Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Strategi Meraih PTS Unggul di Era Persaingan

×

Strategi Meraih PTS Unggul di Era Persaingan

Sebarkan artikel ini

Oleh : Ade Hermawan
Dosen STIA Bina Banua Banjarmasin

Pengelola pendidikan tinggi di Indonesia tidak hanya dilaksanakan oleh pemerintah, tetapi pula oleh masyarakat dalam bentuk yayasan, perkumpulan dan bentuk lainnya yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan bersifat nirlaba. Perguruan tinggi swasta (PTS) merupakan institusi pendidikan tinggi milik masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan tinggi berdasarkan mandat akademik yang diberikan pemerintah dan pendelegasian wewenang pengelolaan oleh yayasan.

Baca Koran

Perguruan tinggi swasta (PTS) memiliki karakteristik, pertama, perguruan tinggi milik masyarakat. Kedua, delegasi pengelolaan sumber daya dilakukan oleh yayasan. Ketiga, kewenangan otonomi non akademik sepenuhnya diatur oleh yayasan, dan keempat mandat penyelenggaraan akademik oleh pemerintah.

Kehadiran PTS dalam sistem pendidikan nasional sangat membantu upaya negara dalam mencetak generasi penerus bangsa yang berdaya saing. bila institusi pendidikan yang ada tidak bisa menjamin mutu pendidikan bagi para peserta didiknya, malah akan memperburuk reputasi pendidikan secara nasional. Hasil dari proses pendidikan yang dilakukan institusi tersebut tidak sesuai dengan standar kualitas yang diharapkan.

Data Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABPPTSI) menunjukkan 60 persen dari 3.032 PTS berada dalam kondisi tidak sehat. Ketua Umum ABPPTSI mengungkapkan, PTS yang tidak sehat tersebut berada di 16 Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti). Data Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) dari seluruh PTS tersebut hanya 2,11 persen yang memiliki akreditasi unggul atau akreditasi A.

Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi adalah adanya PTS-PTS yang tutup karena bangkrut, dikarenakan kurangnya minat calon mahasiswa yang mendaftar pada PTS tersebut. Akibatnya, sekolah swasta yang mengandalkan dana masyarakat tidak mampu membiayai operasional pendidikan. Jika jumlah mahasiswa tidak cukup, kecil kemungkinan PTS bisa survive karena sumber dana sebagian besar berasal dari mahasiswa. Namun, banyak PTS yang memaksakan membuka program studi, meski jumlah mahasiswa tidak memadai. Bahkan, ada PTS yang tinggal papan nama, karena kekurangan mahasiswa tetap beroperasi.

Umumnya PTS yang gulung tikar tersebut dianggap bermasalah atau tidak berkualitas. Permasalahan yang dihadapi mayoritas PTS, diantaranya terkait pengelolaan keuangan, sarana dan prasarana, kepemimpinan, sumber daya manusia, citra lembaga dan organisasi yang tidak sehat sehingga saling gugat di pengadilan.

Perubahan lingkungan begitu cepat termasuk perubahan selera konsumen, kemajuan teknologi serta sosial ekonomi mempengaruhi sektor pendidikan tinggi, sehingga mengakibatkan persaingan bisnis dalam industri pendidikan tinggi. Kondisi ini menuntut setiap PTS untuk menggali dan mengembangkan keunggulan bersaing agar dapat bertahan hidup.

Perubahan di tengah arus globalisasi dan industrialisasi menuntut antisipasi pengelola pendidikan tinggi, khususnya menghasilkan lulusan adaptif. Kalau tidak, akan semakin banyak PTS gulung tikar. Jangankan bersaing di era globalisasi, bersaing di tingkat lokal saja sudah setengah mati.

