Oleh : Radina Ulfah, S.Pd
Praktisi Pendidikan
Banjarmasin menjadi pilot project nasional bekerjasama dengan Kedutaan Besar Belanda untuk toleransi dan keberagaman. Banjarmasin dinilai serius dengan menginisiasi rancangan peraturan daerah (raperda) toleransi. Bahkan pada tanggal 31 Januari 2022 lalu, Sekretaris Kedua Kedubes Belanda untuk Indonesia, Joris Ramm datang ke Banjarmasin untuk mengapresiasi hal ini (beritabanjarmasin.com).
Diinisisasi oleh Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan (LK3) Banjarmasin berkolaborasi dengan The Asia Foundation (TAF) telah mendorong Perda Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) diajukan ke DPRD Banjarmasin.
“LK3 Banjarmasin berkolaborasi dengan TAF, telah mendorong Perda KBB ke DPRD Banjarmasin dan telah masuk ke tahap proglegda,” kata Abdani Solihin, selaku Direktur LK3 Banjarmasin (jejakrekam.com).
Rencana melahirkan Perda toleransi ini juga telah dikemukakan oleh DPRD Kalsel. Ketua Komisi I Bidang Hukum dan Pemerintahan DPRD Kalimantan Selatan, Dra.Hj. Rahmah Norlias melalui Juru bicara Setwan Kalsel mengatakan, Jatim telah memiliki Perda Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Toleransi Kehidupan Bermasyarakat.
Beliau menyatakan harapannya agar di Kalsel dapat memilik Perda serupa karena banyak mengatur tentang toleransi bermasyarakat, beragama, pengamalan pancasila dan juga merupakan payung hukum bagi Badan Kesbangpol dalam menjalankan tupoksinya (kalsel.antaranews.com).
Mengacu pada Indeks Kota Toleran (IKT) tahun 2020 yang dikeluarkan oleh SETARA institute ada empat atribut yang yang harus dimiliki Kota Toleran yaitu pertama, pemerintah kota memiliki regulasi yang kondusif bagi praktik dan promosi tolerasi, baik dalam bentuk perencanaan maupun pelaksanaan. Oleh sebab itu, penting bagi suatu kota untuk memiliki Perda toleran atau semisalnya untuk memenuhi poin pertama ini. Demikian juga kota diharapkan tidak memiliki kebijakan yang diskriminatif dan melanggar hak atas kebebasan beragama/berkeyakinan.
Menurut Komnas Perempuan, kebijakan diskriminatif itu diantaranya mengharuskan perempuan mengenakan jilbab, larangan keluar malam dan juga pembatasan terhadap kelompok-kelompok minoritas agama seperti Syiah, Ahmadiyah dan kelompok-kelompok lainnya (voaindonesia.com).
Kedua, pernyataan dan tindakan aparatur pemerintah kota tersebut kondusif bagi praktik dan promosi toleran. Pada poin ini diharapkan aparatur pemerintah tidak memahami toleransi secara keliru misalnya untuk menghormati bulan Ramadhan dengan menutup warung-warung makan pada siang hari.
Sebaliknya, sangat didukung upaya pemerintah yang terlihat dari tindakan nyata yang berdampak langsung pada toleransi. Sebagai contoh, tindakan Walikota Bekasi yang menerbitkan IMB salah satu gereja yang ditolak keras sebagian warga.
Ketiga, di kota tersebut, tingkat peristiwa dan tindakan pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan rendah atau tidak ada sama sekali.
Keempat, kota tersebut menunjukkan upaya yang cukup dalam tata kelola keberagaman identitas keberagaman warganya. Diantara yang tercakup dalam poin ini adalah mengakomodir kelompok penghayat kepercayaan dan agama lokal dalam sistem pendataan agama dan kepercayaan.
Mencermati keempat poin diatas, ide Perda toleran dan Kota Toleran tersebut sangat berkaitan erat dengan program moderasi yang akhir-akhir ini digaungkan pemerintah. Dimana moderasi beragama dipandang sebagai kunci terciptanya toleransi dan kerukunan.
Adapun moderasi beragama yang dianggap cerminan ummatan wasathan sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al baqarah ayat 143 diarahkan untuk menjadikan umat Islam Indonesia menjadi umat yang tidak berlebih-lebihan dalam beragama, menerima pluralisme, bersikap toleransi, mendukung demokrasi dan kebebasan (liberalisme) termasuk sekulerisme. Inilah profil umat Islam Indonesia yang diharapkan lahir dari moderasi beragama.
Sementara ulama ahli tafsir seperti Imam at-Thabari menjelaskan kata wasath artinya khiyar yakni yang terbaik dan pilihan. Maksudnya status sebagai umat terbaik itu tidak bisa dilepaskan dengan risalah Islam yang diberikan kepada mereka. Apabila umat Islam menerapkan Islam maka mereka akan menjadi umat terbaik.
Imam Ibnu katsir dalam menjelaskan makna wasath menyebutkan bahwa Allah SWT telah memberikan pengkhususan dan keistimewaan pada manusia berupa syariah (Islam) paling sempurna, tuntunan-tuntunan yang paling lurus, serta jalan-jalan yang paling jelas. Yang artinya, status mulia itu dapat disandang manakala mereka menjalankan dan mengemban risalah tersebut.
Dari sini jelas bahwa ada perbedaan makna wasathiah yang dipahami para ulama dengan yang dipakai dalam konteks moderasi beragama kekinian. Yang pasti, bagi masyarakat Banjar yang agamis, tentu merujuk kepada ulama lebih utama.
Selain itu, kita juga mesti mencermati bahaya yang mengancam aqidah generasi manakala ide toleran berbalut moderasi agama ini terus digencarkan. Keyakinan bahwa semua ajaran agama sama kebenarannya sesungguhnya adalah bahaya bagi eksistensi agama itu sendiri. Justru akan melahirkan generasi dengan split personality karena tidak memiliki pegangan hidup yang mantap.
Harapannya, dengan akan diberlakukannya Perda Toleran dan Kota Toleran, jangan sampai yang terjadi malah toleransi yang kebablasan. Aturan agama malah terpinggirkan. Kalah oleh alasan hak asasi manusia dan kebebasan.
Dalam Islam, toleransi itu sendiri sudah tercermin dalam ayat terakhir surah al kafirun, lakum diinukum waliyadiin, bagimu agamamu dan bagiku agamaku. Bagi umat muslim, ada kewajiban untuk terikat dengan seluruh syariah Islam. Dan pemerintah adalah pihak yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT kelak tentang pelaksanaan syariah kaffah tersebut.
Yang luar biasa adalah, Islam memiliki seperangkat aturan yang tidak khusus untuk muslim saja, tetapi juga meliputi seluruh manusia. Karena Islam adalah rahmatan lil ‘alamiin. Rahmat itu adalah mewujudkan maslahat dan menghindarkan mafsadat.
Dimana kebaikan yang dibayangkan manusia akan terwujud, seperti keadilan, kesejahteraan, ketenteraman, kedamaian, kesucian dan keberkahan. Sebaliknya, keburukan, ketidakadilan dan kerusakan akan terhindarkan.