Banjarmasin, KP – Statement Arteria Dahlan yang menyebut Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina ingkar dan membangkang terhadap sumpah janji yang diucapkan pada saat dilantik langsung ditanggapi oleh pihak Pemerintah Kota (Pemko) Banjarmasin.
Kuasa dari Wali Kota Banjarmasin, Lukman Fadlun pun menepis pernyataan dari Arteria Dahlan yang saat itu bertindak sebagai kuasa dari DPR RI dalam sidang tersebut.
Lukman menerangkan, langkah yang diambil Pemko dalam hal ini Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina melakukan permohonan atau gugatan judicial review bukan termasuk sebagai sebuah sikap pembangkangan.
Karena itu, ia menegaskan bahwa yang dipersoalkan bukanlah UU nya, namun proses atau tata cara lahirnya UU Nomor 8 Tahun 2022 tentang Provinsi Kalsel yang dinilainya tidak sesuai dengan koridor hukum.
“Untuk itulah Pemko Banjarmasin ingin meluruskan cara berkehidupan bernegara, sesuai dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan, dimana ada tatacaranya, seperti harus ada perencanaan, pembahasan, penyusunan dan sebagainya. Jadi bukan membangkang tapi untuk meluruskan,” jelasnya saat ditemui awak media di ruang kerjanya, Rabu (20/7) siang.
Disinggung mengenai tanggapannya terkait sidang yang kemarin digelar, Lukman mengaku optimistis permohonan Pemko Banjarmasin terkait sengketa berpindah ibu kota Kalsel melalui terbitnya UU Nomor 8 tentang Provinsi Kalsel ini dikabulkan oleh MK RI.
Terlebih, menurut Kepala Bagian Hukum Setdako Banjarmasin itu, substansi yang dipersoalkan oleh Pemko Banjarmasin juga ditegaskan oleh salah seorang hakim yakni Prof Saldi Isra dalam persidangan.
Dimana salah satu point pentingnya adalah bahwa dalil dari pemohon terkait dengan prosedur pemindahan ibu kota provinsi melalui Peraturan Pemerintah (PP), namun dijawab oleh Arteria bisa dengan UU.
“Kan dijawab bahwa level PP itu dinaikkan ke level UU. Bukan itu persoalannya, itu persoalan diskusi akademik yang masih tanda tanya. Ini adalah persoalan normatif. Artinya kita harus mengikuti perundang-undangan,” jelasnya.
Lukman Fadlun juga menyoroti pernyataan Arteria Dahlan yang menyebutkan bahwa persoalan terkait UU Nomor 8 Tahun 2022 tentang Provinsi Kalsel ini karena pemindahan ibu kota dan juga UU langsung dilakukan sekaligus.
“Tidak pas seperti ini. Karena UU 56 itu kan dasar hukumnya konstitusi RIS menjadi UUD 45. Kalau bicara konteks itu kita sependapat. Tapi tidak merubah kedudukan ibu kota provinsi Kalsel. Contohnya kan ada satu UU untuk tiga provinsi, yaitu Kalimantan Timur (Kaltim), Kalimantan Barat (Kalbar), dan Kalsel,” ujarnya.
“Padahal dalam UU disebutkan untuk Kaltim ibukotanya tetap di Samarinda, Kalbar di Pontianak tapi kenapa tiba-tiba yang di Kalsel saja yang berubah menjadi Banjarbaru. Kan seharusnya melakukan pemindahan ibu kota itu dengan PP,” pungkasnya.
Diketahui sebelumnya,sengketa berpindahnya Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) di Mahkamah Konstitusi (MK) RI terus bergulir.
Bahkan kuasa dari DPR RI, Arteria Dahlan menyebut ada semacam pengingkaran atau pembangkangan oleh Wali Kota Banjarmasin, H Ibnu Sina selaku pemohon untuk perkara Nomor 60/PUU-XXI/2022 pada saat bergulirnya sidang dengan agenda mendengarkan keterangan DPR RI dan Presiden, kemarin, Selasa (19/7) kemarin
Pasalnya Arteria Dahlan menyebut Wali Kota Banjarmasin selaku kepala daerah sudah mengucap sumpah janji untuk menjalankan segala UU dan Peraturan Perundang-undangan dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa.
Menurutnya, hal itu menegaskan bahwa sudah sepatutnya Wali Kota menjalankan UU (a quo) dan tidak mengajukkan permohonan uji materil ke MK.
“Apabila pemohon perkara Nomor 60 menghendaki ada perubahan UU, maka terdapat mekanisme lain untuk menyempurnakannya. Dengan demikian para pemohon a quo merupakan bentuk pengingkaran atau pembangkangan,” ujarnya dalam persidangan. (Kin/KPO-1)