Jika ditelusuri, permasalahan ini sebenarnya merupakan dampak industrialisasi terhadap pendidikan tinggi. Seperti dketahui, industri merambah sektor pendidikan tinggi di Indonesia, yang menempatkan pertumbuhan ekonomi dan industri sebagai prioritas terpenting. Realitas ini berlanjut, meskipun pemerintahan Orde Baru digantikan pemerintahan Reformasi. Akibat berkembangnya paradigma yang menyatakan, industrialisasi, materialisme dan liberalisme dapat membawa kemajuan bagi dunia pendidikan tinggi. Paradigma tersebut memang terbukti membawa dampak positif bagi perkembangan dunia pendidikan tinggi. Industrialisasi telah mengantarkan pendidikan tinggi di Indonesia mengenal alat-alat teknik dan komunikasi yang canggih, prosedur akademik yang efesien, manajemen modern dan teknik pemasaran jasa yang makin maju dan agresif. Akibat deregulasi, reformasi dan liberalisasi pendidikan tinggi, PTS juga dikembangkan. Berbagai gedung perkuliahan, perpustakaan atau laboratorium gencar di bangun. Lama pendidikan menjadi semakin
pendek, proses kelulusan menjadi semakin mudah dan jumlah lulusan PT menjadi maksimal dan meningkat berkesinambungan. Pendidikan tinggi juga menjadi komoditas jasa yang tersedia merata di hampir seluruh kabupaten di Indonesia.

Baca Juga :  Eksistensi dan Peran Sultan Muhammad Seman

Kehadiran PTS di daerah mencegah banyaknya migrasi penduduk dari daerah ke kota besar. Modernisasi PT dan beragam pilihan program studi di dalam negeri juga mencegah anak orang kaya belajar ke luar negeri, sehingga menghemat devisa.

Di lain pihak, perkembangan dan kemajuan tersebut bukan tidak membawa masalah. Maraknya PTS meningkatkan intensitas persaingan PT, sebagai unit pengelolan pendidikan akhirnya direkayasa seperti perusahaan modern yang selalu memperhatikan efesiensi dan efektivitas. Perang pemasaran dengan menawarkan berbagai janji dan beragam kemudahan menjadi hal biasa dalam usaha menarik mahasiswa. Bagi PTS yang tidak siap dengan persaingan dan industrialisasi, akhirnya gulung tikar atau menutup program studinya.

Ekspansi industri memberikan efek luas dan mendalam kepada kondisi sosial di kalangan akademik. PT menjadi tidak bebas otonom. Kurikulum, praktek mengajar, materi pelajaran dan sasaran pengajaran, semuanya harus disesuaikan dengan persyaratan teknis dunia industri. Kalau tidak link and match dengan dunia industri, maka akan kesulitan mendapatkan mahasiswa dan menyalurkan lulusannya. Fenomena tidak link and match ini banyak dialami PTS, sehingga tidak diminati calon mahasiswa.

Dengan kata lain, PT telah dibebani tanggungjawab dan tuntutan yang luar biasa oleh dunia industri. Lembaga ini dituntut mampu memproduksi manusia super, tukang dan insinyur unggulan yang amat terampil dan piawai, mau bekerja keras dan berdisiplin tinggi. Lulusannya diharapkan menjadi manusia super cerdas, kreatif dan inovatif, yang bisa membawa konsep dan cara baru demi kemajuan, modernitas, kesejahteraan dan kemakmuran bagi dunia industri maupun umat manusia. PTS yang tidak sanggup beradaptasi terhadap tuntutan dan norma industri, akhirnya tidak laku. Kondisi eksternal dan internal yang kompleks mengakibatkan banyak PTS tidak mampu bertahan hidup atau bangkrut. Untuk menghindari ini, maka pengelola PTS perlu menumbuhkan kesadaran, bahwa dampak industrialisasi dan tuntutan tidak bisa dihindarkan. Setiap PTS harus menyadari kenyataan persaingan adalah hal yang wajar dan mau atau tidak mau harus dihadapi di era industrialisasi dan globalisasi. Pengelola PTS dituntut mempersiapkan lembaganya dalam menghadapi p
ersaingan industri pendidikan tinggi.

