Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Pendidikan dan Pesona AIDS

×

Pendidikan dan Pesona AIDS

Sebarkan artikel ini

Oleh : Sala Nawari
Pendidik & Founder Rumah Kece

Data penularan HIV/AIDS yang terekam sepanjang, HIV mencapai 22.897 dan AIDS 1879 kasus. Generasi muda khususnya remaja yang terjerumus dalam seks bebas ternyata sungguh mengerikan. Hasil temuan FKM Unair pada tahun 1997 saja sudah menyebutkan bahwa pengidap AIDS terbanyak di kalangan remaja. Dari 100 responden remaja yang diteliti, FKM mendapatkan kesimpulan bahwa 22,9 persen remaja usia 15 hingga 19 tahun telah terkana virus HIV/AIDS. Sedangkan remaja usia 20 hingga 24 tahun yang tejangkit mencapai 77,1 persen.

Kalimantan Post

Diakui atau tidak penyakit ini berawal dari perilaku seksual yang menyimpang, akibat bergant-ganti pasangan seks, homoseks dan lisbianesme, disamping pengguaan narkotika dengan jarum suntik. Dengan kata lain penyakit ini muncul karena perilaku zina/pelacuran, seks bebas yang merajalela di masyarakat kita.

Kampanye tahunan anti AIDS di gelar untuk mewanti-wanti masyarakat cepatnya penyebaran wabah penyakit menular ini. bahkan pemerintah juga meratifikasi penanggulangan secara internasional. Langkah yang sudah dan sedang ditempuh pemerintah adalah kampanye penggunaan kondom (kondomisasi).

Kampanye dan sosialisasi pun dilakukan tidak hanya mengambil sasaran orang-orang dewasa dan tempat hiburan tetapi sudah sampai ke sekolah-sekolah. Ini menunjukkan bahwa remaja sudah menjadi sasaran empuk dari AIDS. Remaja adalah masa pemenuhan atas rasa penasaran, masa coba-coba, pencarian identitas dan gaya hidup, serta persahabatan.

Tidak bisa dipungkiri pergaul bebas sebagai corong AIDS sudah menjadi life style yang mengasyikkan bagi remaja. Peremuan berpakain minim, adegan mesum, konten porno dimajalah, koran, buku-buku, video, game, handphone, acara TV dan film, mewakili kehidupan remaja saat ini. Melalui internet, remaja mana saja bisa mengakses gambar-gambar panas. Serbuan fakta seksual yang membangkitkan syahwat, membuat hasrat seksual remaja pun menjadi tidak terbendung. Gaul bebas yang menjadi gaya hidup menuntut untuk bereovolusi menjadi free sex di tengah-tengah masyarakat yang individualis dan pengikisan aqidah yang terus melemah.

Baca Juga :  HAL YANG ABADI

Pendidikan mestinya menjadi tameng bagi remaja dalam menghadapi setiap permasalahan dan godaan pergaulan masa remaja. Hanya saja pola pikir masyarakat yang oportunis dan apatis membuat pendidikan sebagai hak anak hanya diserahkan sepenuhnya hanya di bangku sekolah. Sekolah diharapkan mampu mengawasi setiap gerak gerik dan perilaku anak. Sementara di sekolah sendiri satu guru terkadang membiming lebih dari dua puluh siswa dengan karakter dan sifat masing-masing anak.

Pendidikan dipasikan akan jika dasarnya dimuali dari rumah. Sejatinya orang tua, terutama ibu adalah pendidik pertama yang dikenal anak sebelum hadirnya seorang guru. Bukankah keseharian anak lebih banyak dihabiskan di dalam rumah dan lingkungan sekitar. Jika orang tua bisa menjadi sahabat dan pendamping yang dipercaya oleh anak, akan menjadi fiter yang akan melindungi mereka dari pengaruh negatif akses dunia maya yang akan membangkitkan rasa penasaran remaja terhadap syahwat yang menggoda.

Pendidikan seks dan kesehatan reproduksi bagi remaja yang dilakukan secara vulgar, hanya akan memberikan keyakinan bagi remaja bahwa mereka akan mampu melakukan hubungan seks secara sehat dan tidak beresiko, apalagi dengan mendorong para remaja untuk melakukan KB (KB pra merital) dengan suntikan anti hamil, dan yang sejenisnya. Sosialisasi yang dimaksudkan untuk mengurangi penularan penyakit menular HIV/AIDS hanya akan menjadi sebuah iklan bagi penyebarannya. Bahkan pesona AIDS semakin menghibur ketika sosialisasi dilakukan dengan ‘lomba’ pemasangan kondom.

Pendidikan karakter yang ditanamkan di rumah dan di kuatkan di sekolah, tidak akan menjadi hal yang berguna bagi anak jika masyarakat tidak ikut menjadi bagian dari pendidikan itu sendiri. Masyarakat haruslah menjadi kontrol sosial terhadap aksi perilaku yang bertentangan dengan norma baik dan buruk di masyarakat. Istlah “Jablai” yang ada adalah buah dari kontrol yang tidak dijalankan, sehingga remaja secara langsung ataupun tidak, disengaja atau tidak, bisa menjadi bagian dari lingkungan jablai itu sendiri.

Baca Juga :  Santun dan Sederhana

Pendidikan agama dengan porsi yang lebih banyak dan penguatan nilai spritual oleh orang tua dan masyarakat atas aturan Allah dengan nilai pahala dan dosa, diharapkan mampu menjadi tameng bagi remaja dalam pergaulan. Sanksi yang berat bagi pelaku zina dan pergaulan bebas jelas pasti akan menjaga generasi dari penyebaran virus HIV/AIDS yang menghancurkan masa depan bangsa.

Dalam hal sanksi, syariah Islam menetapkan dimana pelaku zina yang sudah menikah dihukum rajam dan yang belum menikah dikenai cambuk seratus kali dan diasingkan. Penanggulangan HIV/AIDS sangatlah jelas sejatinya dalam ideologi syariah Allah. Rehabilitasi dan penyembuhan yang sungguh-sungguh diupayakan terhadap bayi, anak-anak, dan mereka yang tertular tanpa sengaja. Jika demikian, anak SD bahkan bayi dan janin sekalipun akan terlindungi sepanjang generasi, dan HIV/AIDS akan dapat dijadikan nol persen. Wallahu’alam bishawab.

Iklan
Iklan