Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Tingginya HIV pada Remaja Kalsel, Buah Rusaknya Pergaulan Sekuler

×

Tingginya HIV pada Remaja Kalsel, Buah Rusaknya Pergaulan Sekuler

Sebarkan artikel ini

Oleh : Nor Faizah Rahmi, S.Pd.I
Praktisi Pendidikan & Pemerhati Remaja

Kalimantan Selatan (Kalsel) mencatat 237 kasus konfirmasi HIV. Dari total itu, sebanyak 199 orang dengan HIV (ODHIV) berhasil diobati. Data tersebut diambil Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalsel sejak Januari hingga Juli 2022. “Kebanyakan terpapar akibat pelanggan seks,” kata Kadinkes Kalsel dr Diauddin kepada Banjarmasinpost.co.id, Rabu (31/8/2022). Ada yang berhasil diobati. Namun tak sedikit juga yang enggan untuk berobat. “Kebanyakan memang malu apabila ketahuan orang lain,” ujarnya.

Baca Koran

Padahal, stok antiretroviral (ARV) -obat HIV dan AIDS- di Kalsel masih banyak. Hingga kini, lanjut dia, Dinkes Kalsel terus berupaya melakukan penanggulangan HIV dan AIDS di Bumi Lambung Mangkurat. Pihaknya juga bekerja sama dengan Koalisi Peduli HIV/AIDS Kalsel sebagai upaya pencegahan penularan penyakit berbahaya tersebut. Sementara itu, perwakilan Koalisi Peduli HIV/AIDS Kalsel, Siti Jubaidah, mengakui memang ada beberapa ODHIV yang tidak mau berobat. Tapi, banyak juga pasien yang sudah berobat, namun lost follow up (LFU). “Para pendamping harus mencari LFU itu agar mau minum ARV lagi,” tandasnya.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyampaikan laporan bahwa selama periode Januari—Juni 2022, sebanyak 1.188 anak Indonesia positif HIV. Laporan itu juga menyebut kelompok usia 15—19 tahun yang dikategorikan sebagai remaja menjadi kelompok paling banyak terinfeksi HIV, yakni sebanyak 741 remaja atau 3,3 persen. Ketua Satgas HIV/AIDS IDAI, Endah Citraresmi, mengatakan penularan virus HIV pada anak paling banyak terjadi secara vertikal, yaitu melalui transmisi ibu hamil ke janin, bahkan mencapai 90 persen.

Endah mengatakan, pengendalian kasus HIV pada orang dewasa akan memengaruhi terjadinya penularan terhadap anak. Mirisnya, cara penularannya sangat memprihatinkan. Mayoritas penularan HIV pada remaja bisa disebabkan oleh penggunaan narkoba suntik dan seks bebas, terutama dengan sesama jenis. Kasusnya mulai bermunculan di remaja, meskipun memang bukan kasus mayoritas. Pengelola program HIV di Komisi Penanggulangan AIDS DIY Laurensia Ana Yuliastanti menyatakan, justru kelompok ini tidak menerima intervensi.

Ironinya, laki-laki yang membeli seks ini menularkan ke pasangannya, kemudian sang ibu menularkan ke bayinya. Gelombang ini, yang sampai hari ini masih menjadi persoalan utama, tidak hanya di Yogya, tetapi secara nasional, ada lebih banyak ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV, daripada pekerja seks. Sementara itu,

Tingginya HIV pada remaja ini dinilai pengamat masalah perempuan, keluarga dan generasi, dr Arum Harjanti sebagai alarm rusaknya generasi dan peradaban manusia. “Tingginya infeksi HIV pada remaja menjadi alarm rusaknya generasi dan peradaban manusia,” tuturnya. Ia tidak bisa menyembunyikan kesedihannya saat menemukan fakta banyaknya remaja yang tertular infeksi HIV karena penggunaan narkoba jarum suntik dan seks bebas, terutama dengan sesama jenis. “Kekhawatiran akan bahaya pembiaran komunitas penyuka sesama jenis telah terbukti secara nyata. Penelitian juga menunjukkan bahaya penularan infeksi yang mungkin terjadi di antara para pelaku sesama jenis,” ungkapnya. Ia pun mengutip laporan Centre for Disease Control and Prevention di Amerika Serikat yang melaporkan bahwa lelaki seks lelaki (LSL) mungkin berada pada peningkatan risiko infeksi HIV dan infeksi menular seksual (IMS) lainnya karena jaringan seksual, faktor perilaku, atau biologis mereka, termasuk jumlah pasangan bersamaan, seks tanpa kondom, seks anal
, atau penggunaan narkoba.

