Banjarmasin, KP – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan keputusan memperbolehkan kampanye di lembaga pendidikan, termasuk kampus.
Keputusan Nomor 65/PUU-XXI/2023 terkait Pasal 280 ayat 1 huruf h Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) menuai beragam tanggapan yang mencuat.
Dekan Fakultas Farmasi Uniska, Dr Didi Susanto, menyebut keputusan MK hal yang baik. Perguruan tinggi atau kampus memang harus terbuka dengan calon legislatif dan calon pemimpin daerah.
“Bagus, jika para calon yang hendak menjadi anggota legislatif ke kampus – kampus, artinya mereka telah telah siap menjalani uji kemampuan di kampus,” katanya.
Didi juga menyebut bahwa kampus lebih selektif mengukur kemampuan mereka yang mau menjadi kepala daerah atau wakil rakyat.
Para calon legislatif hendaknya melihat suatu hal positif dengan politik masuk kampus. Sebaliknya, kampus pun harus menerima caleg dan calon kepala daerah dengan lapang dada.
Ditekankannya, kalau kampus punya peran penting menjaga para calon legislatif dan pemimpin untuk dapat menjalankan tugas dengan baik ketika terpilih.
Dikemukakannya, kegagalan partai politik dalam kaderisasi melahirkan berbagai problem. Contohnya, ada kelemahan kemampuan anggota dewan dalam pengambilan keputusan.
Nah, dengan diperbolehkannya kampanye di kampus, ia pun berkeyakinan calon legislatif bisa semakin matang dalam mengambil kebijakan yang pro rakyat.
Berbeda dengan Wakil Rektor III, Uniska, H Idzani Muttaqin, yang terang-terangan menolak kampanye calon legislatif di kampus.
Menurutnya, kampus harus netral. “Makanya saya tak setuju dengan keputusan MK membolehkan kampanye di kampus,” ucapnya.
Jika kampanye dibolehkan di kampus akan mengundang terjadi konflik Internal. “Itu akan membuat kisruh kampus,” katanya.
Misal, salah satu fakultas menyukai salah satu parpol dan fakultas lain juga demikian.
“Kalau kampanye kurang sependapat berbeda konteksnya dengan debat atau dialog,” pungkasnya. (Fin/KPO-1)