Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Generasi Hanyut dalam Arus Budaya Populer, Dimana Peran Negara?

×

Generasi Hanyut dalam Arus Budaya Populer, Dimana Peran Negara?

Sebarkan artikel ini

Oleh: Haritsa
Pemerhati Pendidikan dan Generasi

Berakhirnya pandemi ditandai dengan aktifnya dunia hiburan. Perhelatan konser dan festival musik ada di mana-mana, baik di ibukota hingga pelosok daerah. Industri hiburan memanfaatkan dahaga masyarakat, khususnya generasi muda pada acara kumpul-kumpul yang selama hampir dua tahun terhalang Covid-19. Tentu, yang menyedot perhatian adalah kedatangan artis mancanegara. Setelah Blackpink, konser band papan atas dunia asal Inggris, Coldplay mencatat rekor antusiasme. Betapa tidak, war ticket, atau perang tiket untuk mendapatkan tiket konser membuat harga tiket melambung tinggi hingga puluhan juta.

Baca Koran

Memang fenomena tersebut bisa dipahami. Sebenarnya selama beberapa dekade terakhir, Indonesia tidak pernah jadi tujuan tur konser artis-artis papan atas dunia. Biasanya mereka lebih menyasar negara tetangga, seperti Singapura atau Australia. Hal ini mungkin karena pertimbangan bahwa Indonesia bukan negara netral, dengan jumlah muslim terbesar di dunia, selain juga tingkat ekonomi yang lebih rendah. Wajarlah jika kedatangan atau tepatnya upaya mendatangkan Coldplay menjadi istimewa.

Namun rencana konser Coldplay tidaklah berjalan mulus. Sejumlah komponen umat Islam menyatakan penolakan terhadap Coldplay. Rekam jejak Coldplay sebagai band yang sangat sukses dicederai dengan keikutsertaannya mendukung komunitas l93T. Sejumlah konsernya secara lugas mengkampanyekan dukungan pada kaum dengan orientasi seksual menyimpang tersebut. Selain itu anggota band tersebut mengklaim diri sebagai penganut ateisme.

Semestinya pemerintah memperhatikan perannya. Dalam dunia yang penuh dengan pengaruh negatif yang katanya sulit dikontrol, pemerintah sering berdalih kewalahan untuk melindungi, seperti dengan menutup, membredel atau memblokir. Padahal, generasi muda sudah sangat parah terpapar konten-konten pornografi, lg3T dan ide-ide rusak yang berseliweran massif di media dan media sosial. Kini ditambah artis yang terang-terangan mengkampanyekan LGBT justru diberi ruang dan panggung untuk dielu-elukan. Seolah tidak ada efek pendidikan pada generasi terhadap panggung dan glorifikasi Coldplay. Generasi yang sedang dalam pencarian dan pembentukan jadi diri, dipapar dengan artis-artis idola yang bermasalah. Sangat disayangkan pemerintah gagal paham. Demi menggalakkan ekonomi kreatif, pemerintah mendukung penuh konser Coldplay. Pemerintah menyempitkan konser sekedar ajang seni musik.

Gelaran karpet merah untuk Coldplay menjadi lebih memperihatinkan, jika dibandingkan dengan sikap terhadap kegiatan agama dan dakwah untuk generasi. Stigmatisasi negatif justru diberikan pada kegiatan yang berikhtiar menyelamatkan generasi hari ini. Persekusi terhadap acara dakwah dibiarkan. Persepsi negatif dihembuskan terhadap kegiatan dakwah di sekolah seperti rohis atau mesjid yang dicurigai. Kampanye negatif begitu berhasil mengaburkan pandangan masyarakat apa yang sebenarnya menjadi monster dan sumber kerusakan di negeri ini.

Baca Juga :  DASAR KEBOHONGAN

Sikap permisif terhadap figur pengusung ide-ide yang bertentangan dengan agama Islam, mencerminkan semakin terkikisnya integritas nilai-nila agama. Ini adalah buah dari sekulerisasi sistem kehidupan khususnya sekulerisme dalam pendidikan. Penanaman nilai-nilai agama sangat minim melalui porsi pelajaran agama yang sangat sedikit. Pembelajaran agama yang diberikan tanpa memperhatikan hasil dan pengaruhnya pada pembentukan pribadi generasi yang mayoritas muslim. Sejauh mana, misalnya keimanan pada aqidah Islam membentuk akal dan pola pikir generasi? Seberapa mereka paham syariat dan ketaatannya pada hukum-hukum Allah SWT?