Baca Juga :  Paradoks Persatuan Umat dalam Haji dan Realita Bermasyarakat dan Bernegara

Dalam pengelolaan PTS, pemerintah memberikan keleluasaan kepada badan hukum nirlaba atau yayasan mengatur bidang non-akademik, seperti pengelolaan keuangan, kepegawaian, aset dan sarana. Namun, bidang akademik mengacu pada standar nasional PT yang ditetapkan pemerintah.

Strategi yang dapat dilakukan PTS di era persaingan sekarang, adalah :

Pertama, penerapan tata kelola PTS yang memenuhi prinsip : 1. Akuntabilitas, mencakup akademik dan non akademik; 2. Transparansi, keterbukaan dan kemampuan menyajikan informasi yang relevan secara tepat dan akurat kepada pemangku kepentingan; 3. Nirlaba, setiap kegiatan yang dilaksanakan PTS tidak bertujuan untuk mencari keuntungan; 4. Orientasi pada penjaminan mutu; dan 5. Dikelola secara efektif dan efisien.

Prinsip akuntabilitas ini menggambarkan kemampuan dan komitmen untuk mempertanggungjawabkan semua kegiatan yang dilaksanakan kepada seluruh pemangku kepentingan, baik internal dan eksternal. Akuntabilitas yang harus dipertanggungjawabkan mencakup akademik dan non akademik, yaitu dengan pemenuhan standar yang ditetapkan PT. Penetapan standar ini harus lebih tinggi daripada standar pendidikan tinggi (SN-DIKTI) yang ditetapkan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi.

Kedua, melaksanakan sistem pendidikan tinggi yang bermutu, meliputi proses belajar mengajar, kurikulum, standar nasional pendidikan tinggi (SNDIKTI), kepemimpinan, sumber daya dan tata kelola. Oleh karena itu PTS harus berupaya untuk melaksanakan semua subsistem tersebut dengan baik. Proses belajar mengajar dilakukan melalui pendekatan proses dengan mengedepankan pembelajaran yang berorientasi pada mahasiswa. Kurikulum disusun sesuai dengan kebutuhan pasar (pengguna). Mengupayakan agar semua kriteria yang ada dalam standar perguruan tinggi paling tidak sama atau lebih tinggi dari SNDIKTI. Kepemimpinan yang berpengalaman dan kompeten dalam memimpin perguruan tinggi. Sumber daya keuangan, sumber daya manusia, dan sarana prasarana diberdayakan untuk menyelenggarakan pendidikan bermutu. Serta tata kelola perguruan tinggi yang baik dimana ada aturan yang tegas dan jelas antara tugas dan tanggung yayasan dengan perguruan tinggi.

Ketiga, membangun hubungan harmonis antara Badan Penyelenggara (yayasan) dengan PT. Yayasan dan PTS harus paham tugas dan tanggung jawabnya, serta tidak saling mencampuri urusan masing-masing. Oleh karena itu pihak yayasan selaku penyelenggara harus paham mengenai tata kelola perguruan tinggi dan harus orang yang paham betul masalah PT. Oleh karena itu, idealnya orang yang ada dalam yayasan adalah orang dengan latar belakang pendidikan.

Ketiga strategi yang telah penulis sampaikan di atas merupakan sebagian strategi yang dapat diterapkan oleh PTS untuk menjadi unggul di era persaingan. Masih banyak strategi lainnya yang dapat dilaksanakan oleh suatu perguruan tinggi. Untuk mendapatkan strategi yang tepat dalam meraih PTS unggul sebaiknya setiap perguruan tinggi melakukan evaluasi diri. Sebab dari evaluasi diri ini akan didapat gambaran apa yang menjadi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan tantangan yang dihadapi oleh suatu perguruan tinggi.

Iklan
Iklan