Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

India, Masihkah Menjadi Primadona Tujuan Ekspor Minyak Sawit

×

India, Masihkah Menjadi Primadona Tujuan Ekspor Minyak Sawit

Sebarkan artikel ini

Oleh : Nurlaila

Mahasiswa Pasca Sarjana Program Doktor Ilmu Pertanian ULM

Kalimantan Post

Sejarah hubungan bilateral perdagangan Indonesia dan India pada 1951 merupakan sejarah terjalinnya hubungan perjanjian persahabatan Indonesia dan India, dengan adanya pertemuan Perdana Menteri India Jawarhalal Nehru dengan Presiden Indonesia Soekarno. Selanjutnya pada 1978, Menteri Luar Negeri Perekonomian Indonesia Mochtar Kusumaatmadja ke India untuk membuat kerjasama bilateral dalam bidang perdagangan, ekonomi, politik dan budaya yang saling menguntungkan.

Sejak 2005 hingga 2007, perdagangan negara anggota ASEAN dengan India cenderung meningkat dan semakin meningkat sejak Pemberlakuan Persetujuan Perdagangan ASEAN-India Free Trade Agreement (AIFTA) sejalan dengan tujuan AIFTA untuk meningkatkan hubungan ekonomi India dengan negara-negara ASEAN, khususnya Indonesia yang ditandatangani pada Pertemuan ke-41 tingkat Menteri Ekonomi ASEAN pada 13 Agustus 2009 di Bangkok.

Tujuan Ekspor Terbesar

Pada 2011, Malaysia selaku negara penghasil Crude Palm Oil (CPO) membuat dan menyepakati Free Trade Agreement (FTA) dengan beberapa negara, antara lain Pakistan. Dengan FTA tersebut, Pakistan membatasi jumlah impor minyak sawit dari Indonesia. Sedangkan perdagangan ekspor CPO Indonesia ke India tidak terganggu dengan FTA tersebut. Karena India dan Indonesia berada di luar zona perdagangan bebas yang diatur pada dokumen ASEAN-India Free Trade Agreement (AIFTA) yang disepakati pada 2009. AIFTA berisi tentang persetujuan kerangka kerja mengenai kerjasama ekonomi secara menyeluruh antara negara-negara anggota perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara dan Republik India pada 2002. Pemerintah Indonesia memberikan umpan balik dari AIFTA tersebut dengan menerbitkan Perpres Nomor 40 Tahun 2010, Perpres Nomor 51 Tahun 2015 dan Perpres Nomor 52 Tahun 2015 serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 221/PMK.011/2012.

Setelah terbitnya Perpres Nomor 40 Tahun 2010 dan PMK Nomor 221/PMK.011/2012 tersebut berimbas positif bagi neraca perdagangan Indonesia dan India. Laporan Badan Pusat Statistik pada laman bps.go.id, mencatat bahwa pada 2012, dari sepuluh negara eksportir minyak kelapa sawit Indonesia, India merupakan negara terbesar pertama yang mengekspor minyak sawit dari Indonesia. Volume ekspor minyak kelapa sawit ke India sebesar 5.264 ribu ton dengan nilai Free On Board (FOB) sebesar 4.8461,5 juta dollar Amerika. Diurutan kedua adalah Tiongkok dengan volume ekspor sebesar 3.087,5 ribu ton senilai FOB sebesar 2.835,3 juta dollar Amerika. Kemudian, di urutan ketiga terbesar adalah Belanda dengan volume ekspor sebesar 1.458,1 ribu ton senilai FOB sebesar 1.356,5 juta dollar Amerika. Negara-negara eksportir sawit lainnya diperingkat empat hingga sepuluh adalah Pakistan, Amerika Serikat, Spanyol, Mesir, Bangladesh, Italia dan Singapura. (sumber: bps.go.id)

Selama periode 2018 hingga 2021, ekspor minyak kelapa sawit ke India mengalami tiga kali peningkatan volume ekspor dan enam kali mengalami penurunan volume ekspor minyak sawit. Peningkatan volume ekspor pertama terjadi pada 2019, yang meningkat sebesar 905,9 ribu ton dibandingkan 2018. Peningkatan ekspor kedua pada 2015 yang meningkat sebesar 825,6 ribu ton. Dan peningkatan ekspor terakhir merupakan volume ekspor India terbesar yang terjadi pada 2017 sebesar 1.900,5 ribu ton dibandingkan dengan nilai ekspor 2016.

