Iklan
Iklan
Iklan
OPINI

LGBT Kian Dihargai, Negara Mulai Kehilangan Jati Diri

×

LGBT Kian Dihargai, Negara Mulai Kehilangan Jati Diri

Sebarkan artikel ini

Oleh : Siti Syahrida Hasanah, SM
Pemerhati Sosial dan Millenial

Persoalan LBGT (lesbian, gay, biseksual dan transgender) kembali hangat dibicarakan di indonesia, pasalnya dalam podcastDedy Corbuzier 1 minggu lalu bersama Ragil Mahardika dan Frederik Vollertyang diketahui adalah sepasang gayyang membahas tentang bagaimana kehidupan kaum LBGT di dunia. Hal ini menuai pro dan kontra karena seorang Dedy Corbuzier yang dikenal cerdas dan selektif dalam memilih bintang tamu serta memiliki subscriber youtube puluhan juta tidak sepantasnya mengundang seorang gay dan terlihat sangat open minded terhadap penyimpangan seksual ini.

Android

LGBT kian menjamur di Indonesia, beberapa tahun kebelakang media sosial dianggap menjadi wadah yang tepat untuk kaum LBGT menunjukkan dirinya, tidak lagi sembunyi-sembunyi, sebagian besar dari mereka dengan bangga dan terang-terangan mengaku sebagai seoranggay, lesbian, biseksual atau transgender serta menceritakan dengan jelas bagaimana kehidupan mereka sebagai LGBT. Sebut aja beberapa nama seperti Lucinta Luna, Millen Cyrus, Ragil Mahardika, Bubah Alfian dan beberapa publik figure lain yang kini semakin diterima masyarakat Indonesia dengan latar belakang penyimpangan seksualnya.

Jauh sebelum indonesia yang terkesan menerima kaum LGBT, dunia barat lebih dulu menerima, mengkampanyekan serta menggelontorkan dana yang tidak sedikit agar mereka semakin eksis, seperti dengan banyaknya kontes kecantikan transgender perempuan atau transpuan yang diikuti oleh waria perwakilan negara negara didunia. selain itu platform media sosial seperti Instagram, Facebook , tweeter hingga tiktok juga ikut mendukung LGBT, dengan membuat stiker bendera LGBT, mengatur algoritma konten konten LGBT hingga banyak dilihat, dan bentuk dukungan lainnya, sungguh miris.

Berlindung dibalik kata toleransi dan HAM, para pendukung kaum LGBT menyampaikan mengapa mereka harus diterima, kaum LGBT dianggap hanya berbeda pada orientasi seksual, tidak merugikan masyarakat dan tidak melakukan tindak kejahatan, sehingga masyarakat tidak seharusnya melakukan penolakan terhadapt LGBT. Pernyataan seperti ini membuat masyarakat terkecoh yang pada akhirnya bersikap antipati akan maraknya penyimpangan seksual, padahal dampaknya sangat besar pada generasi muda.

Tak hanya masyarakat yang termakan kampanye kaum LGBT, negara pun tidak mempunyai regulasi hukum yang jelas terkait hal ini, masih abu-abu. dalam hukum positif Indonesia belum mengatur secara eksplisit tentang LGBT, seperti KUHP dan Rancangan undang-undang KUHP Indonesia tidak melarang biseksual atau transeksual ataupun transgender, dan tidak menentukan hukuman bagi pelaku LGBT. pada pasal 492 RUU KUHP hanya melarang persetubuhan sejenis dibawah 18 tahun, hukumannya berupa penjara paling singkat 1 tahun, paling lama 7 tahun, namun pada pasal tersebut tidak menjelaskan bagaimana hukuman jika pelaku hubungan seksual sejenis berusia di atas 18 tahun, lagi lagi hal ini terhalang oleh hak asasi manusia (HAM).

Rancangan Undang-undang tindak pidana kekerasan seksual (RUU TPKS) yang baru saja di sahkan semakin melonggarkan regulasi yang sedari awal tidak jelas, pasalnya RUU TPKS yang menjadi payung hukum korban kekerasan seksual dinilai mengarah pada pelegalan LGBT, karena pada salah satu pasalnya mengatakan “yang termasuk kekerasan seksual ialah hinaan dan serangan terhadap hasrat seksual seseorang”, tidak dijelaskan lebih lanjut mengenai frasa hasrat seksual tersebut, apakah hasrat seksual secara normal (lawan jenis), apakah juga termasuk sejenis.

Penyelesaian LGBT, tidak akan teratasi dalam sistem liberalisme

Sistem liberalisme yang diagung-agungkan oleh masyarakat modern saat ini merupakan penyebab LGBT kian menjamur, dan sulit untuk dibendung. Mengapa liberalisme? karena pada sistem liberal, masyarakat diberikan kebebasan yang tidak terbatas khususnya dalam hal pergaulan, seperti yang dicontohkan oleh barat, yaitu tinggal serumah sebelum menikah, melakukan hubungan seks sebelum menikah, hingga berujung pada penyimpangan orientasi seksual, yaitu gay, lesbian hingga biseksual yang sudah dianggap hal yang wajar, tidak perlu diperdebatkan dan dipandang sebagai keberagaman.

LGBT tidak akan bisa diatasi jika regulasi hukum dan sosialnya masih mengacu pada sistem liberal, seperti RUU TPKS yang hanya menjadi payung semu bagi korban kekerasan, dan melupakan norma sosial dan agama yang juga harus dipertimbangkan.yang pada akhirnya hanya akan menutup satu masalah namun membuka celah 10 masalah baru

Solusi LGBT hanyalah Islam

Dalam Islam, penyimpangan orientasi seksual seperti LGBT diatur dengan jelas hukum dan penyelesaiannya. Syariat Islam telah memberikan solusi lengkap penyimpangan seksual dari tahap preventif hingga kuratif.

Tahap preventif, hubungan antara laki-laki dan perempuan telah diatur dalam islam yaitu, kegiatan mereka terpisah kecuali dalam 4 hal, pendidikan, muamalah, kesehatan dan peradilan, tidak berkhalwat dan ikhtilat, sehingga individu dan masyarakat muslim terjaga dari aktivitas pacaran hingga penyimpangan seksual.

Tahap Refresif, yaitu mereka yang melakukan zina dan penyimpangan seksual dihukum sesuai perbuatannya, bagi pezina dikenakan hukum razam atau cambuk dan bagi penyuka sesama jenis dihukum bunuh sesuai hadis riwayat Ahmad Dan Abu Daud “siapa saja yang menjumpai orang yang melakukan perbuaatan homo seperti kelakuan kaum luth maka bunuhlah pelaku dan objeknya”

Tahap kuratif, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah dan menjadikan kisah kaum sodom nabi luth sebagai pelajaran.

begitu lengkap pengaturan akan setiap permasalahan ummat dalam Islam, hanya sistem islam yang dapat menyelesaikan setiap permasalahan ummat sampai ke akarnya. Wallahu a’lam

Iklan
Iklan