“Faktor-faktor ini, bersama dengan jaringan seksual atau prevalensi penyakit komunitas yang lebih tinggi, dapat meningkatkan risiko IMS di antara LSL dibandingkan dengan kelompok lain,” tegasnya. Ia mengatakan, di AS, diperkirakan risiko tertular infeksi HIV di kalangan LSL adalah 1 : 6, sangat besar risikonya jika dibandingkan dengan lelaki heteroseksual (1 : 524) atau perempuan heteroseksual (1 : 253). “Bahkan, WHO mencatat LSL memiliki risiko tertular infeksi HIV 26 kali lebih besar dibandingkan populasi secara umum,” ungkapnya miris. “Sungguh sangat miris, ibu rumah tangga dan anak Indonesia banyak tertular infeksi HIV/AIDS. Bahkan, ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja seks. Inilah buah rusaknya pergaulan dan kebebasan perilaku yang dijunjung tinggi dalam sekularisme” ujarnya.

Baca Juga :  Meningkatnya Penggunaan Gadget di Kalangan Siswa MI Nurul Hasanah Kecamatan Cempaka: Waspadai Dampak Jangka Panjang

Ia pun mengecam perilaku buruk para laki-laki sebagai suami, bahkan sampai membahayakan generasi ini. “Dengan berpegang pada konsep hak asasi, jadilah keinginan pun dipenuhi meskipun bertentangan dengan budi pekerti. Kemuliaan perilaku tidak lagi dianggap memiliki nilai, kalah oleh desakan syahwat yang lepas kendali. Sekulerisme menjadikan akal sebagai penentu segala sesuatu dengan mengabaikan aturan-aturan agama,” cetusnya. Ia sangat menyesalkan fenomena ini. “Dua kelompok tersebut adalah korban laki-laki heteroseksual yang berperilaku nakal. Apalagi, dinyatakan pengendalian kasus HIV pada orang dewasa akan memengaruhi penularan terhadap anak. Tampak jelas kebijakan yang salah dalam program pengendalian saat ini,” jelasnya. Selama ini, Arum melanjutkan, upaya pemberantasan penularan infeksi HIV/AIDS selalu dikembalikan kepada pemahaman dan kesadaran kesehatan reproduksi, dan mengampanyekan seks aman sebagai cara untuk mencegah penularan infeksi yang hingga kini belum ada obatnya. “Padahal, aman yang dimaksud
dalam sudut pandang sekuler adalah sekedar aman dari penularan melalui pemakaian pelindung (kondom) dalam aktivitas seksual atau tidak berganti-ganti pasangan,” ucapnya. Artinya, ia menerangkan, keabsahan hubungan pernikahan bukan menjadi perhatian, bahkan diabaikan asalkan aman secara kesehatan dan tidak menularkan kepada pasangan. “Kenyataannya, hubungan aman secara kesehatan yang dilakukan di luar pernikahan adalah kemaksiatan dalam pandangan Islam, bahkan merupakan dosa besar,” ungkapnya.

Ia meyakinkan bahwa pembiaran penyuka sesama jenis akan berisiko terhadap peningkatan penularan infeksi HIV dan bahaya yang jauh lebih besar akan terjadi jika negara melegalisasi perilaku keji ini. “Sungguh, generasi akan terjerumus ke dalam bahaya besar yang akibatnya juga akan menimpa masyarakat secara luas pada masa yang akan datang. Peradaban manusia akan rusak, sebagaimana digambarkan Al-Qur’an ketika menceritakan kisah kaum Nabi Luth. Maka, dunia berada dalam ancaman besar bahaya kemanusiaan,” paparnya.

Di sisi lain, sejatinya tidak ada pelindung yang 100% efektif mencegah penularan infeksi HIV/AIDS. “Oleh karena itu, seks aman adalah anjuran menyesatkan, apalagi jelas-jelas melegalkan kemaksiatan dan membiarkan perbuatan dosa terus dilakukan. Hal ini jelas membawa kemudaratan dalam kehidupan manusia,” urainya. Belum lagi, ia mengingatkan, dari sisi ekonomi, negara akan terbebani biaya kesehatan yang tinggi.

Ia menegaskan, fenomena ini sejatinya buah kebebasan perilaku yang dijamin sekularisme. “Atas dasar hak asasi manusia, setiap orang bebas memilih orientasi seksualnya, mengabaikan aturan Allah yang menciptakan manusia berpasang-pasangan, juga mengabaikan aturan Allah tentang lembaga pernikahan,” bebernya. Parahnya lagi, lanjutnya, dunia hari ini justru mendukung dan memberi ruang yang luas akan perilaku keji ini melalui kampanye Hak dan Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) yang dipimpin oleh lembaga global.