Baca Juga :  Hari Quds Internasional dan gerakan rakyat bela Palestina

Penurunan ekspor terjadi sebanyak enam kali, yang pertama terjadi pada 2014 dibandingkan nilai ekspor 2013. Penurunan ekspor kedua hingga keenam terjadi pada 2016, 2018, 2019, 2020 dan 2021, masing-masing dibandingkan dengan nilai ekspor tahun sebelumnya.

Penurunan nilai ekspor sebanyak enam kali secara garis besar tidak mempengaruhi India sebagai peringkat pertama negara tujuan ekspor minyak sawit. Rata-rata kenaikan volume ekspor India sebesar 1.210,67 ribu ton dibandingkan dengan nilai volume penurunannya sebesar 898,3 ribu ton. Selama sembilan tahun tersebut, dari 2012 sampai 2021, nilai ekspor minyak sawit ke India sebesar 5.301.300 ton per tahun dengan rata-rata FOB senilai 3,7 triliun dollar Amerika per tahun.

Produksi CPO Indonesia

Total luas lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada 2006 mencapai 6.285 ribu hektare, yang menyebabkan peningkatan produksi kelapa sawit Indonesia mampu mengalahkan produktivitas Malaysia dan memenuhi hampir 90 persen produksi minyak sawit dunia sebesar 16.569,96 ribu ton. Luas areal dan jumlah produksi minyak kelapa sawit terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data bps.go.id yang di update pada 31 Maret 2022, estimasi total luas lahan perkebunan sawit di Indonesia pada 2021 mencapai 14.663,6 ribu hektare. Dibandingkan dengan luas lahan pada 2006 mengalami pertambahan luas sebesar 8.378,6 ribu hektare atau 133,31 persen. Sedangkan produksi minyak sawit secara keseluruhan pada 2021 diestimasi sebesar 46.223,3 ribu ton. Mengalami pertambahan produksi sebesar 29.653,34 ribu ton dibandingkan dengan produksi pada 2006, atau naik 178.96 persen.

Laman cnbcindonesia.com edisi Agustus 2022 menyampaikan berita yang mengkhawatirkan neraca perdagangan ekspor CPO Indonesia ke India. Sebagai negara tujuan ekspor minyak sawit terbesar dari Indonesia. Pemerintah India telah membuka lahan perkebunan kelapa sawit di daerah Telangana seluas dua juta hektar dalam empat tahun ke depan, yaitu 2026. Hal ini dapat mengakibatkan India dapat memproduksi CPO tambahan dalam negeri sendiri, sehingga menyebabkan menurunnya jumlah permintaan CPO Indonesia.

Dilansir dari cnbcindonesia.com edisi September 2022, dari sepuluh negara dengan luas wilayah terluas, India adalah negara terbesar ketujuh di dunia dengan luas 3,287 juta km persegi. Namun India merupakan negara dengan populasi terbesar kedua setelah China, yaitu sekitar 1,38 miliar jiwa. Dengan total luas lahan subur yang telah dikelola untuk lahan pertanian yang tersebar di beberapa wiilayah negara bagian sebesar 1.451.810 km persegi.

India menyadari potensi pengembangan sawit, karena kondisi geografis di beberapa wilayah negaranya menyerupai kondisi iklim yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman sawit. Jumlah penduduk terbesar kedua di dunia setelah China merupakan potensi besar untuk penyerapan tenaga kerja disektor kebun dan pabrik pengolahan.

