Oleh : Ade Hermawan
Pemerhati Pemilu
Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden diatur dalam Pasal 6A dan Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan oleh Undang-Undang tentang Pemilihan Umum. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sedikitnya 20% kursi Dewan Perwakilan Rakyat atau sedikitnya 25% suara nasional pada pemilihan umum sebelumnya. Dengan begitu hanya PDI-P saja yang dapat mengusulkan pasangan calon tanpa berkoalisi.
Dalam sistem pemilihan Presiden, juga diketahui bahwa untuk pengusungan calon Presiden harus memenuhi pensyaratan perolehan kursi minimal. Hal ini kemudian disebut sebagai ambang batas perolehan suara atau yang lebih dikenal dengan istilah threshold. Perkembangan pemilihan umum dalam konsep demokrasi Indonesia, membawa threshold pada setiap sistem bentuk pemilihan umum, mulai dari electoral threshold seabagai syarat partai politik dapat ikut serta dalam Pemilu, parliementary threshold sebagai bentuk ambang batas partai untuk dapat menduduki kursi parlemen pusat, hingga presidential threshold sebagai ambang batas suara partai untuk mengusung calon Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilihan Umum. Jadi, dalam Pemilu di Indonesia, kata threshold dijumpai dalam tiga kasus pengaturan sistem Pemilu.
Pertama, electoral threshold tertuang dalam Pasal 39 UU Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Pemilihan Umum. Ketentuan ini dicantumkan kembali pada Pasal 143 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Kedua, presidential threshold tertuang dalam Pasal 5 ayat (4) UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pilpres, Pasal 9 UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Pilpres dan kemudian diatur kembali dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Ketiga, parliamentary treshold tertuang dalam Pasal 202 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu. Saat Pemilihan Umum 2014, dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif.
Tujuan diadakannya ambang batas, yang dalam hal ini presidential threshold adalah untuk memperkuat sistem pemerintahan Presidensial atau membentuk sistem pemerintahan Presidensial yang efektif. Sebab Indonesia adalah negara yang menganut sistem pemerintahan Presidensial. Dalam Pasal 5 ayat (4) UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden disebutkan bahwa: “Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah kursi DPR atau 20% (dua puluh persen) dari perolehan suara sah secara nasional dalam Pemilu anggota DPR”.
Dengan demikian, Pasal 5 UU Nomor 23 Tahun 2013 ini mengatur tentang pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diajukan oleh partai atau gabungan partai yang memiliki sedikitnya 15 persen kursi DPR atau 20 persen suara Pemilu DPR. Ketentuan ini dinaikkan menjadi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara Pemilu DPR oleh Pasal 9 UU Nomor 42 Tahun 2008 yang mengatakan: “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.” Aturan tentang Pemilu ini kemudian diatur kembali dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan umum. Inilah yang disebut presidential threshold, yaitu batas minimal perolehan kursi atau suara partai atau koalisi partai agar bisa mengajukan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.
Namun demikian, pengaturan bagi calon Presiden yang harus memenuhi perolehan kursi minimal (ambang batas perolehan suara/threshold) dalam sistem pemilihan Presiden secara umum sulit diterima oleh sebagian Partai Politik karena membatasi dalam hal pengusungan bakal calon Presiden. Maka dari itu banyak pihak yang mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK), baik itu orang pribadi maupun perwakilan partai. Dimana isi gugatan tersebut semuanya menuntut tentang pemberlakuan ambang batas/presidential threshold yang menimbulkan pelanggaran hak politik pribadi warga negara maupun partai poltik dan menuntut pernyataan bahwa pembuat UU telah salah membuat aturan lebih lanjut soal tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden sebagaimana yang diamanatkan oleh pasal 6A UUD NRI 1945 dengan menambah syarat presidential threshold.
Perkembangan terakhir sampai bulan April 2023 sudah ada tiga nama calon presiden yang sudah dipastikan diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik, yaitu Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto.
Anies Baswedan diusung oleh koalisi perubahan untuk persatuan yang terdiri dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Perolehan suara Nasdem pada Pemilu 2019 adalah 9,05 persen, Partai Demokrat memperoleh suara 7,77 persen, dan PKS memperoleh suara 8,21 pada Pemilu 2019. Kemudian perolehan kursi DPR periode 2019-2024 untuk partai Nasdem memperoleh 10,26 persen kursi, Partai Demokrat memperoleh 9,39 persen kursi, dan PKS memperoleh 8,70 persen kursi di DPR RI periode 2019-2024. Dengan demikian, jika koalisi dan dukungan dari ketiga partai itu tetap solid, Anies Baswedan dipastikan bisa masuk dalam bursa calon presiden pada Pemilu 2024.
