak milik itu tidak sekalian dibebaskan, maka yang bersangkutan bakal mengalami kerugian karena dianggap hilang,” ungkap Thomas.
“Kami, sudah merapatkan ketetapannya. Besok si pemilik lahan bangunan itu kami undang untuk membicarakannya,” lanjutnya.
“Untuk besaran ganti rugi, sementara ini kami tidak mempunyai kewenangan untuk menginformasikan. Tapi nanti akan diinformasikan langsung ke pemilik lahan bangunan dan dimusyawarahkan,” tambahnya.
Lebih jauh Thomas menjelaskan bahwa pihaknya tetap mengedepankan proses sebagaimana aturan yang berlaku.
Bila nantinya musyawarah yang dilakukan ke pemilik lahan bangunan tidak menghasilkan kesepakatan, maka si pemilik bisa mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri dalam kurun waktu 14 hari.
“Kalau tidak ditempuh, seperti yang sudah dilakukan, uang ganti rugi akan dititipkan ke pengadilan,” pungkasnya. (Zak/KPO-1)