Banjarmasin, KP – Baru-baru ini warga Banjarmasin tengah diramaikan dengan adanya salah seorang anak perempuan yang dikabarkan kabur dari rumahnya.
Bahkan si anak yang berusia 16 tahun tersebut dikabarkan pergi dari rumah untuk menginap di hotel, bersama sang pacar.
Namun setelah ditelusuri lebih dalam, siswi dari salah satu SMP Negeri di Banjarmasin itu bukan kabur. Ternyata dia pergi dari rumah akibat trauma dengan perlakuan kasar bibi yang selama dua tahun ini dialaminya.
Hal itu terungkap setelah Kalimantan Post berhasil menemukan lokasi keberadaan gadis yang kabur dari rumah ini. Tepatnya di kawasan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar.
“Saya sengaja kabur karena sudah tidak tahan lagi dengan perlakuan beliau (bibinya). Sering dikasari sampai dipukul, makanya saya lebih memilih kabur,” ungkapnya saat dibincangi di lokasi dia mengamankan diri.
Ia menceritakan, terakhir kali mendapat perlakuan kasar dari bibinya tersebut sekitar seminggu yang lalu hanya gara-gara melihat dirinya menggigit kuku.
“Katanya anak perempuan itu tidak bagus kukunya pendek, jadi harus dipanjangkan. Gara-gara hal sepele itu, bibi emosi, langsung tangan saya dipukul dan dicubit,” ujarnya menceritakan.
“Semua anak buahnya melihat saya diperlakukan seperti itu,” tambahnya.
Ia mengaku tidak hanya sekali ini saja perlakuan kasar tersebut ia alami. Pasalnya, selama dua tahun terakhir, perlakuan kasar yang ia alami ini terus terjadi.
“Paling parah yang membuat saya trauma itu dibanting, dipukuli sampai dicakar muka saya. Itu yang membuat saya lebih memilih kabur,” bebernya.
Selain itu, dia juga pernah mengalami perlakuan kasar seperti dilempar pakai helm, yang mengenai kepalanya.
“Pokoknya kalau beliau (bibi) marak, apapun benda di tangannya pasti di lempar,” imbuhnya.
Tidak hanya sampai disitu, rasa sakit hati terhadap bibinya tersebut juga dikarenakan informasi yang tersebar di media sosial yang menyebut dirinya kabur ke hotel bersama pacar.
“Saya juga kaget kenapa sampai sebegitunya membuat pengumuman. Itu mengada-ngada. Yang benar itu saya naik ojek dan kabur ke rumah keluarga angkat saya. Karena di sini (rumah keluarga angkatnya) saya merasa lebih aman dan nyaman dibanding di rumah bibi,” ungkapnya.
Kemudian, raport dan SKHU milik gadis yang baru menyelesaikan ujian akhir di salah satu SMP Negeri itu juga ditahan oleh bibinya. Tujuannya agar si anak mau kembali ke rumah.
“Saya tahunya dari guru di sekolah. Katanya raport dan SKHU saya sudah diambil sama bibi. Padahal saya belum ada tandatangan dan cap tiga jari,” imbuhnya.
“Keluarga yang lain juga tahu bagaimana kondisi saya selama diasuh oleh bibi. Makanya kemarin paman saya yang di Kelurahan Pelambuan terpaksa harus berdebat dengan bibi agar raport dan SKHU saya bisa diambil. Tapi beliau (bibi) tetap ngotot tidak mau ngasih,” bebernya lagi.
Benar saja, berdasarkan pengakuan si anak yang kabur ini, ia hidup di Banjarmasin hanya numpang di tempat bibinya yang berlokasi di Jalan Sutoyo S, Kecamatan Banjarmasin Barat.
Sedangkan orangtua kandungnya sudah lepas tangan. Ibu kandung entah kemana, ayah kandung iuga masa bodoh dengan nasibnya. Alhasil ia terpaksa ikut bibinya.
“Sebelum ikut bibi saya diasuh oleh orangtua angkat saya. Tapi sekarang mama (ibu angkat) kerja jadi TKI. Makanya saya terpaksa ikut bibi,” katanya.
Setelah kejadian ini, gadis belia yang sangat ingin melanjutkan pendidikannya ke salah satu SMK Negeri di Kabupaten Banjar itu mengaku sudah tidak ingin berurusan dengan bibinya.
“Saya sudah tahan lagi, sudah nyaman di tempat keluarga angkat. Tidak mau kembali ke sana,” tutupnya.
Beruntung kabar tersebut langsung direspon oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Banjarmasin.
Kepala DPPPA Banjarmasin, Madyan beserta jajaran UPT PPA Banjarmasin, langsung menuju lokasi tempat si anak mengamankan diri.
Menurut Madyan, hal pertama yang harus dilakukan pihaknya adalah menyelamatkan nasib si anak terlebih dahulu. Hal itu dikarenakan usianya yang masih masuk usia sekolah.
“Karena mau melanjutkan sekolah, kita fasilitasi untuk melanjutkan sekolah,” tuturnya.
Namun, karena dalam kasus ini ada indikasi kekerasan, maka pihaknya akan kembali melakukan asesmen lebih lanjut untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya.
“Apakah nanti perlu tenaga psikolog atau lainnya untuk menghilangkan trauma pada si anak ini,” ucap Madyan.
“Mungkin karena kejadian kekerasan yang dialaminya ini masih baru, untuk sementara yang bersangkutan masih trauma,” tambahnya.
“Makanya nanti perlu kami adakan mediasi antara si anak dan bibinya yang disebut berbuat kasar tadi,” pungkasnya.
Lantas, apa ada rencana menggandeng Unit PPA dari Polresta Banjarmasin? Mengingat dalam kasus ini ada pengakuan anak yang merasa trauma akibat perlakuan kasar bibi yang mengasuhnya.
Terkait hal itu Madyan mengaku jika perlu bisa saja. tapi kalau sudah cukup di dinas saja,
“Tapi kalau misalnya deadlock dikita, misalnya ada keinginan dari anak tadi untuk melanjutkan sekolah, tapi segala berkas ditahan oleh bibi nya, baru akan minta bantuan PPA dari Polres,” tandasnya. (kin/K-4)