“Bergaunglah seruan kebebasan seksual yang menjamin seseorang kapan dan dengan siapa melakukan aktivitas seksual, meski tanpa terikat pernikahan,” kritik Arum. Ia kemudian mengingatkan bahwa sejatinya dunia yang hari ini sedang dalam cengkeraman sekularisme sedang menabung nasib buruknya dan menanti kehancurannya. “Peningkatan penularan infeksi HIV lambat laun akan mengantarkan dunia kepada berbagai kerusakan, bahkan bisa mengakibatkan kehancuran manusia,” tukasnya.

Baca Juga :  DASAR KEBOHONGAN

Kemudian Arum menawarkan solusi tuntas pemberantasan penularan infeksi HIV/AIDS, yaitu harus menyentuh akar permasalahan sehingga penularan tidak lagi terjadi. “Termasuk harus menghilangkan cara pandang yang salah atas kehidupan, juga dalam sistem pergaulannya dengan pengaturan terbaik yang hanya ada dalam Islam,” nasihatnya. Ia menguraikan, Islam menetapkan hubungan seksual hanya sah dilakukan dalam ikatan pernikahan. “Meskipun dilakukan dengan kerelaan dan memenuhi seks aman secara kesehatan, tetapi jika dilakukan di luar ikatan pernikahan, itu kemaksiatan,” ungkapnya menekankan.

Jadi, ia menggarisbawahi, haram hukumnya memberikan solusi sekadar aman menurut kesehatan. “Bukankah Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al Isra : 32),” tanyanya lugas. Untuk itu, Arum menyatakan, jelas ada pelanggaran hukum syarak yang pelakunya berdosa. “Islam menetapkan hukuman bagi pelaku zina itu dicambuk seratus kali, bahkan dirajam sampai mati jika pelaku sudah menikah,” cetusnya.

Dengan demikian, Arum menegaskan, setiap individu rakyat harus membuang prinsip HAM sebagai pedoman perilaku dan menegakkan aturan pergaulan yang ditetapkan Allah. “Negara pun harus membuat regulasi yang menutup semua celah keharaman sekaligus menguatkan ketakwaan setiap individu rakyat agar tetap dalam ketaatan aturan Allah,” terangnya.

Penerapan sistem Islam secara sempurna dan menyeluruh, lanjutnya, akan mampu menjadikan setiap individu tunduk kepada semua yang dibawa oleh Rasulullah SAW, termasuk dalam tata pergaulan. “Dengan cara ini, maka penularan infeksi HIV/AIDS akan dapat diputus rantainya sehingga dapat diberantas dengan tuntas,” tutupnya.

Islam datang sebagai sistem kehidupan (way of life) untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya. Islam memiliki konsep dan metode untuk mewujudkan seluruh konsep tersebut. Dengannya, Islam mampu mewujudkan peradaban agung yang memanusiakan manusia.

Islam membangun manusia terlebih dahulu sebelum Islam membangun bangunan fisik yang bersifat materi. Dalam sistem pendidikan Islam, akidah Islam menjadi asasnya. Tujuan pendidikan adalah mencetak generasi berkepribadian islami (syakhshiyyah islamiyyah) dengan pola pikir dan pola sikap yang dibimbing oleh akidah Islam.

Kebahagiaan hidup bagi generasi adalah rida Allah SWT, bukan kadar materi yang berhasil dikumpulkan. Adapun kurikulum pendidikan Islam, didesain untuk menghasilkan pribadi-pribadi unggul yang berakidah Islam, matang tsaqafah Islam, pakar serta ahli dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan mengusai teknologi. Pendidikan dalam sistem Islam mencetak generasi unggul berkarakter pemimpin dalam jumlah massal. Keberadaan mereka di tengah masyarakat menjadi penyejuk pandangan mata (qurrota a’yun) sebagai sosok leader dan problem solver, bukan trouble maker.

Penerapan sistem Islam secara totalitas dalam semua aspek bidang mampu melindungi masyarakat dari segala hal yang berpotensi merusak, baik ideologi, pemikiran, hukum, maupun hasil inovasi teknologi. ni karena kekuasaan politik (imam/khalifah) dalam Islam berfungsi sebagai penjamin kemaslahatan umat (raa’in) serta benteng penjaga kemaslahatan umat dan kedaulatan negara (junnah).

Dalam sistem Islam, dikenal goals setting penerapan syariat (maqashid asy-syar’i) yang menggambarkan sosiologi pembangunan manusia dan masyarakat dengan konsep orisinal (berasal dari wahyu) tanpa intervensi akal manusia. Di dalamnya terkandung metode penjagaan terhadap akidah, akal, keturunan, jiwa, kehormatan, harta, keamanan, hingga negara.

Iklan
Iklan