Oleh : H Ahdiat GAzali Rahman
Pemerhati Pendidikan dari Amuntai
Jika mengiktu pemberitaan sekarang apakah lewat media baca, dengar, pandang dengar selalu disajikan berita tentang Pondok Pesantren (Ponpes) Zaytun, yang diantara membahas kekaguman, karena kemegahan yang dimilik Ponpes tersebut, banyak fasilitas yang dimiliki dan santrinya, sehingga menimbulkan pertanyaan besar. Dari mana para pengurus mendapat dana tersebut? Siapa yang memberikan dana sebesar itu? Siapa yang menjadi dedongkotnya sehingga dana terkumpul segitu besar, apa yang diajarkan dan dipraktekan disana? Bagaimana cara pengumpulkan dananya? Siapa yang terlibat dalam pengumpulan dana?
Sejarah Ponpes Al Zaytun
Sebuah usaha yang perlu diberikan jempol dari Yayasan Pesantren Indonesia (YPI), yang memulai pembangunannya pada 13 Agustus 1996. Ponpes Al Zaytun pertama kali didirikan Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang pada 1 Juni 1993 atau bertepatan dengan 10 Dzulhijjah 1413 Hijriah. Ponpes ini dibangun di bawah Yayasan Pesantren Indonesia dengan klaim milik umat Islam Indonesia dan bangsa lain di dunia. Selain itu, Al Zaytun juga mengklaim sebagai lembaga pendidikan yang timbul dari umat, oleh umat, dan diperuntukkan bagi umat. Pembangunan Al Zaytun didirikan di atas tanah seluas 1.200 hektare di Desa Mekar Jaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Tiga tahun kemudian, tepatnya pada 1 Juli 1999, pembukaan awal pembelajaran di pondok pesantren ini mulai dilaksanakan. Sementara itu, peresmian ponpes Al Zaytun secara umum baru dilakukan pada 27 Agustus 1999 oleh Presiden Indonesia ketiga, BJ Habibie.
Kontroversi
Setelah berjalan beberapa tahun, terjadi bermacam kontroversi yang dipraktekan dalam kehidupan ponpes tersebut, diantaranya dapat dikategorikan sebagai berikut : 1. Menyejajarkan shaf shalat antara pria dan Wanita. Hal ini terlihat dari berita dan pengakuan dari pimpinan Ponpes itu sendiri; 2. Menyanyikan lagu Yahudi oleh para santrinya. Lagu berjudul ‘Hava Nagila’ yang memiliki arti Mari Bergembira. Lagu tersebut adalah lagu milik bangsa Ibrani Yahudi yang sangat populer sejak puluhan tahun lalu; 3. Memperbolehkan perempuan menjadi muazin shalat; 4. Menebus dosa zina dengan uang; 5. Shaf salat perempuan boleh sejajar dengan laki-laki; 6. Azan dengan menghadap ke arah jemaah, bukan kiblat; 7. Perempuan menjadi khatib shalat Jumat; 8. Isu tentang adanya keterkaitan kepemimpinan dan finansial Al Zaytun dengan Negara Islam Indonesia KW; 9. Pimpinan Al Zaytun mengucapkan salam shalom aleichem yang merupakan salam dalam bahasa Ibrani; 10. Sempat terseret kasus pemalsuan dokumen; 11. Mengatakan Al-Quran bukan ucapan Allah SWT, melainkan karangan Nabi Muhammad SAW; 12. Diduga terafiliasi dengan NII.
Sampai tulisan ini disusun, belum ada media yang menjelaskan dari mana pondok tersebut memperoleh dana sebensar itu dan siapa yang tokoh yang membacking keberadaan ponpes dan melindungi tingkah polah pimpinannya tersebut, sehingga hampir tidak pernah tersentuh hukum, walaupun pernah dihukum dengan pidana ketika yang bersangkutan pemalsuan dokumen, namun tidak berlanjut dengan pemecatan sebagai pimpinan pondok, menyebabkan masyarakat bertanya ada apa dan mengapa ini terjadi? Beberapa tokoh yang disebut sebagai ‘backing’ ketika wawancara, mereka menolak dan minim bukti mendukung yang mengarahkan mereka sebagai ‘backing’, sehingga mereka hanya tersenyum.