Black Campaign VS ISPO

Spanyol, Italia dan Belanda merupakan anggota negara Uni Eropa dan Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor minyak kelapa sawit dari Indonesia. Data bps.go.id. menunjukkan bahwa Belanda merupakan negara Uni Eropa dengan rata-rata volume ekspor minyak sawit terbesar dari Indonesia sejak 2012 hingga 2021, yaitu 1.122,2 ribu ton dengan nilai FOB rata-rata 820,7 juta dollar Amerika. Peringkat kedua adalah Spanyol dengan rata-rata volume ekspor 966,1 ribu ton dan nilai FOB sebesar 664,4 juta dollar Amerikan. Disusul Italia dengan rata-rata volume ekspor 941,7 ribu ton dan nilai FOB 664.4 juta dollar Amerika. Terakhir Amerika Serikat dengan rata-rata volume ekspor sebesar 892 ribu ton dan nilai FOB 691.3 juta dollar Amerika.

Baca Juga :  Waspadai Transaksi Rumah di Luar Prosedur Resmi (SOP)

Hal tersebut menunjukkan potensi peluang ekspor ke negara tersebut akan semakin meningkat. Mengingat kondisi iklim dan luas wilayah negara-negara Uni Eropa belum memungkinkan untuk mengembangkan kelapa sawit di negara masing-masing.

Minyak sawit yang diolah menjadi biodiesel merupakan sumber alam yang dapat diperbaharui dan terbarukan untuk menggantikan peran bahan bakar fosil dari batubara dan minyak bumi yang persediaannya semakin berkurang.

Beberapa upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia menghadapi ‘black campaign’ (kampanye hitam), antara lain komitmen mengurangi laju pemanasan global dengan cara mengurangi kadar emisi karbon hingga 26 persen, meskipun tidak ada negara lain yang mau berjanji mengurangi emisi karbon setinggi Indonesia. Untuk itu pemerintah memberlakukan konsensus moratorium, dengan pembatasan perluasan penanaman kebun kelapa sawit. Namun pelaksanaan konsensus tersebut berlawanan dengan pengembangan program inti plasma.

Upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah mengkampanyekan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) dalam kegiatan Palm Oil Campaign. Kementerian Pertanian mendukung kegiatan tersebut dengan melakukan kampanye Green Product (produk pertanian ramah lingkungan) yang dimulai pada 2011. Komitmen Indonesia melaksanakan ISPO dalam misi Palm Oil Campaign disampaikan kepada Menteri Pertanian Perancis, Spanyol dan Amerika Serikat di tahun yang sama pada 2011.

Black Campaign mengangkat isu lingkungan di Indonesia dalam pembukaan kebun sawit. Padahal penggunaan lahan sawit untuk pengembangan kelapa sawit dibatasi hanya enam persen dari total luas hutan di Indonesia yang mencapai 137 juta hektare. Selain itu, justru perkebunan kelapa sawit memberikan konstribusi mengurangi emisi karbon sekitar 45-46 persen.

Pelaksanaan ISPO juga merupakan amanat UUD 1945 pada pasal 33, bukan hanya adanya tekanan dari negara lain maupun adanya black campaign. ISPO bertujuan untuk melindungi dan melestarikan kelapa sawit di pasar global. Penerapan ISPO berupa sertifikasi perkebunan baik perkebunan besar, BUMN maupun perkebunan rakyat. Dalam pelaksanaan ISPO berlandaskan pada perundang-undangan yang dilakukan secara lintas sektoral antara Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, Lingkungan Hidup, Kehakiman, HAM dan lainnya.

Hasil pendekatan pemerintah Republik Indonesia tersebut telah berhasil menjadikan beberapa negara Uni Eropa dan Amerika Serikat menjadi negara ekspor minyak sawit Indonesia dilihat dari nilai ekspornya. Sehingga penurunan volume ekspor minyak sawit ke India, diimbangi dengan peningkatan nilai ekspor ke negara-negara uni Eropa dan Amerika di tahun depan.

Iklan
Iklan