Kekosongan pola pikir dan pola jiwa Islami akhirnya membentuk pribadi yang gersang dalam spiritualitas. Pada akhirnya generasi mencari pelarian terhadap dunia hiburan. Hiburan budaya populer yang semestinya hanya selingan, justru menjadi gaya dan kebutuhan hidup yang utama. Generasi menjadi terlena dan terjauhkan dari pemikiran kritis dan penyelesaian masalah. Negara pun mengalami krisis calon-calon pemimpin.

Belum lagi jika kita melihat muatan budaya populer yang penuh dengan ide batil seperti hedonisme, pergaulan bebas, l93T dan ide-ide sekuler liberal lainnya. Ide-ide ini justru mengisi akal dan membentuk pola pikir dan pola jiwa generasi. Akibatnya perilaku mereka tidak memiliki standar nilai yang sahih, yaitu hukum syariat. Ini akan menjadi bom waktu. Ketika generasi kita berhadapan dengan masalah nyata kehidupan, mereka cenderung terjerumus pada kerendahan dan kerusakan. Fenomena narkoba, tawuran, geng motor, seks bebas dan orientasi seksual menyimpang atau mental illness menjadi problem akut generasi.

Penguasa dan umat harusnya berkaca pada kejatuhan moral masyarakat barat khususnya generasi muda mereka. Tentu kita tidak ingin fenomena generasi zombie di Philadelphia, Amerika Serikat terjadi di negeri ini. Pertanyaannya adalah, apa yang menyebabkan kerusakan generasi di Barat? Tidak lain, semuanya berakar pada tatanan sekulerisme yang mereka anut. Dan mirisnya kerusakan itu menjalar ke negeri ini.

Generasi Unggul dan Bahagia

Hiburan adalah bagian dari kehidupan manusia. Namun hiburan bukanlah menjadi kebutuhan utama yang menyita waktu manusia. Lebih dari itu, hiburan akan berbeda seiring berbedanya nilai-nilai tatanan masyarakat. Apa yang menghibur suatu masyarakat bisa jadi tidak menghibur bagi masyarakat lain. Tatanan nilai masyarakat mempengaruhi selera kesukaan (hobi) dan hiburan. Begitu pula masyarakat muslim dan sistem kehidupan yang berasaskan akidah Islam.

Baca Juga :  Selamatkan Generasi dari Jeratan Judi Online

Keimanan kepada aqidah Islam menjadikan kehidupan penuh suasana keimanan dan ruhiyah (spiritualitas) yang kental. Generasi muslim yang hidup dalam sistem Islam akan dibina dalam sistem pendidikan berbasis aqidah Islam, tidak dibiarkan terlena dengan hiburan yang merusak. Mereka akan disibukkan dengan ilmu dan amal. Karena iman, ilmu dan amal adalah kebutuhan manusia melebihi kebutuhannya pada oksigen dan makanan. Generasi muda tetap dipahamkan dengan visi dan misi hidup untuk menjadi hamba Allah dan khalifah di muka bumi. Mereka dipahamkan konsep kebahagiaan dalam Islam yang berbeda dengan sekulerisme yang mendiktekan hedonisme. Kebahagiaan dalam Islam sekaligus kebahagiaan sejati manusia adalah meraih ridho Allah SWT.

Kepribadian yang kering dari ruhiyah dan penuh dengan kegalauan tidak menjadi kondisi umum generasi muslim. Islam memandang pemuda sebagai kekuatan, bukan generasi yang ditolerir problematika dan dianggap wajar jika bermasalah.

Generasi muda adalah fase kekuatan optimal manusia. Al Quran menyatakan: “Allahlah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa”. (QS. Ar-Rum : 54).

Sistem pendidikan Islam akan melejitkan akal dan membekali pemikiran generasi dengan ilmu pengetahuan. Generasi muda dipersiapkan menjadi sumber daya manusia yang memampukan negara mengelola kekayaan alam. Negara akan mengembangkan riset dan menciptakan inovasi-inovasi, serta mengembangkan cabang-cabang ilmu pengetahuan melalui kecerdasan generasi mudanya.

Setelah mensuasanakan kehidupan yang diatur dengan hukum syariah dan membina generasi dalam sistem pendidikan, negara tetap menjaga generasi dari pengaruh kerusakan yang dilakukan berbagai pihak, misalnya industri kapitalis yang mencoba memanfaatkan generasi demi keuntungan mereka. Negara dengan segenap kapasitas tidak boleh kalah menghadapi industri hiburan, game, dan sejenisnya yang bisa menyandera dan membajak generasi.

Tatanan Islam terbukti membawa umat Islam maju dalam peradaban, kemajuan material, budaya dan ilmu pengetahuan selama berabad-abad. Kemajuan tersebut melampaui zamannya dan mengungguli bangsa-bangsa lain di masanya. Ini terjadi karena sistem Islam menyadari amanah membina generasi sebagai kekuatan. Wallahu alam bis shawab

Iklan
Iklan