Ketegasan Pihak Terkait
Rakyat sangat menunggu ketagasan pihak terkait, jika itu menyangkut agama, maka seharus MUI wajib bertindak meluruskan, jika dianggap Ponpes itu telah keluar dari ajaran Islam. Kasihan santri dan orang tua yang memasukkan anak ke ponpes dengan niat dan harapan agar anak bisa menguasai ilmu agama Islam sesuai Al Qur’an dan hadis, mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW. Jika yang diajarkan sudah menyimpang, sudah selayak MUI bertindak dengan menjatuhkan hukuman kepada oknum dan antek-antek yang mengajarkan penyimpangan tersebut. Jika menyangkut pidana, seperti membolehkan melakukan kejahatan penzinaan, maka sudah selayaknya pihak penegak hukum (polisi) bertindak mencari saksi bukti agar perilaku tersebut dapat dijatuhkan sanksi pidana kepada mereka yang melakukan dan memberikan dukungan atau fasilitas, sehingga perbuatan pidana itu terjadi. Jika terjadi pada pelanggaran pada UU Negara, misalnya ada kewajiban santri menghapalkan lagu Negara Yahudi, yang bukan sahabat, karena beda pandangan. Lagu yahudi jelas tidak setuju, karena Negara tersebut diyakini anti kemerdekaaan, sangat menindas rakyat Palestina. Sedangkan Indonesia adalah Negara yang menjunjung tinggi kebebasan atau kemerdekaan, sebagaimana Pembukaan UUD 1945 di alenia pertama, “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Dari itu, kita sangat tidak mendukung lembaga apalagi ponpes yang mengajarkan lagu Negara tersebut. Jika benar pimpinan ponpes banyak memiliki rekening dalam rangka mengumpulkan dana, ini dapat dikategorikan pelanggaran bidang ekonomi. Jika melakukan kegiatan politik yang berdekatan dengan Negara Islam Indonesia (NII), sudah selayaknya pihak berwenang, polisi dan keamanan melakukan tindakan preventif, bahkan tindakan pidana, karena dianggap melakukan tindakan supersif pada Negara.
Hukuman
Sejak merdeka sudah banyak tokoh dihukum, karena mereka memang melanggar hukum dan mereka dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku. Ada tokoh politik, agama dan masyakat, hukum hendaknya jangan melihat latar belakang profesi, yang terpenting adalah hukuman itu sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan, bukan karena kepentingan lain, seperti kepentingan politik, atau kepuasan orang atau kelompok. Masyarakat menunggu ketegasan penegak hukum untuk menindak orang yang melanggar hukum, agar prilaku oknum tidak ditiru orang lain. Tindakannya sudah merugikan lembaga. Membiarkan lembaga berjalan sesuai aturan yang berlaku, mereka yang berada di lembaga itu dan tidak berbuat salah melanggar hukum tidak perlu terganggu, lembaga tetap berjalan dalam pengawas sesuai aturan yang berlaku. Yang perlu diberikan sanksi adalah oknun yang melakukan kesalahan, sehingga ponpes tercoreng.
Harapan
Ponpes Al Zaytun memiliki guru dan karyawan serta santri, ketika pihak berwenang cepat mengambil tindakan, mereka yang berbuat salah cepat diberikan hukuman dan peran/keberadaannya akan berakhir. Santri dan guru serta karyawan yang tidak terlibat dapat kembali melakukan tindakan sesuai dengan aturan yang berlaku. Hukum mereka yang melakukan, jangan hukum lembaganya, lembaga adalah barang yang mati yang digerakkan oknum.
Para pihak yang memang punya otoritas, hendak melakukan pengawasan secara kontinyu, sehingga jika terjadi penyimpangan dapat segara diketahui secepatnya. Dan diambil tindakan tegas, sehingga tidak banyak menimbulkan korban.