Banjarmasin, KP – Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Kalsel memenuhi ruas Jalan Lambung Mangkurat, di depan Gedung DPRD Kalsel, Rabu (6/7) siang.
Aksi mahasiswa ini menolak pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dinilai merugikan, terutama ancaman hukuman bagi mereka yang mengkritisi kebijakan pemerintah.
Aksi yang dimulai sekitar pukul 15.10 Wita, diawali dengan orasi dan membentangkan spanduk yang berisi berbagai tulisan penolakan pembahasan kembali RKUHP.
Salah satu Koordinator Aksi dari BEM Universitas Muhammadiyah Banjarmasin, Alpianur mengungkapkan, aksi tersebut digelar serentak di seluruh Indonesia dan terpusat di Jakarta.
Pihaknya juga memahami keterbatasan lembaga legislatif di tingkat provinsi dalam menangani masalah yang menjadi kewenangan pusat.
Namun, aksi tersebut mewakili masyarakat ingin mengetahui sikap dan komitmen anggota DPRD Kalsel dalam menanggapi dilanjutkannya pembahasan RKUHP oleh DPR RI.
“Kami hanya ingin tahu, apakah bapak ibu yang ada di DPRD Kalimantan Selatan ini pro atau kontra dengan pasal-pasal yang kontroversial itu,” tuturnya.
Sementara itu, anggota DPRD Kalsel, H Karlie Hanafi Kalianda mengakui belum mengantongi naskah rancangan payung hukum itu tersebut, sehingga tidak mengetahui pasal mana yang menjadi keberatan tersebut.
Apalagi pemerintah pusat dan DPR RI juga belum membuka naskahnya kepada publik.
“Kita baru menerima kabar kalau draft sudah dibuka ke publik dan Komisi III DPR RI memberikan peluang bagi masyarakat untuk menyampaikan tanggapan atau keberatannya,” tambah politisi Partai Golkar.
Bahkan anggota Komisi III DPR RI asal Kalsel, Pangeran Khairul Saleh sudah memberikan ruang untuk masyarakat memberikan masukan terhadap RKUHP tersebut.
“Silakan sampaikan keberatan terhadap pasal-pasal yang dirasakan merugikan,” jelas Doktor Ilmu Hukum.
Karlie menambahkan, pihaknya perlu mempelajari dan mengkaji materi dalam RKUHP tersebut, dengan melibatkan pakar hukum dan pembedahan pasal demi pasal yang dianggap bermasalah.
Seperti tentang kebebasan berpendapat yang dinilai akan hilang karena dinilai masih ‘abu-abu’ dalam naskahnya.
“Sebenarnya aturan ini bukan hal baru, karena KUHP lama yang diadopsi dari Belanda juga telah memuatnya. Kita pelajari dulu pasal yang bermasalah,” tegas anggota Komisi II DPRD Kalsel.
Ia juga mengakui ada kekhawatiran di benak sebagian besar pihak, jika ada pasal karet yang berpotensi merugikan masyarakat.
“Maka dari itu, perlu kajian mendalam. Jika memang ada potensi tersebut, maka dapat diajukan uji materiil di MK,” pungkasnya.
Aksi unjuk rasa yang berlangsung di depan Gedung DPRD Kalimantan Selatan berlangsung cukup alot. Terutama karena jawaban yang disampaikan anggota legislatif yang hadir di lokasi aksi, dinilai tidak memuaskan. (lyn/KPO-1)