
Pasokan Berkurang Kebutuhan Beras di Kalsel 391.614 ton per Tahun
Nasi dari beras Banjar yang pera (karau), keras dan berbulir membuatnya tak mudah basi dan membuat kenyang lebih lama, sehingga cocok dibuat nasi kuning dan nasi goreng sesuai selera masyarakat Banjar.
BANJARMASIN, KP – Harga beras lokal melonjak di pasaran dalam beberapa bulan terakhir, lantaran menipisnya pasokan di Kalsel. Para pedagang beras pun kesulitan untuk mendapatkan beras lokal karena tak adanya pasokan.
Jika sebelumnya mereka kerap ditawari oleh para agen beras, sekarang pedagang yang harus mencari-cari ke pabrik penggilingan padi.
Arul, pemilik Kios Beras Berkah di jalan Sultan Adam, Banjarmasin, mengatakan, kurangnya pasokan beras lokal sudah berlangsung sekitar 2-3 bulan terakhir.
Menurutnya, jenis beras Banjar yang langka, seperti Siam Mayang Jambun. Jenis beras ini, katanya, sering digunakan sejumlah rumah makan hingga restoran.
Nasi dari beras Banjar yang pera (karau), keras dan berbulir membuatnya tak mudah basi dan membuat kenyang lebih lama, sehingga cocok dibuat nasi kuning dan nasi goreng sesuai selera masyarakat Banjar.
“Harga beras jenis Siam Jambun ini sekarang antara Rp 19-20 ribu per liter. Dulu, sebelum naik hanya Rp 12-13 ribu per liter. Lalu mulai naik menjadi Rp 17-18 ribu per liter, dan terus naik sampai saat ini,” ungkap Arul, Minggu (26/2).
“Siam Mutiara juga naik, dulu Rp 11-12 ribu sekarang menjadi Rp 18 ribu per liter. Kalau beras Usang yang biasanya Rp 11-12 ribu sekarang naik jadi Rp 17 ribu per liter,” tambahnya.
Di kiosnya, Arul menjual beberapa jenis beras Gambut, seperti Mayang Hanyar Rp 18.500, Siam Gambut Rp 16.000, Lukut Gambut Rp 15.500, Pandak Usang Rp 14.000, Siam Kupang Rantau Rp 14.000.
“Beras Banjar ini tiap hari berubah-ubah harganya, seringnya sih naik, sekitar Rp 100 per liter. Tapi kadang bisa juga turun, tergantung stok,” imbuhnya.
Kurangnya pasokan beras Banjar juga diakui Kepala Dinas Perdagangan Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel), H Birhasani. Diakuinya, untuk beras lokal khusus jenis Unus, Siam, Mutiara sangat tipis pasokannya ke pasar sehingga harganya mahal.
“Itu karena produksi beras lokal kita juga menurun, sebabnya macam-macam, bisa karena pengairan kurang bagus, serangan hama, juga bisa karena berkurangnya lahan,” ujarnya.
Pada akhir Februari dan Maret, lanjut Birhasani, memang ada panen di beberapa kabupaten, namun kabarnya hanya beras jenis unggul biasa, semacam Cihirang, sedangkan yang langka itu beras lokal.
Di sisi lain, Birhasani juga menuturkan, jika kebutuhan beras di Kalsel per bulanannya adalah 33.096 ton, atau sebanyak 391.614 ton per tahun.
“Dua tahun terakhir ini kebutuhan beras kita harus dipenuhi dari luar, sebab produktifitas panen di Kalsel rendah, baik beras unggul maupun khusus,” jelasnya.
Padahal, sebutnya, tiga tahun lalu Kalsel malah mampu menjual beras ke luar daerah. “Tapi sekarang kebalikannya, karena mulai mendatangkan dari luar daerah,” tuntasnya. (Opq/K-1)
