Oleh : Dewi Ummu Aisyah
Pegiat Literasi
Aksi unjuk rasa mahasiswa kembali terjadi di bulan April kemaren. Di Kalimantan Selatan (Kalsel) aksi dilakukan pada Kamis (14/4/2022), dimulai dari halaman kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari, kemudian berlanjut ke titik aksi di depan Kantor DPRD Provinsi Kalsel, di Jalan Lambung Mangkurat Banjarmasin (jurnalkalimantan.com 14/04/2022).
Dalam aksi ini mahasiswa Kalsel mengajukan beberapa tuntutan yakni menolak penundaan pemilu dan wacana tiga periode Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, mendesak untuk menstabilkan dan menjaga kestabilan harga bahan pokok, mengusut tuntas mafia minyak goreng, mengevaluasi kinerja menteri, menyelesaikan konflik agraria, serta berkomitmen penuh untuk menunaikan janji-janji pada masa kampanye (jurnalkalimantan.com 14/04/2022).
Dari aksi ini diperoleh kesepakatan antara pihak peserta aksi dan perwakilan DPRD Kalsel, yakni akan diadakan sidang rakyat pada tanggal 20 April 2022 (jurnalkalimantan.com 14/04/2022). Namun pada 21 April 2022 mahasiswa Kalsel kembali mengadakan unjuk rasa, sebab mereka menilai dewan tak menepati janji dan malah mengundang mereka untuk beraudiensi (pojokbanua.com 21/04/2022).
Berbagai tuntutan memang tidak pernah surut di negeri demokrasi ini. Berbagai janji pun sering kali dengan mudah terlontar untuk menenangkan tuntutan tersebut, namun tidak jarang janji hanya sebatas janji tanpa bukti. Rakyat sudah sering sakit hati karena dikhianati.
Janji manis untuk solusi kenaikan harga misalnya, faktanya hingga saat ini harga minyak goreng kemasan masih sangat tinggi lebih dari Rp 20.000 per liter (Tribunnews.com 12/05/2022). Harga pangan yang masih naik sejak Ramadhan hingga sekarang, terlebih sejak ditetapkan kenaikan PPN menjadi 11 persen sejak awal April lalu.
Setiap persoalan dalam hidup haruslah diperbaiki dan dituntaskan dari akar agar tidak menimbulkan tuntutan atau persoalan baru. Pada kasus berbagai tuntutan atau persoalan yang dihadapi oleh negara kita saat ini adalah adanya kesalahan pada standar aturan hidup yang digunakan, yakni kapitalis sekuler.
Dalam standar ini, benar salah, baik buruk akan dinilai dengan cara pandang untung rugi. Karena itu tidak heran jika faktanya, banyak kebijakan justru berpihak pada mereka yang memiliki kuasa. Contohnya UU Cilaka Omnibus Law, UU IKN, meski ditentang rakyat tapi UU itu tetap disahkan, dan masih banyak fakta-fakta menyakitkan lainnya.
Dalam sistem kapitalis sekuler, agama akan dipisahkan dari kehidupan. Termasuk dalam hal kepemimpinan. Maka tidak heran, jika sikap melayani dengan tulus terhadap rakyat adalah hal yang langka bahkan mustahil ada di sistem ini. Sungguh jauh berbeda dengan sistem Islam.
Islam sebagai sistem shahih dari Allah Al Khaliq (Pencipta), Al Mudabbir (Pengatur) pasti memiliki aturan lengkap dan sempurna bagi kehidupan. Islam mengatur bahwa pemimpin adalah pelayan umat. Rasulullah saw. bersabda, “Pemimpin Negara adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus”. (HR al-Bukhari).
Individu dalam Islam termasuk pemimpin akan difahamkan bahwa jabatan adalah amanah dan akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah. Tidak akan berani mereka menyusahkan rakyat, terlebih Rasulullah saw. telah berdoa, “Ya Allah, siapa saja yang mengurusi urusan dari umatku, lalu ia membuat susah umatku, maka susahkanlah dia. Dan siapa saja yang mengurusi urusan dari umatku, lalu ia sayang pada umatku, maka sayangilah ia.” (HR. Muslim)
Ketika manusia biasa mendoakan hal buruk bagi kita, itu saja sudah cukup membuat kita khawatir. Lalu tidakkah hati para penguasa itu bergetar ketika doa berisi ancaman itu disampaikan langsung oleh Rasulullah SAW yang maksud?
Dalam hal ekonomi, Islam telah mengatur soal kepemilikan. Ada kepemilikan individu, umum dan negara. Haram bagi individu atau segelintir orang untuk menguasai harta yang merupakan milik umum seperti sumber daya alam yang jumlahnya berlimpah. Harta milik umum harus dikelola sendiri oleh negara, sehingga lapangan pekerjaan akan terbuka lebar dan hasil dari pengelolaan tersebut akan disalurkan kembali untuk rakyat.
Hal ini sangat berbeda dengan sistem kapitalis sekuler. Dimana individu kaya atau swasta bebas menguasai harta milik umum. Misalnya tambang batu bara, rakyat sering kali cuma kena imbas bencana alamnya. Di sistem ini, negara bersikap ibarat penjual dan pembeli pada rakyatnya. Bahkan tidak segan-segan dipalak dengan berbagai pungutan. Mau sampai kapan?
Sampai kita mengupayakan perubahan hakiki dengan solusi total bukan parsial, yakni solusi Islam. Bentuk individu bertakwa dengan terus mempelajari Islam secara keseluruhan, sebarkan ia pada masyarakat sekitar, dan wujudkan ia dalam segenap kehidupan termasuk pemerintahan. Maka rahmat bagi seluruh alam akan kita rasakan.
Allah SWT berfirman, “..Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri..”. (QS. Ar-Ra’d : 11)