Sementara itu calon presiden Ganjar Pranowo sudah didukung oleh empat partai politik, dua partai politik parlemen dan dua partai politik lainnya nonparlemen. Partai pendukung Ganjar yang memiliki kursi di DPR ialah PDI Perjuangan dan PPP. Dan partai pendukung nonparlementer adalah Partai Solidaritas (PSI) Indonesia dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). DPR RI periode 2019-2024 ada dua fraksi yang mengusung Ganjar Pranowo sbagai calon presiden, yaitu Fraksi PDI Perjuangan dan PPP. PDI-P yang mengusung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden merupakan fraksi terbesar dan memiliki kursi terbanyak di DPR. PDI Perjuangan memiliki 128 kursi atau 22,26 persen kursi dan PPP memiliki 19 kursi atau 3,30 persen kursi di DPR RI. Sehingga total kursinya adalah 147 kursi atau 25,56 persen. Sedangkan perolehan suara empat partai politik pendukung Ganjar Pranowo pada pemilu 2019 adalah PDI Perjuangan memperoleh 19,33 persen suara, PPP memperoleh 4,52 persen suara, PSI memperoleh 1,89 suara, dan Hanura memperoleh 1,54 suara.
Sehingga total suara partai politik pendukung Ganjar Pranowo pada pemilu 2019 adalah 27,28 persen. Maka Berdasarkan kekuatan di atas, Ganjar Pranowo sudah memiliki lebih dari cukup kekuatan di Pemilu Presiden 2024.
Calon presiden berikutnya adalah Prabowo Subianto. Ia adalah ketua Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) merupakan partai dengan perolehan kursi DPR RI terbesar ketiga pada Pemilu 2019. Partai yang didirikan dan diketuai oleh Prabowo Subianto ini berhasil meraih 78 kursi (13,57 persen) dari total 575 kursi DPR RI untuk periode 2019-2024. Raihan kursi tersebut merupakan terbesar ketiga setelah PDI Perjuangan 22,26 persen dan Golkar 14,78 persen.
Dengan raihan kursi tersebut, Partai Gerindra harus berkoalisi dengan partai lainnya agar memenuhi persyaratan ambang batas pencalonan presiden (Presidential Threshold) sekurang-kurangnya 20 persen dari total kursi DPR RI pada Pemilu 2019. Pada Pemilu 2019, Partai Gerindra meraih 12,57 persen suara sah nasional. Meskipun berada di urutan terbesar kedua perolehan suara, Gerindra belum berhak mencalonkan presiden pada Pemilu 2024.
Baik dari perolehan kursi DPR RI maupun suara sah nasional, Partai Gerindra belum memenuhi persyaratan seperti yang di amanatkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum pasal 222 yaitu Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.
Namun demikian Prabowo sudah mendapatkan dukungan dari Partai Kebangkitan Bangsa. Saat ini, Gerindra memiliki 78 kursi, sementara PKB mempunyai 58 kursi di DPR. Jika dijumlahkan, Gerindra-PKB memiliki kursi DPR sebanyak 136. Dengan demikian, Gerindra-PKB telah melewati ambang batas syarat pencalonan capres-cawapres atau presidential threshold karena telah memiliki 136 kursi.
Yang menarik di sini adalah ada dua partai politik yang memiliki kursi di DPR RI Tahun 2019-2024 belum menentukan sikap mengenai siapa calon presiden yang mereka usung. Kedua partai politik tersebut adalah Partai Golongan Karya dan Partai Amanat Nasional.
Ada beberapa kemungkinan yang mungkin terjadi berkenaan sikap kedua parpol tersebut, yaitu mungkin mereka akan bergabung dengan calon presiden yang diusung oleh PDI-P mengingat posisi mereka adalah sebagai partai koalisi pendukung pemerintahan Jokowi, atau ada kemungkinan kedua parpol ini akan merapat mendukung calon presiden yang diusung oleh Partai Nasdem, Demokrat dan PKS.
Atau bahkan mereka akan mendukung calon presiden yang diusung oleh Partai Gerindra dan PKB. Tetapi menurut penulis kedua partai ini akan mengusung partai-partai pengusung calon presiden yang sudah ada untuk mengakomodir kepentingan mereka, yaitu partai koalisi mana yang setuju untuk menempatkan kader mereka sebagai calon Wakil Presidennya.
Dan tidak menutup kemungkinan sampai batas akhir pendaptaran calon presiden dan wakil presiden akan ada partai politik yang semula telah menyatakan mendukung pencalonan seorang calon presiden akan menarik dukungannya karena partai utama pengusungnya tidak memilih kader partainya sebagai calon wakil presiden. Bahkan mungkin saja ada calon presiden yang gagal maju dalam pemilihan presiden pada pemilu 2024, karena partai-partai pengusungnya manarik dukungannya sehingga calon presiden tersebut tidak memenuhi syarat untuk bisa mengikuti pemilihan presiden pada pemilu tahun 2024. Wallahu a’lam bisowab.