BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Seorang saksi yang berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) mengaku menerima dana dari program untuk penggemukan sapi yang dikhususkan untuk peternak.
Ternyata saksi tersebut yang bernama Abdul Azis, ditawari oleh terpidana Ahmad Romansyah selaku bendahara program DKUP (Dana Pinjaman Kelompok Usaha).
Hal ini terungkap pada sidang lanjutan dengan terdakwa seorang pengusaha, Mulyadi yang terlibat dalam pengadaan sapi tersebut.
Ketika saksi di desak Ketua majelis Hakim Suwandi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin (20/11/2023) menjawab, saksi awalnya mengaku tidak tahu. Namun ketika terus dicecar ketua majelis hakim, tidak mungkin muncul sendiri nama saksi di SK bupati sebagai penerima program DKUP kalau tidak mengajukan proposal. Saksi akhirnya mengakui kalau dia ditawari bendahara Tim DKUP Akhamd Romansyah (terpidana).
Saksi juga mengatakan dapat dana untuk membeli duavekor sapi sebesar Rp18 juta. Setelah empat bulan sapi itupun dijual dengan harga Rp11,5 juta perekor.
“Dari penjualan saya dapat 65 persen. Sementara 35 persen dari penjualan masuk ke kas daerah,” ujarnya.
“Lalu kenapa baru disetor ke kas daerah setelah Akhmad Romansyah jadi tersangka,” tanya ketua majelis hakim lagi.
Beralasan, saksi mengatakan kalau sebenarnya dia sudah menyetor ke Akhmad Romansyah, tapi ternyata tidak disetorkan.
Menurut saksi pembagian hasil penjualan tersebut yang dibagi hanya keuntungannya saja, jadi kalau pinjaman Rp18 juta dan hasil penjualan dua ekor Rp23.juta keuntungan Rp5 juta ini yang dibagi, sedangkan modalnya kembali ke kas daerah
Sementara saksi lainnya Abdullah Farigi bagian tim teknis pada Dinas Perikan dan Peternakan, mengatakan kalau progran DKUP berjalan sejak tahun 2014 hingga 2016, dengan anggaran yang dikucurkan dari APBD kabupaten tahun 2014 sebesar Rp2 miliar.
“Tugas saya memverifikasi kelompok dan sapi yang datang, dengan honor Rp300 ribu perbulan,” ujarnya.
Ditanya Suwandi, saksi mengatakan program tersebut di setop karena adamya tunggakan yang mencapai Rp1,8 miliar.
“Artinya program tersebut gagal ya,” tegas Suwandi, yang kemudian diiyakan saksi.
Terdakwa Mulyadi yang terlibat dalam penjualan sapi ini ternyata menurut dakwaan, terdakwa dalam penjualan sapi sapi gaduhan tersebut tidak dapat menyetorkan ke kas daerah sebesar Rp313.500.000. Jumlah ini merupakan unsur kerugian negara.
Menurut dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Mahdan Kahfi dari Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Selatan, seharusnya sapi yang dibeli dari penggaduh uang yang harus disetorkan setiap ekornya 35 persen dikembalikan ke kas daerah, tetapi Mulyadi selaku pengusaha justru uang pengembalian tersebut tidak disetor ke kas daerah.
Sementara 65 persennya menjadi milik pengaduh.
JPU menyebutkan pengadaan ternak sapi untuk kelom[pok tani tersebut dianggarkan mulai tahun 2011 sampai 2016 untuk 22 kelompok tani yang penyaluran dilakukan oleh Dinas Perikanan dan Peternakan Kab. Hulu Sungai Selatan dengan anggaran mencapai Rp3 milyar
Perkara ini sendiri juga menyeret salah satu ASN di dinas tersebut terpidana Ahmad Romansyah yang diganjar selama enam tahun penjara, pada tahun 2022 lalu.
Selain itu Romansyah juga didenda Rp300 juta subsiidair tiga bulan penjara. Sedangkan uang pengganti yang harus dibayar Rp953 juta bila tidak dapat membayar, kurungan bertambah selama tiga tahun.
JPU terhadap terdakwa Mulyadi mematok pasal pasal 2 jo pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHPidana, pada dakwaan primair.
Serta pasal 3 jo pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (hid/KPO-3)