Banjarmasin, KP – Wakil Ketua DPRD Kalsel, Muhammad Syaripuddin mengatakan, Kalsel harus memiliki program untuk menangani kebakaran hutan dan lahan (karhutla), yang kerap terjadi pada musim kemarau.
“Tidak hanya penanganan jangka pendek, namun program jangka menengah dan jangka panjang,” kata Bang Dhin, panggilan akrab Syaripuddin kepada wartawan, usai paripurna dewan, Kamis (7/9).
Menurut Bang Dhin, program jangka menengah dan panjang perlu dipikirkan, agar Karhutla tidak terulang lagi dan merugikan masyarakat, yang terpapar kabut asap tebal.
“Dampak Karhutla inilah yang harus di atasi, karena kabut asap mengganggu transportasi dan kesehatan,” tambah politisi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan.
Apalagi musim kemarau panjang pada tahun ini memperparah kondisi Karhutla, karena meluasnya kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di wilayah Kalsel.
“Karhutla tahun ini cukup parah, karena meluas dan bertambahnya titik api, mengingat kemarau panjang yang berdampak pada kekeringan dan sulitnya memperoleh air,” jelas Bang Dhin.
Kendati demikian, Bang Dhin mengapresiasi langkah yang dilakukan Pemprov Kalsel untuk penanganan Karhutla, yang melibatkan semua pihak untuk mengatasi kebakaran yang terjadi.
“Penanganan karhutla juga melibatkan masyarakat agar optimal mengatasi kebakaran yang terjadi,” tambahnya.
Selain itu, juga dukungan tokoh agama dan masyarakat untuk melaksanakan sholat istiqo atau sholat minta hujan, agar kemarau panjang ini segera berakhir.
“Ini merupakan salah satu ikhtiar untuk mengatasi karhutla,” jelas Bang Dhin, usai memimpin paripurna dengan agenda penjelasan fraksi terhadap dua Raperda yang disampaikan eksekutif dan tanggapan gubernur atas dua Raperda inisiatif dewan.
Kurang Efektif
Sebelumnya, anggota Komisi VIII DPR RI Syaifullah Tamliha menilai penanganan karhutla yang terjadi setiap tahun di Provinsi Kalsel yang dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan pemangku kepentingan lainnya kurang efektif.
Terutama terutama yang terjadi di atas lahan gambut.
Menurutnya, penanganan Karhutla di lahan gambut seharusnya dilakukan dengan menggunakan pendekatan kearifan lokal. Pasalnya, pemadaman Karhutla di atas lambat memiliki karakter yang berbeda dengan yang bukan lahan gambut. Penggunaan bom air dengan bantuan helikopter dalam pemadaman api di atas lahan gambut, kata Tamliha, justru menimbulkan efek lain yakni dapat menimbulkan asap yang tebal.
Dan inilah yang menjadi sumber polusi udara baru di Kalsel.
“Saya melihat bom air dengan helikopter itu tidak efektif,” kata Tamliha saat Rapat Komisi VIII dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebelumnya.
Dikatakan, dirinya cukup faham karakteristik lahan gambut yang ada di Kalsel.
Semestinya, BNPB atau BPBD mengggunakan pendekatan kearifan lokal.
“Saya paham betul kondisi daerah pemilihan saya yang banyak gambutnya. Semestinya BNPB itu menggunakan kearifan lokal,” tegasnya.
Dijelaskan, lahan gambut itu tiga meter di bawahnya rentan terjadi gesekan api.
Kalau kemudian helikopter menjatuhkan bom air itu sama dengan secara sengaja membuat asap. (lyn/net/K-2)