Dijelaskan Rusdi, PPI Banjaraya targetnya memcapai Rp850 juta disusul PPI Kintap Rp200 juta. Target PAD dari PPI Batulicin dan Kotabaru paling kecil, sebab aset 2 pelabuhan tersebut baru diserahkan pemerintah kabupaten setempat.
BANJARBARU, KP – 4 pelabuhan perikanan yang saat beroperasi di bawah kewenangan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kalsel menjadi salah satu penyumbang pendapatan asli daerah (PAD). Pendapatan dihimpun dari pengelolaan lahan dan fasilitas penunjang seperti kios atau warung.
Terdapat 4 Pelabuhan perikanan yang beroperasi di bawah kewenangan DKP Kalsel, yaitu Banjaraya, Kintap, Batulicin, dan Kotabaru. Dari empat pelabuhan tersebut UPT Pelabuhan Pelelangan Ikan (PPI) Banjaraya paling banyak ditarget PAD. Hal inipun diakui Kepala DKP Kalsel, Rusdi Hartono, Rabu (9/2).
“Pemprov Kalsel mempunyai 4 pelabuhan perikanan yang dikelola, yaitu PPI Banjaraya, PPI Kintap, PPI Batulicin, dan PPI kotabaru,” kata Rusdi.
Dijelaskan Rusdi, PPI Banjaraya targetnya memcapai Rp850 juta disusul PPI Kintap Rp200 juta. Target PAD dari PPI Batulicin dan Kotabaru paling kecil, sebab aset 2 pelabuhan tersebut baru diserahkan pemerintah kabupaten setempat.
“Target PPI Batulicin Rp100 jutaan, dan paling rendah PPI Kotabaru hanya Rp80 jutaan,” bebernya.
Menurut Rusdi, pengelolaan PPI Kotabaru belum sepenuhnya diserahkan ke provinsi sehingga belum bisa dimaksimalkan. Sebagian aset masih menjadi milik Pemkab Kotabaru. “PPI Batulicin mulai bisa kita maksimalkan, karena seluruh aset sudah diserahterimakan ke provinsi,” bebernya, seraya menambahkan dari 4 PPI baru Kotabaru yang berstatus badan layanan umum daerah (BLUD).
Ditanya lebih jauh darimana saja PAD PPI dihimpun, Rusdi menyebut bersumber dari sewa lahan, tambat labuh kapal, pass masuk, dan penyewaan kios atau fasilitas. Ia menyatakan kedepan setiap PPI diminta berinovasi meningkatkan pelayanan agar PAD semakin besar.
“PAD PPI Banjarbaraya lumayan lumayan besar, tidak hanya bergantung pada kapal saja tapi juga dari karcis masuk mobil, sewa kios, dan penyewaan lahan. PPI Batulicin juga lumayan karena seperti pasar jadi bisa memungut dari karcis masuk kendaraan, PPI Kotabaru yang saat ini hanya mengandalkan tambat labuh kapal saja,” urainya.
Belajar dari inovasi PPI Banjaraya, Rudi mendorong kerjasama dengan pelaku usaha. Di mana pada PPI Banjaraya pelaku usaha membangun sendiri mesin pembuat es. Pihak PPI hanya menyewakan lahan, sedangkan fasilitas bangunan murni dibiayai pelaku usaha.
Rusdi pun mengharapkan PPI lainnya mencontoh inovasi Banjaraya. “Dari penyewaan lahan itu pelaku usaha membayar Rp1,5 juta per bulan. Kontrak mereka 20 tahun, setelah 20 tahun bangunan menjadi milik kita,” ucapnya.
Jika hanya mengandalkan karcis masuk kurang lebih Rp2 ribu atau biaya sandar kapal Rp50 ribu per satu kali sandar maka sangat terbatas menambah PAD. Oleh karena itu Rusdi menarget ke depan semakin banyak inovasi terutama memanfaatkan lahan yang ada. “Masing-masing pelabuhan didorong mengembangkan diri dari lahan usaha. Bagi pelaku usaha mari sama sama berusaha di PPI,” ajak Rusdi. (mns/K-1)